mimpi-mimpiku

Sabtu, 12 Desember 2015

Perang Pemikian di Abad 21

Perang dingin belum usai! Runtuhnya Uni Soviet bukan akhir dari perang ideologi. Sisa-sisa komunisme masih menempel di beberapa negara, bahkan negara-negara yang punya pengaruh kuat terhadap skenario global. 
Pasca perang dingin, Amerika muncul sebagai negara super power. Negara tersebut mampu berpikir tajam dalam siasat perang, ataupun mensiasati perang saudara di negara lain, demi kepentingan personal. Perlahan, kubu liberal menyadari, bahwa ada kekuatan yang dari dulu sampai sekarang masih mempengaruhi tatanan dunia. Ia tumbuh pesat, mendiaspora ke penjuru bumi, menyimpan kekuatan misterius yang sulit diterima akal, namun dicatat dalam sejarah sebagai peristiwa nyata. Muncul pertama kali di tengah kecamuk peradaban Persia dan Romawi. Hingga kini, peradaban tersebut masih menyimpan kekuatan besar yang ditakuti barat. Dialah; peradaban Islam. 
Samuel Huntington mengatakan bahwa setelah perang dingin, dan tumbangnya ideolog komunisme, musuh ideologi kapitalisme Amerika adalah Islam. Islam dianggap sebagai peradaban yang potensial menggantikan musuh besar ideologi komunisme, di samping peradaban lain, seperti peradaban Tionghoa, peradaban Jepang, peradaban Hindu, peradaban Ortodoks, dan peradaban Amerika Latin.
Pemikiran yang senada juga pernah dilontarkan Bernard Lewis  melalui artikelnya berjudul “The Roots of Muslim Rag” membuat satu paradigma bahwa setelah perang dingin usai, Barat membutuhkan musuh baru, pengganti komunisme. Begitu pula dengan artikel yang ditulis oleh Patric J. Buchanan, berjudul ”Is Islam an Enemy the United States?
Lebih jauh, barat memetakan strategi untuk menaklukan Islam, dengan cara membuat klasifikasi golongan muslim. Sebuah laporan dan analisis dari National Security  Research Division, berjudul Civil Democratic Islam, Partners Resources and Strategies, mengemukakan tentang pemetaan dan strategi menghadapi Islam. Barat berusaha memahami keragaman pikiran di internal umat Islam. Beberapa golongan mereka dukung, seperti golongan Islam Moderat, dan Islam sekuleris. Bahkan, dalam bentuk pendanaan, publikasi karya liberal mereka, dan di balik kemajuan media arus utama di Indonesia, adalah hasil bantuan dana dari Barat. Sehingga, pemikiran liberalisme dan kapitalisme tumbuh subur di Indonesia.
Tahun 1924, barat berhasil meruntuhkan kekhalifahan Turki Utsmani yang menandai berakhirnya persatuan Islam dunia (khilafah). Ini adalah babak baru mundurnya Islam dari percaturan global. Namun, tidak bersatunya Islam, bukan berarti Islam itu lenyap, kehilangan eksistensi. Dan penganutnya berkurang drastis. Bukan berarti selamanya Islam terpisahkan, suatu saat, Islam dapat bersatu, dan membangun kekuatan besar. Maka, pekerjaan rumah berikutnya yang mesti diselesaikan oleh kaum Barat adalah; menghalau persatuan tersebut. Strategi ampuh yang digunakan adalah; lewat perang pemikiran, dengan agenda menjauhkan muslim dari agamanya sendiri, atau lebih dari itu; konversi agama. Agenda ini berjalan sistematis. Terbongkar secara umum, namun setiap langkah konspirasi yang direncanakan telah berjalan diam-diam secara terorganisir. Semua orang telah mengetahui kulitnya, tapi tidak mengetahui organ sistemis yang bergerak di baliknya. Gerakan bawah tanah berjalan sempurna. Berhasil melemahkan Islam dari beragam bidang. Bahkan berhasil memecahnya, sehingga timbul pertumpahan darah dalam konflik perang saudara. Hasil dari perang pemikiran adalah munculnya Istilah Islam Radikal, Islam Fundamentalis, Islam Tradisional, dan Islam Moderat. Mereka bergerak di atas kendaraan yang disebut perang pemikiran.
Menurut Abu Ridha, perang pemikiran merupakan bagian tak terpisahkan dari metode perang yang bertujuan menjauhkan muslim dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.
Dua sasaran utama perang pemikiran adalah; a) mengeliminasi nilai-nilai Islam supaya tidak berkembang dan melakukan dekonstruksi terhadap pilar-pilar Islam yang fundamental, b) memberi alternatif fikrah, ideologi, sistem non-Islami.
Tahun 2002, menjadi tombak bersejarah lahirnya propaganda terorisme, atas nama Islam. Islam dituding sebagai agama yang melahirkan teroris internasional pasca tragedi WTC, yang tidak lain adalah konspirasi Yahudi. Dibidani oleh media arus utama yang juga tunduk di bawah kendali Yahudi. Mata dunia mulai menyoroti Islam secara tajam. Sebagian mulai tahu, bahwa ada agama bernama Islam, sebagian lain anti dan was-was (Islamophobia). Di kubu umat Islam sendiri, terpecah. Sebagian masih setia dan berusaha menunjukkan Islam adalah agama rahmatan lil alamin, sebagian mulai memudar sisi Islaminya. Tak percaya diri sebagai muslim.
Perang pemikiran yang dilancarkan barat belum berakhir. Sebab mereka tahu, bahwa Islam akan terus bernafas sebelum akar-akarnya dilibas. Maka cara yang paling ampuh adalah memunculkan boneka-boneka liberal dari tiap-tiap negara muslim di muka bumi. Dengan menyediakan program pembelajaran/studi ke luar negeri gratis. Di sana mereka dijauhkan dari ajaran Islam, diracuni virus-virus liberal, mempromosikan HAM, demokrasi, dan kebebasan ekspresi. Sebagai agenda yang bersilangan dengan kaidah Islam. Maka, ketika para boneka-boneka liberal pulang ke negara asalnya masing-masing, mereka sudah dibekali budaya dan aturan baru yang tertancap kuat dalam pikirannya. Mereka duri dalam daging di negaranya masing-masing. Contoh program yang ditawarkan Amerika adalah program Youth Exchange Study. Diperuntukkan kepada negara-negara muslim, dengan tujuan agar mereka satu opini terhadap Amerika; bahwa Amerika tak pantas dibenci umat Islam. Padahal, Afghanistan, Iraq, Palestina, bahkan Indonesia, sengsara karena ulah negeri paling dibenci umat Islam tersebut. Sebuah kejahatan global yang berlindung di balik tirai-tirai gelap dunia.
Hasil dari perang pemikiran juga membawa arus konflik yang tidak henti-hentinya di Timur Tengah. Muslim bagaikan santapan lezat di meja makan, bahkan sejak perang dunia I. Kemunduran ini diyakini oleh umat Islam sendiri karena melemahnya kedekatan umat Islam terhadap Tuhannya. Sehingga, lenyap kehormatan dan harga diri dalam jiwa, yang selama ini berkobar. Seperti saat mereka berhasil memenangkan perang salib, ataupun menaklukan konstantinople. Namun kini, peta pembantaian muslim dari peradaban terbagi ke dalam dua; pembantaian lewat jalur fisik (seperti yang terjadi di Palestina, melalui tangan zinonis Israel), dan pembantaian lewat jalur pemikiran (seperti yang terjadi di Indonesia, melalui antek-antek liberal). Di Indonesia, nama-nama seperti Ulil Abshar Abdalla, Zuhairi Misrawi, Musdah Mulia, dan Goenawan Moehammad menjadi bor canggih yang melubangi jiwa bangsa Indonesia. Perlahan, namun pasti, semakin banyak umat muslim Indonesia yang menjauh dari agamanya sendiri, karena virus-virus liberal telah disebar di bangku perkuliahan, di siaran televisi, media cetak, dan literatur.
Tapi, apakah Islam diam melihat perang yang dikobarkan bangsa Barat. Tidak. Sepanjang manusia memiliki akal sehat, perang pemikiran tidak hanya berpihak pada barat. Barat seolah lupa, bahwa dalam perang pemikiran semua bertumpu pada kecerdasan akal. Abad 21 adalah abad kembali berpikirnya manusia perihal ada dan tiada. Semua keraguan atas teori ilmiah yang ternyata tanpa dasar ilmiah itu mulai muncul. Sebut saja teori Darwin, yang apabila hari ini Barat benar-benar menggunakan akal sehatnya, dan sejenak saja membuang egoisme pribadi yang meragukan kuasa Tuhan, maka teori Evolusi akan terbantahkan secara absolut. Namun, kecerdasan akal memang sulit sekali terwujud jika tidak diiringi dengan energi spiritual. Dan itulah yang perlahan-lahan mengembang di kota-kota Eropa. Abad 21, Eropa muncul sebagai benua yang penuh tanda tanya. Pertumbuhan Islam fantastis di beberapa negara Eropa. 
Meski genderang perang terus ditabuh. Fitnah terus disebar. Musuh-musuh Islam tak mampu mencegah konversi agama besar-besaran yang terjadi di Eropa. Di saat umat muslim diracuni virus global, ideologi yang berseberangan dengan Islam, di lain sisi, Islam menebar benih-benih cinta dari langit yang disebar di belahan bumi Eropa, dan belahan bumi lain yang tinggal menunggu waktu untuk melahirkan data statistik yang mencengangkan dunia. Abad 21 adalah abad perang pemikiran. Adalah abad menuju perang global yang kelak dicatat sejarah sebagai perang dunia ketiga.

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, bahkan berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukainya benci,” (At Taubah: 32)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar