Bagai disambar petir! dan ditikam sudut sempit sebuah bedil!
Begitulah perasaan yang menerkam hati segenap umat Islam Indonesia, ketika BNPT dan Kemkominfo bergandengan tangan membredel situs media Islam. Sebuah tindakan yang memutus arus semangat reformasi, serta menghidupkan kembali era orde baru yang membelenggu kebebasan pers. Hari-hari tirani telah bangkit dari kuburnya. Merobek-robek harga diri umat Islam. Dan seperti tak mau tunduk pada kekuasaan yang maha tirani, umat Islam bersatu. Menyuarakan aksi kontra pembredelan situs media Islam. Mereka geram, gregetan, bertanya-tanya, dan tentu; menghujat tokoh2 yang main mata dalam proyek murahan ini lewat media sosial.
Hashtag #KembalikanMediaIslam muncul sebagai trending topic Indonesia di media sosial twitter. Menjadi bukti betapa tidak relanya rakyat Indonesia dengan kebijakan busuk ini. Meme comic berbau kritik bermunculan. Segenap orang mengenang kembali masa-masa dulu. Ketika jabatan Menkominfo masih dipegang oleh Tifatul Sembiring. Lalu, media arus utama (sekuler) bungkam. Bergerilya di balik ratap kesal umat muslim. Tokoh-tokoh sayap kiri menari-nari di atas mimbar. Mengepulkan nafas perjuangan yang telah hampir sampai pada klimaksnya. Ya.. melemahkan kekuatan Islam di Indonesia.
Tak terima diamputasi kebebasan persnya oleh BNPT, beberapa media Islam menggugat. Dalam ruang klarifikasi, ditemui beberapa alasan irasional BNPT terkait pemblokiran 19 situs media Islam. Tudingan radikalisme, domain .(dot) com, memelintir hadis, mengkritisi pemerintahan, propaganda jihad, dan alasan-alasan picik lainnya. BNPT seperti tergesa-gesa memelintir dalih untuk berkilah. Menjaring opini publik untuk memfitnah. Dan pada akhinya, menyulut emosi para konsumen media Islam.
Padahal, tudingan radikalisme merupakan sesuatu yang relatif kebenarannya. Perlu riset yang matang, dan data-data yang jelas sebagai penguat dugaan. Berbeda dengan situs pornografi yang memang jelas-jelas membunuh moral generasi bangsa. Siapapun akan diam-diam ketika membuka situs porno, dan leluasa membuka situs media Islam. Bahkan, jika kita mau berpikir jernih, situs diskusi online faith freedom Indonesia lebih layak untuk diblokir. Karena plek-plek-an melakukan penistaan agama. Tapi apa yang terjadi? Pemilik kekuasaan justru lebih tertarik mengamini nafsu musuh-musuh Islam. Untuk menghentikan arus peradaban agama ini. Agama yang dituding sebagai penebar teror. Oleh mereka yang iri dengan rasionalitas Islam.
Setidaknya, ada tujuh alasan mengapa Media Islam dianggap berbahaya bagi mereka yang dengki terhadap perkembangan Islam. Pertama, Media Islamlah yang selama ini getol menyuarakan konflik di Timur Tengah, atau di mana saja tempat umat muslim ditindas. Kedua, media Islam tidak pernah lelah menyerang ideologi hasil import dari barat; sekulerisme, pluralisme, liberalisme, dan sebangsanya. Ideologi yang telah membentangkan jarak umat muslim Indonesia pada ajaran Islam yang hakiki. Ketiga, sudah menjadi kredo mengekal, bagi media yang independen (bukan kaki tangan pemerintahan) mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang dinilai melanggar portal syariat Islam. Keempat, sudah menjadi rahasia umum, saat ini adalah era digital. Media menjadi lahan dakwah yang subur. Menjadi tempat menjelajahi hikmah kehidupan. Memblokir media Islam, sama dengan membatasi gerak para pengemban dakwah dalam menebar kebaikan. Kelima, media Islam telah menjadi sumber pengetahuan tentang keIslaman yang dianggap terpercaya. Hal ini, tentu menjadi ancaman bagi mereka yang sehari-harinya berpikir untuk menjauhkan umat Islam dari jangkauan ilmu. Keenam, Media Islam cukup produktif. Sebut saja, kiblat.net yang juga merambah di jalur media audio-visual. Ketujuh, eksistensi media Islam merupakan bentuk perlawanan dari propaganda yang setiap hari dilancarkan oleh media arus utama. Sampai-sampai, jutaan umat Islam Indonesia sarapan dengan propaganda yang dilancarkan lewat surat kabar, televisi, dan media online. Jadi, jika hari ini umat Islam terpecah menjadi dua kubu; yang pro dengan pemblokiran 19 situs media Islam, dan yang kontra, adalah imbas dari kekuatan propaganda yang sejak lama dilancarkan oleh media sekuler. Inti dari propaganda itu adalah; menjauhkan umat Islam dari ajaran yang hakiki. Dan menebar virus Islamophobia.
Pada akhinya, ini bukan hanya soal pembredelan media Islam itu sendiri. Betapapun mereka berusaha sekuat tenaga mematikan dakwah media, nafas perjuangan media Islam akan tetap berhembus. Nadinya berdenyut, dan jantungnya berdetak. Sebab, ada kekuasaan yang jauh lebih tinggi di atas kekuasaan. Semua ini mengenai diri kita sendiri, yang tengah diuji. Seberapa reaktif diri kita menghadapi kasus ini. Dan mengerat tali ukhuwah untuk bersama-sama menjadi singa-singa Allah yang siap menerkam kezaliman. Membela harga diri Islam, dan siap menggali liang lahat untuk mengubur kekuasaan tirani minoritas yang mengancam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar