mimpi-mimpiku

Sabtu, 21 Maret 2015

Mengetuk Pintu Hidayah

Bibir yang mengkerut itu masih kelu untuk berucap. Sementara malaikat maut telah mengetuk-ngetuk pintu. Pergolakan batin mendera jiwanya. Sampai nafas penghabisan.. ia tak sempat mengucap...
Ash Hadu Alla... Ilaha Illallah...
wa Ash hadu anna Muhammadar Rasulullah..

Dialah, Abu Thalib. Paman Rasulullah yang membela beliau dalam jalan dakwah. Yang menjadikan darah Rasul menjadi sangat berarti untuk tidak ditumpahkan oleh Quraisy. Ialah, perisai yang agung. Meski cahaya hidayah padam redup tanpa sisa dihilir nafasnya yang terakhir. Ia memilih untuk mempertahankan akidah lamanya, dan tak sempat mengimani risalah yang dibawa oleh Rasul.

Begitulah hidayah. Hak prerogatif Allah. Tak ada satupun makhluk yang bisa menentukannya. Dia laksana cahaya yang membakar kegelapan. Memberi kehangatan. Payung yang meneduhkan jiwa. Sebab ia adalah jalan pembuka mengenal Allah. Dialah.. awal yang baru dalam kehidupan.
Hidayah tidak datang dengan sendirinya. Ia mesti dikejar. Dikejar dengan hati yang lapang. Bukan kesombongan dan rasa bangga diri. Hidayah tak akan sampai mengena di hati orang-orang yang sombong. Yang tak mau menerima kebaikan. Dan lebih memilih berkarib kelam dengan kebusukan duniawi.
Sebagai seorang muslim, tentu kita mesti mengenal Rabb kita dengan baik. Berpasrah terhadap akidah yang kita miliki. Mengenal apa itu ISLAM? Lalu berpasrah terhadapnya. (Islam = berpasrah). Belum pantas rasanya, seseorang mengaku dirinya umat Islam, tapi masih enggan untuk mendalaminya. Bahasa yang sering muncul; "jadi umat Islam yang biasa-biasa ajah." Tapi kawan.. apakah kita yakin, dengan menjadi umat Islam yang biasa-biasa ajah, kita akan terbebas dari hukum Tuhan? Ubahlah diri kita segera. Reformasi keimanan kita. Maka kerjarlah hidayah Allah. Tembus jalan berduri menuju pengenalan pada Allah SWT. Jerat hidayah itu. Peluk erat. Meski bedil tajam bersembunyi di balik dada dan kepak sayapnya.
Hidupmu .. adalah kekosongan. Selagi belum mengenal Allah. Lantas? dengan cara apa kita bisa mengenal Rabb kita? Apa hanya dengan sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, sudah cukup untuk mengenal Allah? Masing-masing dari kita tentu tahu jawabannya.
Untuk mengenal sang Khalik, buka hatimu lebih dulu kawan. Biarkan berupa-rupa kebaikan menelusup ke dalamnya. Jangan tanamkan sikap sombong. Kesombongan adalah penghalang mengenal Allah. Berharaplah selalu, Allah mempertemukan kita dengan orang-orang yang baik, yang soleh.. yang senantiasa mengajak kita pada kebaikan. Meskipun kita termasuk orang-orang yang buruk, yang jahiliah, berlumur dosa.
Tahukah kamu?
Dia telah memilih segolongan dari umat-Nya untuk diselamatkan lebih dulu. Kaupun bisa menjadi segolongan itu. Asalkan.. hatimu padat oleh prasangka baik. Jangan hanya karena kasus terorisme yang merupakan bagian dari propaganda media barat, kita menjauh dari agama kita sendiri. Ingatlah kawan.. hampir setiap hari kita berdoa; tunjukilah kami jalan yang lurus (Al-Fatihah:6). Dia tak akan memberimu kesesatan selagi engkau terus mengingatnya. Menyimpan asmanya dalam hatimu.
Jangan pernah membenci agamamu sendiri. Sebab kau membenci sesuatu yang belum sepenuhnya kau pahami. Apa kau pernah membaca terjemahan kitab suci Al-Qur'an secara utuh? Percayalah.. kau hanya belum mendapati cinta yang tersembunyi di dalamnya. Di dalam Islam.
Selama kau membenci agamamu.. maka selama itu pula Hidayah enggan merapat ke hatimu.
Jadi.. jika kau ingin menghirup hidayah dari sang pencipta.. pastikan hatimu melunak, merendah, menyadari bahwa dirimu hanya makhluk yang lemah. Tinggalkan kesombongan. dan dekati kebaikan.
Percayalah kawan.. pintu hidayah itu nyata..
Ketuk ia... dengan hati yang paling lembut...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar