mimpi-mimpiku

Senin, 29 Januari 2018

Penulis-Penulis Pilihan TIMES NEW ROMAN




Karya sastra, tampaknya menjadi hal yang takkan hilang dari peradaban, sepanjang dunia ini diisi oleh makhluk hidup bernama manusia. Sebab melalui sastralah, bagian-bagian sensitif dalam hidup ini dituangkan sebagai bentuk puisi, prosa, ataupun drama. Sehingga akan memecah sekat antara satu manusia, dengan manusia lain, yang pada akhirnya mereka saling peduli.
Times New Roman, sebagai komunitas penulis (khususnya ranah sastra) telah membuka peluang bagi para pemuda untuk bergabung di komunitas ini. Maka, terpilihlah penulis-penulis muda berbakat dan berminat di bidang humaniora yang karyanya sangat unik, dan tentu perlu wadah untuk pengembangan diri. Dengan begitu, pikiran mereka akan semakin tajam, dan pena mereka akan semakin runcing mengisahkan kehidupan.
Berikut, daftar penulis muda terpilih yang berhak bergabung bersama TIMES NEW ROMAN Angkatan Pertama beserta pandangan terkait karya mereka.

1.       Fika Ilmi
Kumpulan puisi tentang Indonesia terkesan jujur mewakili perasaan. Tetap memperhatikan rima yang apik, tanpa harus menjadikannya sebagai suatu keharusan untuk ada di tiap bait. Ada debur emosi yang kadang terlalu pecah tanpa dihayati lebih dalam terlebih dahulu. Di beberapa larik, bunyi puisinya cenderung mengarah kepada esai. Namun, sayangnya masih belum kuat disebut sebagai puisi esay.
2.       Fauzia Nur Praptiwi
Cerpen Mungkinkah Kau Tahu? ditulis dengan kalimat-kalimat mengalir, menerangkan kesedihan yang dialami kedua tokoh. Perluasan alur melalui jalinan surat tampak menarik untuk ditelusuri mengapa tokoh perempuan begitu pesimis pada perasaan yang ia miliki. Metafor-metafor segar menjadi nilai tambah dalam cerpen ini. Penulis cukup mapan untuk memainkan bahasa figuratif. Sehingga di beberapa kalimat, terkesan prismatis maknanya (bisa memancarkan banyak makna). Pengandaian dari aku mencintaimu dalam diam, tampak begitu istimewa pada beberapa larik. Hanya saja, permainan tipografi dalam cerpen ini kurang diperkuat. Sehingga butuh lebih cermat untuk menangkap; sampai di mana surat ini berakhir? Karena tidak ada perbedaan font ataupun paragraf yang lebih ditarik ke dalam.
3.       Clara
Tulisan ringkas tentang keistimewaan Abu Bakar cocok untuk dibaca oleh mereka yang haus akan tausiyah singkat. Penulis mampu menarik gejala kausalitas mengapa Abu Bakar yang dipilih? Lalu dikaitkan dengan satu hal inti yang menjadi pokok bahasan; yaitu kesholihan. Hanya saja, gagasan tentang kesholihan ini yang perlu diperluas kembali, agar tidak menjadi tulisan yang mentah di bagian akhir.
4.       Qori
Puisi Narasi Kehidupan kaya akan makna-makna filosofis, tentu karena didukung dengan tema utama; yaitu kehidupan. Kondensasi/pemadatan isi puisinya sangat didukung oleh alur yang apik. Rima-rima yang konsisten membuat puisi ini apik dan asik untuk dibaca. Hanya saja ada pilihan kata yang salah penempatan. Kata-kata yang sebetulnya punya nilai rasa yang 'keren', tapi salah habitat. Kata-kata seperti dedikasi dan skenario akan menjadi salah habitat begitu masuk ke dalam puisi. Puisi ini juga belum memunculkan kekuatan di baris akhir sebagai penentu membekas tidaknya puisi ini.
5.       Yumar
Puisi singkat, yang kadang justru saya suka. Apalagi jika larik akhirnya membekas. Puisi untuk bintang sebetulnya punya kedalaman filosofis yang cukup baik. Keterkaitan antara bintang, dan kepemilikannya, lalu rasa kerinduan dan emosi menyalahkan tampak menggelitik untuk ditelusuri. Meskipun malah menjadi sesuatu yang mentah karena puisi ini terlanjur dipatahkan oleh alur yang liar.
6.       Lilis Risnawati
Jika puisi adalah ungkapan jiwa, puisi karya Lilis mewakili istilah itu dengan baik. Pilihan katanya sederhana. Bahasa figuratif tidak terlalu banyak, akan tetapi dia bisa menyajikan nada puisi yang asik untuk dibaca. Kedalaman makna ada di dalam puisi ini. Sehingga tepat dikatakan sebagai puisi yang jujur.  Meskipun masih belum punya nilai estetis yang memukau sebagai sebuah sajak, tapi puisi ini patut diapresiasi karena menunjukkan konsistensi dan karakter yang kuat. Dengan kesederhanaan dan kedalaman maknanya.
7.       Hafsha Hurat F.
Sajak Asam Lambung punya daya imaji yang tinggi. Bahasanya cenderung naratif, tanpa harus memaksakan deretan kata menjadi estetis. Puisi ini kaya akan tema. Kejernihan berpikir tentang jiwa dan quran menjadikan puisi ini punya nilai sufisme yang menarik, dibalut dengan pengandaian asam lambung.
8.       Aprilia
Puisi-puisi Aprilia ringkas, padat, dan penuh perulangan bunyi. Tema-tema yang diangkat lumayan berat. Walaupun belum menjurus pada premis-premis tertentu yang sifatnya orisinil. Sehingga masih pada persoalan-persoalan klise. Akan tetapi, keindahan dan kepaduan antarlarik menjadi nilai jual dalam pusi-puisinya.
9.       A .Zaeni
Membaca puisinya, seperti membaca syair yang berisi nasihat. Ungkapan jiwa yang coba dieksplorasi mengarah ke sufisme. Puisi religi yang ditutup dengan baris akhir penentu berkesan atau tidaknya puisi karya Zaeni. Dan pada akhirnya memang berkesan. Meski perlu lebih banyak sebaran makna-makna konotatif untuk mendukung ekspresi jiwa yang lebih mendalam. Selain itu, perlu kiranya untuk memperhatikan tipografi dan lebih berhati-hati dalam pengungkapan larik yang hanya terdiri dari satu kata, karena menimbulkan nada/tone yang kadang tidak selaras dengan konteks suasana yang ingin dibangun.
10.   Muadz
Puisi naratif dengan judul “Maaf” katanya lirih disajikan dengan apik, tersusun, dan menciptakan efek penasaran pada pembaca. Kematangan alur sebetulnya sudah dibangun dengan baik dalam puisi ini. Hanya saja, bagian-bagian akhir justru mematahkan kematangan alur tersebut, karena tidak adanya jawaban dari “mengapa hatinya gundah gulana”. Jika memang ingin membiarkan pembaca menafsirkan sendiri alasannya, pengakhiran dari puisi naratif ini justru meruntuhkan bagian awal, yang mana pembaca masuk ke dalam suasana batin tokoh pencerita. Penggunaan kata ulang sebagian tetiba di bait akhir juga terkesan menggangu bunyi puisi naratif ini.
11.   Retno Wijayanti
Ungkapan jiwa akan cinta dan syiar Islam menjadi hal yang dieksplorasi dalam puisi karya Retno berjudul Syiar adalah cinta. Menampilkan sesuatu yang jujur, sugestif, asosiatif, terjalin dari bait tiap bait yang disusun dengan sabar oleh penulis. Sehingga menimbulkan kejernihan alur. Muatannya menggugah. Hanya saja, pengulangan ungkapan penggugah itu yang membuat kondensasi puisi ini jadi menurun. Malah kekuatan makna pada bait-bait akhir mulai lepas. Butuh untuk dipadatkan lagi, agar puisi ini tidak berakhir hanya sebagai kalimat-kalimat penggugah, akan tetapi juga kejujuran dan kedalaman makna.
12.   Marini Razanah
Cerpen jarak memiliki kekuatan pada judul. Pas menurut saya. Penceritaannya juga baik, mengalir, tanpa harus ribet menggunakan kalimat estetis. Cerpen ini bertemakan cinta remaja dengan garapan alur yang menyerupai kisah-kisah teenlit pada umumnya. Sampai di sini saya pikir, tak masalah lah, toh nuansanya beda. Namun, hal yang menjadi masalah adalah ketika jalinan alur yang kompleks dimuat dalam cerita pendek. Cerpen ini jadi semacam adaptasi novel dengan alur yang tak dipotong sedikitpun. Terlalu kompleks alurnya. Alur kompleks ini bukan habitatnya di cerpen, melainkan di novel.
13.   Rio Rolando
Puisinya ringkas, namun kaya akan metafor-metafor segar. Begitu apik diurai, dan tidak terkesan dibuat-buat. Meskipun secara kedalaman makna masih kurang mewakili jiwa, akan tetapi penulis berhasil menyajikan jalinan kata yang berkelas. Nadanya pas, pilihan katanya juga pas, ada keberanian pula dalam memainkan bahasa figuratif.
14.   Dina Rosanty
Gaya pengungkapan puisi yang menurut saya tidak lazim, ada dalam puisi “Masalah, Aku merindukanmu.” Terkesan seperti dialog untuk menasihati. Ada keunikan tersendiri yang sebetulnya bisa diolah lebih menarik jika tetap memperhatikan unsur estetika dan kedalaman makna. Pemilihan sudut pandang untuk menilai masalah dengan cara lain, tampak menjadikan puisi ini tidak lagi kaya akan pengungkapan jiwa. Semestinya bisa mengeksplorasi dunia personal penyair “mengapa merindukan masalah”, agar hubungan dengan judulnya juga lebih ngena.
15.   Annisa NJ
Daya imaji hikayat bunga dan kupu-kupu patut diacungi jempol. Kisah yang diangkat antara kupu-kupu bersayap patah dan bunga tak bersari sangat mewakili kondisi yang muram. Personifikasi yang bertebaran menjadikan kisah ini hidup, bukan sebagai fabel, melainkan prosa dramatis yang sanggup menyihir pembaca. Gaya penulisannya baik, mengalir, dan penuh kata-kata bernilai estetika tinggi. Hanya saja, eksplorasi cerita kurang kuat, sehingga penyelesaian cerita ini tampak kurang matang, dan berakhir dengan sesuatu yang kurang berbekas. Seperti ada alur yang belum usai, atau kejelasan yang tidak menemui titik temunya. Sepertinya bagian akhir dari hikayat ini perlu dirombak ulang.
16.   O Jaya P
Puisi Masih Ada Kehijauan mengungkap sesuatu yang  kelihatannya berangkat dari rasa gelisah. Kejujuran penyair akan menguatkan kedalaman makna pada sajaknya. Itu pula yang terpancar dari puisi ini. Ada sisi realitas dan harapan yang coba dituangkan oleh penyair. Singkatnya, penyair jujur mengungkapkan apa yang perlu diungkapkan. Hanya saja, eksekusinya kurang berjalan lancar. Di mulai dari judul yang belum padat, sampai kepada perpindahan bentuk dari puisi kritik lingkungan, yang kemudian mengarah pada sufisme (kedekatan pada Tuhan). Itu yang agak mengganggu ketika membacanya, memberi kesan “kok, jadi ginih?”. Tapi kejujuran penulis patut diapresiasi.
17.   Nurul Izzah
Puisi Senja Datang Tepat Waktu cukup berani untuk memainkan bahasa-bahasa figuratif. Menjadikan antara satu nomina dengan nomina lain saling bertubrukan sebagai bentuk pengandaian yang terjalin dengan cukup baik. Hanya saja, perubahan emosi dan dinamika bunyi dalam puisi ini terkesan spontan, sehingga mengurangi kekuatan karakter dan kejujuran dari apa yang ingin diungkapkan. Sebab pada dasarnya, puisi bukan sekadar deretan kata yang penuh estetis, melainkan kejujuran penyair dalam mencurahkan jiwanya. Emosi itu yang belum tertuang dalam puisi ini.
18.   Devie Saufa
Satu hal mengesankan dari puisi karya Devie Saufa, yakni judulnya itu sendiri, yang memberikan metafor segar pada gabungan kata Radar Syukur. Sebuah kedalaman filosofis yang coba ia tuangkan dari aktivitas pemahamannya mengenai rasa syukur. Kemudian muncul sebagai nasihat yang mengalir, memperhatikan alur, dan penempatan anafora yang pas. Puisi ini barangkali akan lebih hidup dan berkesan jika memainkan tone/nada yang lebih puitis, memperhatikan bagaimana larik tiap larik punya kekhasan yang sesuai, yang lebih diterima sebagai bentuk puisi.

(ditulis oleh Heri ST/Penulis Times New Roman)


sumber gambar: www.sewarga.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar