mimpi-mimpiku

Minggu, 13 Desember 2015

Dakwah FBS: Menata Hikmah di Tengah Kehidupan Sekuler

Islam itu Indah.. Islam itu cinta..

Bait-bait penggugah jiwa itu terdapat dalam cerpen Ketika Mas Gagah Pergi karangan Helvy Tiana Rossa. Ditulis dengan memadukan estetika, kesederhanaan, dan kecintaan pada Islam. Lalu, benarkah, Islam itu indah?? Sebuah pertanyaan yang menuntut jawaban. Argumentasi yang mengharap pembuktian. Dan seperti inilah, perjuangan tanpa henti yan akan dirasakan oleh tiap-tiap orang yang membenamkan hidupnya di jalan dakwah. Perjuangan untuk membumikan cinta yang termuat dalam ajaran Islam.

***

Seperti  bagian dari peradaban, Universitas Negeri Jakarta, dengan luas wilayah yang jauh lebih sempit dari Universitas Indonesia, mencoba meluapkan pengaruh dalam tatanan kehidupan di Indonesia. Sebagai pabrik sarjana pendidikan, UNJ menjadi bagian dari peradaban yang lambat laun berakumulasi menjadi sebuah kekuatan besar. Melahirkan guru-guru, yang berjuang membina intelektualitas akal dan moral generasi bangsa, UNJ dan beberapa institusi penggerak pendidikan, memiliki andil besar terhadap perkembangan Indonesia. 
Di dalam universitas itu, ada sebuah wilayah yang paling luas, dan memiliki karakter unik, sekaligus ekspresif. Orang-orang menyebutnya fakultas Bahasa dan Seni. Tempat di mana pegiat seni dan ahli bahasa berkumpul dengan jarak yang membentang di pusat kampus UNJ. Fakultas Bahasa dan Seni adalah fakultas yang tak pernah mati dari senar gitar yang bergetar, gerak-gerik tubuh yang estetis, lukisan mural, dan tujuh ragam bahasa yang harmonis, menjadikan fakultas ini bukan sekadar gabungan program studi, melainkan miniatur peradaban, dan seni, adalah ujung tombak dari peradaban tersebut. 
Berada dalam situasi yang multikultural, menjadikan fakultas ini rawan akan gesekan. Adopsi budaya, liberalisme, kreativitas tanpa batas, kebebasan ekspresi, adalah warna warni yang menjerat fakultas ini pada satu dinamika benturan budaya dan ideologi yang akrab disebut perang pemikiran. Tatanan kehidupan di FBS adalah keragaman yang mendatangkan tantangan bagi siapapun yang nekat menjebloskan dirinya dalam lingkaran dakwah. 
Sebetulnya, dua disiplin ilmu yang bertemu dalam satu fakultas, tampaknya menjadikan FBS semakin rumit untuk dipahami karakternya. Sebab, interdisiplin ilmu bahasa dan seni memiliki karakter yang jauh berbeda, dan tentunya, karakter mahasiswa yang juga berbeda. Sehingga, pemetaan dakwah hendaknya dibuat dengan perspeksi yang terpisah. Agar, tidak salah sasaran dalam pergerakan dakwah berbasis karakteristik budaya. 
Mengenali medan FBS, sejatinya dapat ditarik tiga karakteristik pokok. Pertama, FBS merupakan fakultas yang bernilai seni tinggi, dengan beragam bentuk karya seni yang berbeda. Kedua, FBS pada prinsipnya, bukan fakultas yang bisa berdamai pada aturan agama langit yang dianggap membatasi kebebasan ekspresi,_menuangkan gagasan seni. Ketiga, FBS memiliki karakter kuat sebagai fakultas yang mengadopsi nilai-nilai budaya peradaban lain, sehingga, berada di fakultas ini, seperti menginjakkan kaki di tiga per empat dunia.
Jiwa seni, adalah modal penting bagi lokomotor dakwah di FBS. Jiwa seni menjadi kendaraan yang dapat mengantarkan da’i untuk menerobos pergaulan yang multikultural. Komunitas sosial dengan beragam ideologi, dan pemahaman tentang akidah. Latar belakang seni inilah yang kemudian menjadi perhatian khusus bagi pergerakan dakwah FSI-KU. FSI-KU sebagai lembaga yang mengakomodasi gerakan dakwah, berusaha menyesuaikan diri dengan karakter FBS. Dengan suguhan Islamic art performance di acara puncak Salim EXPO-KU, yang mengundang perwakilan jurusan untuk mengisi acara. Selain itu, perkembangan musik nasyid, dan pertunjukan ekspresif (drama, musikalisasi, dan pembacaan puisi) ikut serta mewarnai kegiatan dakwah di FBS. 
Filtrasi Islam terhadap ekspresi seni di FBS, tampaknya menjadi pembatas antara kebebasan ekspresi dan hukum Allah. Hal inilah yang menumbuhkan benih-benih kebencian di hati sebagian orang, yang sangat anti terhadap aturan agama langit di setiap sendi kehidupan. Bagi mereka, seni adalah barang estetis yang takkan bisa hidup, jika hukum Allah berada di sebelahnya. Maka, hukum itu harus dijauhkan sejauh-jauhnya, sampai tak terdengar lagi lafaz adzan mengisi dimensi seni. Benturan inilah yang mesti disikapi para punggawa dakwah di FBS. Tentunya dengan pendekatan yang perlahan. Penanaman nilai-nilai pergaulan yang diawali dengan dakwah lewat akhlak, bukan dengan lisan yang tajam, apalagi tangan yang tak bersahabat. Suatu ketika, dakwah FBS mendapat ujian kedewasaan dan kesabaran, melalui coretan-coretan bernafas kebencian pada lukisan mural yang mensyiarkan agenda SHOW FBS. Maka, kemarahan itu mesti dikubur dalam-dalam, diganti oleh indahnya kesabaran dan kebeningan akhlak. Sebab, bukan pada musuh-musuh Islam, da’i harus meletakkan kebenciannya, melainkan pada dirinya sendiri. Segala akivitas kemunduran dakwah, acapkali berawal dari kemaksiatan yang dilakukan oleh da’i. 
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam berdakwah di FBS, adalah adopsi budaya, yang melahirkan keragaman, dan keenganan untuk menunjukkan identitas diri sebagai bangsa Indonesia. Perang pemikiran telah lama membangun kejayaannya di fakultas ini. FBS memang menjadi santapan menggiurkan bagi proyek penghancuran budaya dan akidah. Berawal dari memanfaatkan ketertarikan mahasiswa dalam mempelajari budaya luar, maka, filtrasi yang gagal, telah melahirkan perubahan paradigma berpikir. Ujung dari perubahan paradigma berpikir tersebut adalah menjauhi ajaran Islam. Benturan budaya dan peradaban ini telah menghasilkan civitas akademika yang ragu pada agamanya sendiri. Merasa kehidupan adalah lahan kesenangan, dan sejenak lupa akan keabadiaan akhirat. Setiap hal yang berhubungan dengan Islam, seolah-olah ingin disingkirkan, agar lenyaplah rasa bersalah pada tiap-tiap kesalahan yang melampaui batas. Benturan budaya inilah yang mesti dihadapi setiap punggawa dakwah di FBS, yang membuat mereka seperti bernafas dalam lumpur.  
Tiga karakter tersebut mesti diperhatikan untuk menyusun strategi perang yang ideal. Sebab, betapapun rumitnya keadaan di FBS, fakultas ini memiliki rekam jejak yang memukau. Banyak kisah hijrah yang terekam di FBS. Seolah petunjuk Allah telah ada di setiap tikungan di fakultas ini. Bertabur hikmah di balik gemerlapnya kehidupan sekuler. Meski begitu, pergerakan dakwah mesti terus berjalan, demi menjaga roda perubahan terus berputar ke arah kemenangan. Jangan sampai berbalik arah menuju kematian dakwah.
Kematian dakwah di FBS dapat ditandai dengan menurunnya kapasitas seni para punggawa dakwah, penyisipan unsur keindahan Islam yang gagal menyelinap masuk dalam dimensi seni, serta cengkeraman perang pemikiran yang tidak bisa diimbangi. Lebih dari itu, kemerosotan akhlak dan ruhiyat para punggawa dakwah, tentunya menjadi alasan utama. Maka, kekuatan besar mesti dipersiapkan. Sebab berdakwah di FBS bukanlah pekerjaan mudah. Banyak hal yang harus dibenahi. Banyak ancaman yang harus dihadapi, dan semua itu dilakukan dengan jumlah pasukan dakwah yang tidak banyak. Sebab jalan dakwah memang pilihan yang rumit.
Berdakwah di FBS seperti menabur benih kebaikan di hamparan padang gurun yang buas. Maka bersiaplah dengan letih yang mengepung dari beragam arah, dan hirup aroma tandusnya. Berdakwah di FBS seperti menopang bumi Eropa, maka bersiaplah dengan tubuk yang remuk, dan tulang belulang yang retak. Berdakwah di FBS seperti menggenggam bara api, maka bersiaplah dengan panas yang membakar. Berdakwah di FBS adalah suatu kepastian, sebab tak ada tempat yang tak ada Allah di dalamnya, dan cahaya hidayah telah lama bersinar di langit FBS. Maka jadilah mutiara-mutiara surgawi yang bersinar di langit FBS.

***

Sabtu, 12 Desember 2015

Perang Pemikian di Abad 21

Perang dingin belum usai! Runtuhnya Uni Soviet bukan akhir dari perang ideologi. Sisa-sisa komunisme masih menempel di beberapa negara, bahkan negara-negara yang punya pengaruh kuat terhadap skenario global. 
Pasca perang dingin, Amerika muncul sebagai negara super power. Negara tersebut mampu berpikir tajam dalam siasat perang, ataupun mensiasati perang saudara di negara lain, demi kepentingan personal. Perlahan, kubu liberal menyadari, bahwa ada kekuatan yang dari dulu sampai sekarang masih mempengaruhi tatanan dunia. Ia tumbuh pesat, mendiaspora ke penjuru bumi, menyimpan kekuatan misterius yang sulit diterima akal, namun dicatat dalam sejarah sebagai peristiwa nyata. Muncul pertama kali di tengah kecamuk peradaban Persia dan Romawi. Hingga kini, peradaban tersebut masih menyimpan kekuatan besar yang ditakuti barat. Dialah; peradaban Islam. 
Samuel Huntington mengatakan bahwa setelah perang dingin, dan tumbangnya ideolog komunisme, musuh ideologi kapitalisme Amerika adalah Islam. Islam dianggap sebagai peradaban yang potensial menggantikan musuh besar ideologi komunisme, di samping peradaban lain, seperti peradaban Tionghoa, peradaban Jepang, peradaban Hindu, peradaban Ortodoks, dan peradaban Amerika Latin.
Pemikiran yang senada juga pernah dilontarkan Bernard Lewis  melalui artikelnya berjudul “The Roots of Muslim Rag” membuat satu paradigma bahwa setelah perang dingin usai, Barat membutuhkan musuh baru, pengganti komunisme. Begitu pula dengan artikel yang ditulis oleh Patric J. Buchanan, berjudul ”Is Islam an Enemy the United States?
Lebih jauh, barat memetakan strategi untuk menaklukan Islam, dengan cara membuat klasifikasi golongan muslim. Sebuah laporan dan analisis dari National Security  Research Division, berjudul Civil Democratic Islam, Partners Resources and Strategies, mengemukakan tentang pemetaan dan strategi menghadapi Islam. Barat berusaha memahami keragaman pikiran di internal umat Islam. Beberapa golongan mereka dukung, seperti golongan Islam Moderat, dan Islam sekuleris. Bahkan, dalam bentuk pendanaan, publikasi karya liberal mereka, dan di balik kemajuan media arus utama di Indonesia, adalah hasil bantuan dana dari Barat. Sehingga, pemikiran liberalisme dan kapitalisme tumbuh subur di Indonesia.
Tahun 1924, barat berhasil meruntuhkan kekhalifahan Turki Utsmani yang menandai berakhirnya persatuan Islam dunia (khilafah). Ini adalah babak baru mundurnya Islam dari percaturan global. Namun, tidak bersatunya Islam, bukan berarti Islam itu lenyap, kehilangan eksistensi. Dan penganutnya berkurang drastis. Bukan berarti selamanya Islam terpisahkan, suatu saat, Islam dapat bersatu, dan membangun kekuatan besar. Maka, pekerjaan rumah berikutnya yang mesti diselesaikan oleh kaum Barat adalah; menghalau persatuan tersebut. Strategi ampuh yang digunakan adalah; lewat perang pemikiran, dengan agenda menjauhkan muslim dari agamanya sendiri, atau lebih dari itu; konversi agama. Agenda ini berjalan sistematis. Terbongkar secara umum, namun setiap langkah konspirasi yang direncanakan telah berjalan diam-diam secara terorganisir. Semua orang telah mengetahui kulitnya, tapi tidak mengetahui organ sistemis yang bergerak di baliknya. Gerakan bawah tanah berjalan sempurna. Berhasil melemahkan Islam dari beragam bidang. Bahkan berhasil memecahnya, sehingga timbul pertumpahan darah dalam konflik perang saudara. Hasil dari perang pemikiran adalah munculnya Istilah Islam Radikal, Islam Fundamentalis, Islam Tradisional, dan Islam Moderat. Mereka bergerak di atas kendaraan yang disebut perang pemikiran.
Menurut Abu Ridha, perang pemikiran merupakan bagian tak terpisahkan dari metode perang yang bertujuan menjauhkan muslim dari agamanya. Ia adalah penyempurnaan, alternatif, dan penggandaan cara peperangan dan penyerbuan mereka terhadap dunia Islam.
Dua sasaran utama perang pemikiran adalah; a) mengeliminasi nilai-nilai Islam supaya tidak berkembang dan melakukan dekonstruksi terhadap pilar-pilar Islam yang fundamental, b) memberi alternatif fikrah, ideologi, sistem non-Islami.
Tahun 2002, menjadi tombak bersejarah lahirnya propaganda terorisme, atas nama Islam. Islam dituding sebagai agama yang melahirkan teroris internasional pasca tragedi WTC, yang tidak lain adalah konspirasi Yahudi. Dibidani oleh media arus utama yang juga tunduk di bawah kendali Yahudi. Mata dunia mulai menyoroti Islam secara tajam. Sebagian mulai tahu, bahwa ada agama bernama Islam, sebagian lain anti dan was-was (Islamophobia). Di kubu umat Islam sendiri, terpecah. Sebagian masih setia dan berusaha menunjukkan Islam adalah agama rahmatan lil alamin, sebagian mulai memudar sisi Islaminya. Tak percaya diri sebagai muslim.
Perang pemikiran yang dilancarkan barat belum berakhir. Sebab mereka tahu, bahwa Islam akan terus bernafas sebelum akar-akarnya dilibas. Maka cara yang paling ampuh adalah memunculkan boneka-boneka liberal dari tiap-tiap negara muslim di muka bumi. Dengan menyediakan program pembelajaran/studi ke luar negeri gratis. Di sana mereka dijauhkan dari ajaran Islam, diracuni virus-virus liberal, mempromosikan HAM, demokrasi, dan kebebasan ekspresi. Sebagai agenda yang bersilangan dengan kaidah Islam. Maka, ketika para boneka-boneka liberal pulang ke negara asalnya masing-masing, mereka sudah dibekali budaya dan aturan baru yang tertancap kuat dalam pikirannya. Mereka duri dalam daging di negaranya masing-masing. Contoh program yang ditawarkan Amerika adalah program Youth Exchange Study. Diperuntukkan kepada negara-negara muslim, dengan tujuan agar mereka satu opini terhadap Amerika; bahwa Amerika tak pantas dibenci umat Islam. Padahal, Afghanistan, Iraq, Palestina, bahkan Indonesia, sengsara karena ulah negeri paling dibenci umat Islam tersebut. Sebuah kejahatan global yang berlindung di balik tirai-tirai gelap dunia.
Hasil dari perang pemikiran juga membawa arus konflik yang tidak henti-hentinya di Timur Tengah. Muslim bagaikan santapan lezat di meja makan, bahkan sejak perang dunia I. Kemunduran ini diyakini oleh umat Islam sendiri karena melemahnya kedekatan umat Islam terhadap Tuhannya. Sehingga, lenyap kehormatan dan harga diri dalam jiwa, yang selama ini berkobar. Seperti saat mereka berhasil memenangkan perang salib, ataupun menaklukan konstantinople. Namun kini, peta pembantaian muslim dari peradaban terbagi ke dalam dua; pembantaian lewat jalur fisik (seperti yang terjadi di Palestina, melalui tangan zinonis Israel), dan pembantaian lewat jalur pemikiran (seperti yang terjadi di Indonesia, melalui antek-antek liberal). Di Indonesia, nama-nama seperti Ulil Abshar Abdalla, Zuhairi Misrawi, Musdah Mulia, dan Goenawan Moehammad menjadi bor canggih yang melubangi jiwa bangsa Indonesia. Perlahan, namun pasti, semakin banyak umat muslim Indonesia yang menjauh dari agamanya sendiri, karena virus-virus liberal telah disebar di bangku perkuliahan, di siaran televisi, media cetak, dan literatur.
Tapi, apakah Islam diam melihat perang yang dikobarkan bangsa Barat. Tidak. Sepanjang manusia memiliki akal sehat, perang pemikiran tidak hanya berpihak pada barat. Barat seolah lupa, bahwa dalam perang pemikiran semua bertumpu pada kecerdasan akal. Abad 21 adalah abad kembali berpikirnya manusia perihal ada dan tiada. Semua keraguan atas teori ilmiah yang ternyata tanpa dasar ilmiah itu mulai muncul. Sebut saja teori Darwin, yang apabila hari ini Barat benar-benar menggunakan akal sehatnya, dan sejenak saja membuang egoisme pribadi yang meragukan kuasa Tuhan, maka teori Evolusi akan terbantahkan secara absolut. Namun, kecerdasan akal memang sulit sekali terwujud jika tidak diiringi dengan energi spiritual. Dan itulah yang perlahan-lahan mengembang di kota-kota Eropa. Abad 21, Eropa muncul sebagai benua yang penuh tanda tanya. Pertumbuhan Islam fantastis di beberapa negara Eropa. 
Meski genderang perang terus ditabuh. Fitnah terus disebar. Musuh-musuh Islam tak mampu mencegah konversi agama besar-besaran yang terjadi di Eropa. Di saat umat muslim diracuni virus global, ideologi yang berseberangan dengan Islam, di lain sisi, Islam menebar benih-benih cinta dari langit yang disebar di belahan bumi Eropa, dan belahan bumi lain yang tinggal menunggu waktu untuk melahirkan data statistik yang mencengangkan dunia. Abad 21 adalah abad perang pemikiran. Adalah abad menuju perang global yang kelak dicatat sejarah sebagai perang dunia ketiga.

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, bahkan berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukainya benci,” (At Taubah: 32)

Jumat, 11 Desember 2015

Perencanaan Bahasa Korea (Selatan)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya Bahasa Korea adalah salah satu bahasa yang paling luas dan digunakan di Daerah Korea. Bahasa Korea juga merupakan bahasa yang resmi digunakan pada dua daerah Negara Korea, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Bahasa ini telah dituturkan secara luas di China Timur Laut. Di Republik Rakyat China, Bahasa Korea menjadi salah satu dari dua bahasa resmi yaitu biasa disebut Korea Yanbian Prefektur Otonomi. Dalam hal ini, telah terdapat data keseluruhan bahwa ada sekitar 78 juta penutur bahasa Korea di seluruh dunia termasuk kelompok-kelompok besar di Uni Soviet, Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang. Klasifikasi resmi bahasa Korea masih belum disetujui secara universal, namun dianggap oleh banyak orang sebagai bahasa isolat. Bahasa Korea juga kurang lebihnya hampir sama dengan bahasa jepang yang status kekerabatannya kurang jelas.
Bahasa Korea pada dasarnya memiliki dialek-dialek yang saling berkaitan erat satu sama lain. Setiap wilayah pasti dapat memahami dialek yang lainnya, kecuali dialek yang berada di pulau Jeju yang dianggap kurang bisa dimengerti dari dialek-dialek provinsi lainnya yang berada di daerah sekitar Korea. Selama lebih dari seribu tahun, Korea ditulis sesuai dengan karakter China atau yang biasa disebut hanja. Hanja dilengkapi dengan sistem fonetik seperti hyangchal, gugyeol, dan idu.
Dari tahun ke tahun hubungan kerjasama antar bangsa dan negara di seluruh dunia semakin berkembang pesat, baik di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, perdagangan, sosial politik, teknologi serta kebudayaan. Untuk memperlancar hubungan tersebut, tentu saja bahasa sebagai alat komunikasi sangat diperlukan. Penguasaan bahasa inggris sudah bukan meerupakan suatu nilai tambah, karena pada saat ini bahasa inggris bisa dibilang sebagai bahasa kedua di Indonesia. Oleh karena itu, penguasaan bahasa asing lainnya dapat menjadi suatu nilai tambah bagi seseorang. Dan salah satu pilihanya adalah bahasa Korea (hangukmal).
Dalam suatu bahasa pasti ada suatu perencanaan tentang bahasa tersebut. Makalah ini berisikan tentang perencanaan dari bahasa Korea. Bagaimana bahasa itu berkembang, dilindungi, dan kebijakan yang pasti membuat bahasa Korea bisa terus dikenal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana seluk beluk terbentuknya bahasa Korea?
2. Bagaimana perencanaan bahasa Korea?
3. Bagaimana kedudukan bahasa Korea di kancah internasional?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah perencanaan bahasa Korea, mendalami seluk beluk terbentuknya aksara korea, dan sebagai bentuk studi perbandingan perencanaan bahasa Korea dengan perencanaan bahasa Indonesia. Serta dapat menjadi rujukan untuk mendalami bagian budaya dari negeri Korea.


BAB II
KAJIAN TEORI

Seputar Bahasa Korea
Bahasa Korea (한국어/조선말) adalah bahasa yang paling luas digunakan di Korea, dan merupakan bahasa resmi Korea Selatan dan Korea Utara. Bahasa ini juga dituturkan secara luas di Yanbian di Cina timur laut. Secara keseluruhan terdapat sekitar 78 juta penutur bahasa Korea di seluruh dunia termasuk kelompok-kelompok besar di Uni Soviet, AS, Kanada dan Jepang. Klasifikasi resmi bahasa Korea masih belum disetujui secara universal, namun dianggap oleh banyak orang sebagaibahasa isolat. 
Beberapa ahli bahasa memasukkannya ke dalam kelompok bahasa Altaik. Bahasa Korea juga banyak mirip dengan bahasa Jepang yang status kekerabatannya juga kurang jelas.
Sistem penulisan bahasa Korea yang asli disebut Hanguel merupakan sistem yang silabik dan fonetik. Aksara-aksara Sino-Korea (Hanja) juga digunakan untuk menulis bahasa Korea. Walaupun kata-kata yang paling umum digunakan merupakan Hangul, lebih dari 70% kosakata bahasa Korea terdiri dari kata-kata yang dibentuk dari Hanja atau diambil dari bahasa Mandarin.
Huruf ini dikenalkan oleh Raja Sejong pada abad ke-15, dikenal sebagai Hunmin Jeongeum. Namun istilah Hangul baru dikenal pada permulaan abad ke-20. Setelah Hangeul digunakan pun, Hanja masih tetap dipakai, sedang Hangeul dipakai oleh orang-orang tidak berpendidikan, wanita dan anak-anak.
Namun pada perkembangannya, Hangeul makin banyak digunakan bahkan pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, penggunaan Hangeul dan Hanja seimbang. Namun kini, Hanja hanya dijumpai pada tulisan-tulisan akademik dan resmi, sedangkan hampir semua papan nama, jalan, petunjuk, bahkan tulisan-tulisan informal ditulis dalam Hangeul.
Bahasa Korea pada dasarnya memiliki dialek-dialek yang saling bertalian satu sama lain. Setiap wilayah dapat memahami dialek lainnya, kecuali dialek Pulau Jeju yang dianggap kurang bisa dimengerti dari dialek-dialek provinsi lainnya.
Perbedaan Bahasa Korea Selatan Dan Korea Utara
Bahasa nasional Republik Korea adalah bahasa Korea, yakni bahasa yang digunakan warga Korea di semenanjung Korea. Kini sekitar 70 juta orang di Korea Selatan dan Korea Utara, serta sekitar 3 juta 500 ribu orang warga Korea di luar negeri menggunakan bahasa Korea.  
Rumpun Bahasa Korea dipercaya hingga sekarang Bahasa Korea termasuk rumpun Altaik. Rumpun Bahasa Altaik meliputi bahasa Turki, Mongolia, Tungusik dan sebagainya mulai dari Siberia sampai Sungai Volga. Bahasa Korea dan Rumpun Bahasa Altaik Alasan bahasa Korea dipercaya termasuk rumpun Altaik, adalah karena bahasa Korea mempunyai kecirikhasan susunan yang sama dengan bahasa lain yang tergolong rumpun Altaik. Bahasa Korea di Korea Selatan dan Korea Utara. Akibat semenanjung Korea terbagi cukup lama, heterogenitas bahasa antara Korea Selatan dan Korea Utara makin meningkat. Namun, perbedaan bahasa antar Korea, terdapat hanya dari makna kosakata, contoh penggunaan kosakata, istilah baru dan sebagainya, maka tidak ada masalah apa pun dalam komunikasi. Korea Selatan dan Korea Utara berusaha keras untuk mengatasi heterogenitas bahasa seperti itu, misalnya para pakar bahasa Korea Selatan dan Korea Utara bekerjasama meneliti bahasa. 
Bahasa Dialek
Bahasa dialek Korea biasanya terdiri dari 6 jenis. 
1. Dialek daerah timur laut = di propinsi Hamgyeong Utara, propinsi Hamgyeong Selatan dan propinsi Yanggang di Korea Utara.
2. Dialek daerah barat laut = di propinsi Pyeongan Utara, propinsi Pyeongan Selatan, propinsi Jagang, dan daerah bagian utara propinsi Hwanghae di Korea Utara.
3. Dialek daerah tenggara = di propinsi Kyeongsang Utara, propinsi Kyeongsang Selatan, dan sekitarnya.
4. Dialek daerah barat daya = di propinsi Cheola Utara, dan propinsi Cheola Selatan.
5. Dialek pulau Jeju = di pulau Jeju dan pulau-pulau sekitarnya.
6. Dialek bagian tengah = di propinsi Kyeonggi, propinsi Chungcheong Utara, Chungcheong Selatan, propinsi Kangwon, dan propinsi Hwanghae
Korea Utara berbagi Bahasa Korea dengan Korea Selatan. Terdapat perbedaan dialek di kedua-dua Korea, tetapi perbatasan Utara dan Selatan tidaklah mewakili perbatasan bahasa secara jelas. Sementara di Korea Selatan lebih liberal, adopsi istilah-istilah modern dari bahasa asing lebih dibatasi di Korea Utara. Hanja (Karakter Cina) tidak lagi dipakai di Korea Utara, meski kadang-kadang masih dipakai di Korea Selatan. Kedua-dua Korea berbagi sistem penulisan fonetik yang disebut Chosongul di utara dan Hanguldi selatan Zone Demarkasi. Romanisasi berbeda di kedua-dua negara, Korea Utara menggunakan sistem McCune-Reischauer dengan sedikit modifikasi, dan Korea Selatan menggunakan Romanisasi Korea yang Direvisi.
Sejarah Aksara Korea
Aksara Korea; Hangul ditemukan oleh King Sejong. Raja ke-4 dari Dinasti Joseon (tahun 1443). Sebelum ada hangul, orang Korea menggunakan hanja (karakter Cina). Namun, alfabet hanja ini dianggap rumit bagi rakyat Korea. Mayoritas orang Korea buta huruf sebelum mengenal hangul.
Jasa Raja Sejong yang paling besar adalah penciptaan abjad hangeul, sistem abjad fonetik yang cocok untuk bahasa Korea.  Sebelum penggunaan hangul meluas, hanya anggota masyarakat dari kalangan bangsawan yang bisa membaca tulisan (hanja dasarnya dipergunakan untuk menulis kata dalam bahasa Korea dengan tulisan Cina, sedangkan sistem hanmun adalah tulisan Cina klasik yang digunakan untuk menulis dokumen). Seseorang harus mempelajari sistem penulisan hanja yang sulit untuk membaca atau menulis. 
Raja Sejong memperkenalkan 28 buah abjad baru agar semua golongan rakyat dapat membaca dan menulis dengan mudah. Hangeul dianggap perlambang identitas budaya untuk Joseon. Abjad hangeul dikeluarkan pada tahun 1446 dan dilarang penggunaanya di awal abad ke-20 saat penjajahan Jepang.



BAB III
PEMBAHASAN

Pembinaan Bahasa Korea
Bahasa Negara resmi Korea yaitu bahasa Korea secara tunggal atau biasa disebut Hangugeo di Korea Selatan, dan Chosonmal di Korea Utara. Dengan nama aksara/alphabet hangeul. Meskipun Hunminjeongeum diamanatkan, namun dokumen resmi tetap dicatat dalam huruf Cina. Setelah titah raja berisi huruf Korea harus dipakai sebagai pengganti huruf Cina, yang dikeluarkan di bulan Nopember tahun 1894, huruf Korea menjadi bahasa negara yang resmi setelah 450 tahun berlalu sejak Hunminjeongeum diciptakan.
Nama 'Hangeul' diciptakan oleh sarjana Ju Shi-kyeong, hingga dipakai sejak tahun 1913 lalu. Setelah itu, nama 'Hangeul' disebarluaskan setelah majalah rutin berjudul 'Hangeul' diterbitkan tahun 1927. 'Hangeul' bermakna 'bahasa untuk bangsa Korea', 'bahasa agung', dan 'bahasa terunggul di dunia', hingga sama dengan makna istilah Hunminjeongeum. Sesuai dengan yang ditetapkan oleh Institut Pengkajian Bahasa Korea tahun 1933, 4 huruf dari 28 huruf yang aslinya diciptakan, dihapuskan, hingga menjadi 24 huruf, yaitu 14 huruf konsonan dan 10 huruf vokal.
Kehidupan sosial budaya mencatat bahwa kendati Korea berasal dari berbagai kelompok suku bangsa Mongol yang bermigrasi dari utara pada jaman pra-sejarah, tetapi memiliki ciri dan pembawaan khas dalam berbahasa. Seluruh bangsa Korea berbicara dan menulis dalam bahasa yang sama; bahasa Korea. Kenyataan seperti ini hadir sejak masa perjuangan pahlawan Korea dulu. Bahkan imperialis Jepangpun tidak mampu menghadang dan mengubah budaya Korea yang kuat ini di tahun 1910. Homogenitas ini bagi Korea merupakan alat pemersatu untuk senantiasa hidup dalam kebersamaan dan rasa cinta tanah airnya.

Perencanaan Prestise
Sikap orang Korea sendiri terhadap bahasanya, sangat menjunjung tinggi, dan bangga. Sehingga perencanaan prestise dapat dikatakan berhasil di Korea. Bahkan, di Korea terdapat patung King Sejung untuk mengenang jasanya sebagai penemu aksara hangeul.
Di Korea, para pemuda tidak terlalu tertarik/minat terhadap bahasa asing. Karena, ketergantungan Korea terhadap bahasa asing tidak terlalu tinggi. Dari segi tekonologi, hiburan, fashion, mereka sudah unggul, sehingga kemampuan bahasa asing tidak menjadi sesuatu hal yang dianggap penting oleh bangsa Korea.
Pengembangan Bahasa Korea
Kosakata 
Inti dari kosakata Korea terdiri dari kata-kata Korea asli. Bagian penting dari kosa kata, terutama kata-kata yang menunjukkan ide-ide abstrak, adalah kata-kata Sino-Korea ,baik langsung dipinjam dari Cina tertulis , atau diciptakan di Korea atau Jepang menggunakan karakter Cina , dalam cara yang mirip bahasa Eropa meminjam dari bahasa Latin dan Yunani. 
Proporsi yang tepat dari Sino-Korea kosakata merupakan bahan perdebatan. Sohn (2001) menyatakan 50-60%. Kemudian, penulis yang sama (2006, hal. 5) memberikan perkiraan yang lebih tinggi dari 65%. Namun, Jeong Jae-do, salah satu penyusun kamus Urimal Kun Sajeon, menegaskan bahwa proporsi tidak begitu tinggi. Dia menunjukkan bahwa kamus Korea dikumpulkan selama periode kolonial mencakup banyak yang tidak terpakai Sino-Korea kata-kata. Dalam estimasinya, proporsi kosa kata Korea asli dalam bahasa Korea mungkin setinggi 70%. 
Korea memiliki dua sistem angka : satu asli, dan satu yang dipinjam dariSino-Korea. 
Dalam tingkat yang jauh lebih rendah, beberapa kata juga telah dipinjam dari Mongolia , Sansekerta , dan bahasa lainnya. Sebaliknya, bahasa Korea sendiri juga menyumbangkan beberapa kata pinjaman ke bahasa lain, terutama dialek Tsushima dari Jepang. 
Sebagian besar kata-kata pinjaman lain dari Sino-Korea berasal dari zaman modern, 90% dari yang berasal dari Inggris . Banyak kata juga telah dipinjam dari Jepang melalui bahasa-bahasa Barat seperti Jerman ( areubaiteu "pekerjaan paruh waktu", allereugi "alergi", gibseu atau gibuseu "gips digunakan untuk tulang patah"). Beberapa kata meminjam Barat secara tidak langsung melalui Jepang, mengambil pola suara Jepang, misalnya "lusin"> ダース Dasu> 다스 daseu. 
Pinjaman Barat paling tidak langsung sekarang ditulis menurut aturan hangulization saat ini untuk bahasa Barat masing-masing, seakan meminjam secara langsung. Ada pinjaman lebih rumit sedikit seperti "Jerman (y)" (lihat nama-nama Jerman ), bagian pertama yang endonym [d̥ɔɪ̯t͡ʃ ʷ Lant ʰ.] Jepang diperkirakan menggunakan kanji 独逸 Doitsu yang kemudian diterima dalam bahasa Korea dengan Sino-Korea ucapan mereka: 独 dok + 逸 il = Dogil . Dalam penggunaan resmi Korea Selatan, sejumlah lainnya Sino-Korea nama negara telah diganti dengan hangulizations fonetis berorientasi endonyms negara-negara 'dari nama Inggris. 
Karena seperti prevalensi bahasa Inggris di budaya modern Korea dan masyarakat, hanya dihindari bahwa rasa diglosia muncul. Hal ini tidak jarang ditemukan kasus di mana orang akan mencampur kedua bahasa Inggris dan Korea dalam kalimat yang sama. Kosakata bahasa Korea adalah kata pinjaman% sekitar 5 (tidak termasuk Sino-Korea kosakata); orang sering menggunakan kata bahasa Inggris dan akhirnya kode-switching tanpa menyadarinya. Hal ini sering disebut sebagai konglish . [19] 
Seperti di Jepang, Korea menggunakan kata diadaptasi dari bahasa Inggris dengan cara yang mungkin aneh bagi penutur asli bahasa Inggris.
Misalnya, dalam sepak bola pos (헤딩) digunakan sebagai kata benda yang berarti 'header', sementara pertempuran (화이팅) adalah istilah dorongan seperti 'datang' / 'pergi (di)' dalam bahasa Inggris. Sesuatu yang 'layanan' (서비스) adalah gratis atau 'di rumah'. Sebuah bangunan disebut sebagai 'terpisah' (아파트) adalah 'apartemen' dan jenis pensil yang disebut 'tajam' (샤프) adalah pensil mekanik.
Kosakata Korea Utara menunjukkan kecenderungan untuk lebih memilih bahasa Korea selama pinjaman Sino-Korea atau asing, terutama dengan tujuan politik terakhir yang bertujuan menghilangkan pengaruh asing pada bahasa Korea di Utara. Pada tahun-tahun awal, pemerintah Korea Utara mencoba untuk menghilangkan kata-kata Sino-Korea. Akibatnya, Korea Selatan mungkin memiliki pinjaman Sino-Korea atau asing beberapa yang tidak di Korea Utara. 
Sistem penulisan bahasa korea yang asli disebut Hangul yang merupakan sistem silabik dan fonetik. Aksara-aksara sino-korea (Hanja) juga digunakan untuk menulis bahasa Korea. Walaupun kata-kata yang paling umum digunakan merupakan hangul, lebih dari 70% kosa kata bahasa Korea terdiri dari kata-kata yang dibentuk dari Hanja atau diambil dari bahasa Mandarin.
Huruf ini diperkenalkan oleh Raja Sejong pada abad ke15, yang dikenal sebagai Hunmin Jeongeum. Namun istilah Hangul baru dikenal pada permulaan abad ke 20. Setelah Hangul digunakan pun, Hanja masih tetap dipakai, sedang hangul dipakai oleh orang-orang yang tidak perpendidikan, wanita, dan anak-anak.
Namun seiring perkembangannya, Hangul makin banyak digunakan bahkan pada abad ke 19 dan permulaan abad ke 20, pada saat itu penggunaan Hangeul dan Hanja seimbang. Namun kini, Hanja hanya dijumpai pada tulisan-tulisan akademik dan resmi, sedangkan hampir semua papan nama, jalan, petunjuk, bahkan tulisan-tulisan informal ditulis dalam Hangeul.
Produk Pengembangan Bahasa Korea
Seperti halnya negara lain, negara Korea juga memiliki kamus bahasa Korea (Hangugeo). Penggunaan kamus ini dapat memudahkan pembelajaran bahasa Korea. Terutama untuk warga negara asing yang bekerja/belajar di Korea. Dengan adanya kamus bahasa Korea (Hangugeo), dapat terdata macam-macam kosakata bahasa Korea beserta dengan penulisannya (aksaranya). Hal ini menjadi tanggung jawab Institusi Nasional Bahasa Korea (badan bahasa versi Korea). Badan inilah yang mengurus katalogus bahasa di Korea. Sehingga, dapat terinput bahasa Korea dan aksara hangeulnya.
Status Resmi Bahasa Korea
Korea adalah bahasa yang resmi dipakai di Korea Selatan dan Korea Utara. Hal ini juga salah satu dari dua bahasa resmi Korea Yanbian Prefektur Otonomi di daerah China.
Di Korea selatan, Badan Pengawas Bahasa untuk daerah Korea ini adalah Seoul berbasis Institut Nasional Bahasa Korea yang pada saat itu diciptakan oleh dekrit presiden pada tanggal 23 Januari 1991. Sedangkan di Korea Utara, badan pengawas bahasa yang ada di wilayah negara bagian ini adalah institut bahasa dari akademi Ilmu Sosial (Kwahagwon Ohak Yonguso).
Bentuk pelindungan bahasa Korea yang lain yaitu dengan adanya MOU yang mengatur pekerja asing untuk bekerja di Indonesia, yaitu harus menguasai bahasa Korea, dan dibuktikan dengan tes TOPIK. Hal inilah yang kemudian memunculkan pertumbuhan luar biasa bagi pengembangan bahasa Korea di kancah internasional.
Bahasa Korea dalam Ranah Pendidikan
Pembelajaran bahasa Korea sudah dilakukan sejak tingkat dasar, berdasarkan kurikulum pendidikan di Korea. Pendidikan mengenai dialek bahasa Korea beragam daerah juga diperhatikan. Sebab, adanya kerumitan dialek antar daerah di Korea.
Melalui pendidikan, juga ditekankan kecintaan pada negeri (nasionalisme). Sehingga, Korea dapat menciptakan iklim prestise yang mampu mendukung pembelajaran bahasa di Korea.
Serta berkembangnya pendidikan lintas bangsa dengan penggunaan bahasa Korea, terutama di kota Busan. Kota ini lebih terbuka terhadap bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia. Namun, dalam pembelajarannya tetap diutamakan penggunaan bahasa pengantar Korea.
Bahasa Korea dilihat dari kacamata budaya
Sejak hiruk pikuk Piala Dunia 2002 di mana Korea menjadi tuan rumah bersama dengan Jepang hingga tahun 2010 di mana pengaruh budaya Korea semakin terasa,beberapa stasiun televisi swasta di Indonesia gencar bersaing menayangkan film-film, sinetron-sinetron, dan musik Korea. Bahkan, terdapat beberapa sinetron Korea yang‘sukses’ di layar kaca, sebut saja Winter Sonata, Endless Love, Dae Jang Deum, dan Boys Befote Flowers. Segelintir yang kemungkinan besar diingat oleh pecinta Korea diIndonesia. 
Sinetron-sinetron buatan negeri ginseng ini telah berhasil menarik perhatian sebagian masyarakat Indonesia, bahkan beberapa bintang sinetron tersebut telah menjadi idola di tanah air. Hal ini baru berbicara mengenai situasi di Indonesia, padahal Korea telah berhasil mengekspor budaya popnya ke penjuru dunia pada awal abad ke-21ini. Situasi di atas adalah sebagian kecil dari apa yang disebut Hallyu_istilah buat-an yang bermakna pengaruh budaya modern Korea di negara-negara lainyang mulai merebak di banyak negara Asia, termasuk Indonesia. Terlebih lagi, fenomena K-Popyang mulai menggelegar dan menyambangi pecinta Korea mulai tahun 2009 hingga 2010 dengan serbuan artis artis boy-band dan girl band nya (Nugroho, 2010). Secara singkat bisa dikatakan bahwa Indonesia pun ternyata juga tidak jauh berbeda dengan negara-negara Asia lain seperti Cina, Singapura, Taiwan, Malaysia, Thailand, Vietnam dan bahkan Jepang dalam hal besarnya pengaruh Hallyu terhadap negera-negara itu.
Tidak banyak yang menyangka bahwa Korea akan berhasil ‘mengekspor’ budaya popnya sebegitu besar dan gencar seperti halnya yang terjadi dengan budaya pop Jepang yang telah terlebih dahulu menyerbu Asia pada era 90-an. Berhubungan dengan Hallyu ini terutama dengan K-Pop (Korean Pop)-nya akhir-akhir ini, fenomenaHallyu semakin mencengkeram para remaja di seluruh Asia dan kawasan dunia lainnya.Banyak artis Korea semakin menjadi idola para remaja di belahan dunia lain. Hal initerbukti dengan banyaknya konser-konser artis Korea yang diadakan karena diundang oleh para penyelenggara event dari berbagai negara. Terlebih lagi, banyak yang berhasil terjual habis tiketnya. Selain itu banyak pula situs-situs dan jejaring sosial tentang artisKorea yang didedikasikan khusus untuk para pemain drama Korea dan para penyanyi Korea yang bisa diakses oleh para penggemarnya. Sekarang, pertanyaan yang timbul dari situasi tersebut adalah adakah hubunganHallyu (baca: budaya Korea modern) dengan bahasa Korea? Secara mudah bisa digambarkan bahwa fenomena tersebut secara tidak langsung semakin membuat bahasa Korea semakin terkenal.
Semua produk budaya ‘modern’ Korea tersebut adalah asli Korea dalam arti baik lagu, sinetron, maupun filmnya memakai medium bahasa Korea sebagai bahasa pengantarnya. Sudah barang tentu, saatmemasuki negara-negara lain dan dikonsumsi oleh para konsumen di belahan negaralain, produk tersebut banyak yang masih menggunakan bahasa Korea sebelum melalui proses sulih suara terutama untuk drama. Di sinilah letak salah satu keberhasilan bangsa Korea dalam memperkenalkan bahasanya.
Apabila sebelumnya publik Asia lebih dulu terbiasa dengan bunyi bahasa Mandarin atau Jepang, maka sejak dekade awal abad ke-21 ini, bahasa Korea telah mulai terbiasa terdengar di radio dan televisi di dunia Internasional; serta mulai terbiasa terlihat oleh mata semua orang baik yang bisa membaca maupun hanya melihat tulisan Hangeul di koran, majalah, dan internet. Apalagi dengan masuknya teknologi dwi-bahasa pada acara-acara televisi tertentu, bahasa Korea dalam sinetron maupun filmbuatan Korea akhirnya dapat dikenal masyarakat. Khusus mengenai kaitannya denganinternet, ada satu hal yang patut dicatat di sini yaitu, fakta bahwa bahasa Korea beradadi posisi ke-10 sebagai bahasa yang sering digunakan di media internet pada tahun 2009.
Hal ini sudah barang tentu menjadikan bahasa Korea sebagai salah bahasa yang penetrasi dan signifikansinya di ajang global menjadi tak terbantahkan. Sebagai gambaran, bahasa Korea menempati urutan ke-13 dengan pengguna sebanyak 71 juta orang di dunia ini sebagai bahasa yang paling digunakan. Jumlah ini pun baru dihitungdari Korea Selatan dan Korea Utara, belum termasuk para imigran Korea beserta keturunannya yang sampai saat ini berdiam di Cina, Amerika, Jepang, Rusia, Kanada,Australia, Amerika Selatan, Selandia Baru, Australia, dan negara-negara Eropa serta Asia lainnya.
Kajian Korea
Istilah kajian Korea muncul setelah tercapainya kemerdekaan nasional pada tahun 1945, dengan adanya upaya-upaya dari komunitas akademik untuk mengembangkan penelitian mengenai Korea, meliputi sejarah, masyarakat, budaya, serta sistem politik Korea. Penelitian akademik telah ditekan atau didominasi oleh sudut pandang Jepang selama 35 tahun masa penjajahan Jepang. 
Dengan semakin banyaknya para ilmuwan asing yang terlibat dalam kajian Korea pada dekade-dekade terakhir ini, pemerintah telah mendukung kegiatan penelitian dan pendidikan melalui Akademi Kajian Korea yang didirikan pada tahun 1978 serta Program Pascasarjana Kajian Korea, yang dibuka dua tahun kemudian sebagai bagian dari 
Akademi Kajian Korea. Sampai bulan Februari 2006, akademi milik pemerintah ini telah menghasilkan 466 lulusan dengan gelar magister dan 200 dengan gelar doktor dalam tujuh disiplin ilmu yang berbeda – sejarah, filsafat dan etika, bahasa dan kesusastraan, kesenian, kebudayaan dan agama, politik dan ekonomi, kemasyarakatan dan pendidikan. 
Konferensi internasional dalam bidang Kajian Korea Kelas-kelas budaya membantu mahasiswa-mahasiswa asing untuk mampu menguasai musik tradisional Korea. Sepanjang tahun perkuliahan, akademi ini memiliki 201 mahasiswa Korea dan mahasiswa asing yang terdaftar pada program-program magister dan doktor. Lulusan asing akan kembali ke negara asal mereka untuk kemudian bekerja sebagai dosen atau peneliti dalam bidang kajian Korea. Di luar negeri, kajian Korea telah banyak menarik perhatian, dan kuliah-kuliah yang berhubungan 
dengan kajian Korea kini terdapat di 735 universitas di Cina, Jepang, Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Jerman, Thailand, Vietnam, Polandia, Denmark, Swiss, Ukraina, Hongaria, dan di negara-negara lain.
Jumlah mahasiswa asing yang mendaftar untuk mengikuti kursus-kursus bahasa Korea semakin meningkat di universitas-universitas di Seoul, termasuk Universitas Nasional Seoul, Universitas Yonsei, Universitas Korea, serta Universitas Wanita Ewha.
Dampak Kemajuan Ekonomi Korea terhadap Bahasa Korea
Negara Korea merupakan negara penting di Asia bahkan di dunia. Sejak kemerdekaan tahun. Korea berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi luar biasa, melalui pengembangan industri dan perdagangan yang mulai mempengaruhi dunia internasional. Hal ini dapat menjadi langkah yang mapan bagi Korea untuk memperkenalkan bahasa dan budayanya. Meskipun, bahasa Korea tidak setenar bahasa mandarin, dan budaya Korea masih jauh popularitasnya di bawah Jepang, namun, kemajuan ekonomi dapat menjadi langkah strategis untuk memperkenalkan identitas bahasa Korea di kancah internasional.
Di tahun ke-53 kemerdekaannya, Korea sudah mulai bersaing dengan negara-negara maju. Amerika Serikat, Perancis, bahkan Jepang, telah mengakui keberadaan Korea sebagai negara yang telah menaiki jalan ke ara internasionalisasi globalisasi. Dunia pendidikan mencatat, angka rasio tuna aksara di Korea hampir nol persen. Kontingen pemuda calon teknisi Korea sering memperoleh juara umum dalam Olimpiade Keterampilan Nasional. Di Libya, perusahaan pembangunan Korea telah dipercaya untuk menangani konstruksi pemasangan pipa saluran irigasi raksasa antara Tazaerbo dengan Sarir sepanjang 1.870 km. Korea pun tercatat sebagai negara produsen terbesar di bidang galangan kapal. Selain itu pula banyak negara semakin dikenal barang-barang elektronik, industri besi baja, mobil, kapal laut, dan komputer yang diproduksi Korea. Sebut saja Hyundai yang mengekspor mobil Exel dan Daewoo yang bekerjasama dengan General motor. Produk Daewoo dengan Leading Edge-nya yang menembus pasar Amerika untuk sebuah produk komputer. Dan produk-produk unggulan lain, seperti Arka/Samsung, Maspion, Goldstar.
Pembangunan ekonomi Korea yang berorientasi pada pertumbuhan dan didominasi oleh ekspor sejak tahun 1960-an terjadi begitu pesatnya sehingga Korea memperoleh julukan “Keajaiban di Sungai Hangang” pada tahun 1970-an. Berikutnya, Seoul sukses menjadi tuan rumah Olimpiade ke-24 pada tahun 1988, dan Korea bersama dengan Jepang menjadi tuan rumah pertandingan sepakbola Piala Dunia FIFA 2002. Melalui peristiwa-peristiwa ini, Korea telah berhasil menunjukkan pada dunia warisan budayanya yang kaya dan kecintaannya akan seni, serta teknologinya yang modern. Pada tahun 1950-an Korea masuk dalam daftar negara-negara miskin. Kini, ekonomi Korea merupakan terbesar ke-13 di dunia, dan bangsa Korea semakin yakin akan mampu menjadi pemimpin ekonomi global di milenium yang baru ini. 


BAB IV
PENUTUP

Simpulan
Bahasa Korea (한국어/조선말) adalah bahasa yang paling luas digunakan di Korea, dan merupakan bahasa resmi Korea Selatan dan Korea Utara. Bahasa ini juga dituturkan secara luas di Yanbian di Cina timur laut. 
Seluruh rakyat Korea berbicara dan menulis dalam bahasa yang sama, yang menjadi faktor penentu dalam pembentukan identitas nasional. Bahasa Korea memiliki beberapa dialek di samping dialek umum yang digunakan di Seoul. Hanya dialek dari Propinsi Jejudo saja yang begitu berbeda sehingga sulit dipahami oleh penduduk dari propinsi lain.
Studi-studi linguistik dan etnologi telah mengklasifikasikan bahasa Korea dalam keluarga bahasa Altaic, yang mencakup bahasa Turki, Mongol, dan Tungus-Manchu.
Raja Agung Sejong mempersiapkan serta membantu menciptakan alfabet Korea Hangeul pada abad ke-15. Sebelum alfabet ini terbentuk, prosentasi jumlah penduduk Korea yang bisa membaca relatif kecil. Hanya sedikit rakyat Korea yang mampu menguasai huruf-huruf Cina yang sulit, yang digunakan oleh kaum kelas atas.
Sebelum mengembangkan sistem penulisan bahasa Korea, Raja Sejong mempelajari beberapa sistem penulisan yang terkenal pada masa itu, misalnya yang terdapat pada naskah-naskah Uighur dan Mongol, serta huruf-huruf segel Cina.
Bagaimanapun juga, sistem yang diciptakan oleh para cendekiawan Raja Sejong sebagian besar didasarkan pada fonologi. Mereka mengembangkan dan menerapkan teori yang membagi setiap suku kata menjadi fonem awal, tengah, dan akhir, yang berlawanan dengan fonologi tradisional Cina yang membagi suku kata menjadi dua bagian saja.
Hangeul yang terdiri dari 10 huruf vokal, dan 14 huruf konsonan, dapat digabungkan untuk membentuk kelompok-kelompok suku kata yang berjumlah banyak. Sistem alfabet ini sederhana namun sistematis dan bersifat menyeluruh, serta dianggap sebagai salah satu dari sistem penulisan paling ilmiah di dunia. Hangeul mudah dipelajari dan dituliskan sehingga sistem ini mampu memberikan sumbangan besar dalam tercapainya rata-rata melek huruf yang tinggi serta majunya industri penerbitan di Korea.
Jumlah mahasiswa asing yang mendaftar untuk mengikuti kursus-kursus bahasa Korea semakin meningkat di universitas-universitas di Seoul, termasuk Universitas Nasional Seoul, Universitas Yonsei, Universitas Korea, serta Universitas Wanita Ewha.


DAFTAR PUSTAKA

Kristianto, Bayu. 1973. Fakta-Fakta Tentang Korea. Jakarta: Pelayanan Kebudayaan dan Informasi
Fotunadi, Didik dkk. 1998. Korea yang Saya Kenal. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
http://world.kbs.co.kr/indonesian/korea/korea_aboutlanguage.htm
http://www.korea.net
http://www.wikipedia.org

Kamis, 10 Desember 2015

Perang Badar; Perang Perdana Pasukan Muslim

1400 tahun yang lalu, di bulan suci Ramadhan, Allah menunjukkan kuasanya, bahwa yang haq akan membungkam yang batil. 1400 tahun yang lalu.. menjadi catatan bersejarah yang begitu penting untuk diketahui oleh seluruh umat muslim yang ada di muka bumi ini. 1400 tahun yang lalu.. Allah membuktikan janjiNya lewat perang badar; perang perdana pasukan muslim melawan pasukan Quraisy. Perang Furqan (pembeda) antara yang haq dan yang batil.
 Perang ini bermula ketika Rasulullah mendengar kabar bahwa Abu Sufyan memimpin sebuah karavan besar yang membawa ratusan unta, dan membawa keuntungan besar dari perdagangan di Suriah, untuk kaum Quraisy. Ketika berita ini sampai ke telinga Nabi Muhammad, maka Rasullullah memutuskan untuk menghadang karavan Abu Sufyan. Berusaha untuk membalas tindakan keji yang pernah dilakukan suku Quraisy terhadap umat muslim ketika dulu mereka masih tinggal di Mekkah. Ketika dulu, Quraisy merampas harta benda mereka, merampas rumah, tanah, bahkan membunuh sebagian dari orang-orang beriman. Rasulullah ingin mengganti kerugian yang pernah menimpa kaumnya.
Maka, 313 pasukan muslim keluar dari madinah, untuk menghadang karavan Abu Sufyan. Akan tetapi, Abu Sufyan cerdik. Ia mengetahui rencana pasukan muslim. Maka, ia melewati jalur lain untuk menuju ke Mekkah, dan memberitahu Abu Jahal perihal rencana Rasulullah. Memberitahu bahwa pasukan muslim keluar dari madinah menuju ke padang Badar. 
Abu Jahal, dengan naluri kejinya merencanakan pertempuran melawan pasukan muslim. Ia menurunkan seribu pasukan untuk berhadapan dengan kaum muslimin. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah tertunduk malu, dan merasa telah mengecewakan kaumnya. Ia dihadapkan pada dua pilihan; kembali ke Madinah tanpa membawa apa-apa, atau bersiap diri menghadapi pasukan Quraisy yang jumlahnya bisa 3-4 kali lipat dari jumlah mereka. Maka, Rasulullah meminta persetujuan kepada kaum muslimin.
“Aku menjanjikan pada kalian satu hal, tapi sekarang menjadi perang dengan orang-orang yang jumlahnya 3-4 kali lipat dari jumlah kita.dan mereka lebih siap daripada kita? Lalu, bagaimana menurut kalian?”
Abu Bakar adalah sahabat pertama yang berdiri, dan menunjukkan dukungannya, dengan berkata; “Wahai Rasulullah pergilah! Kami berada di belakangmu!”
Kemudian Umar bin Khattab berdiri, dan menyatakan dukungannya, dengan berkata; “Wahai Rasulullah pergilah! Kami berada di belakangmu!”
Kamudian Al Miqdad bin Aswad berdiri, dan menyatakan dukungannya, seraya berkata; “Wahai Rasulullah.. wahai Rasulullah.. apakah engkau pikir kami akan mengatakan apa yang dikatakan oleh kaum bani Israel ketika Nabi Musa memerintahkan mereka untuk memasuki Yerussalem. “Engkau dan Tuhanmu pergilah. Kami tetap di sini.”
Kami tidak akan mengatakan apa yang dikatakan oleh Bani Israel, kami akan berkata; Engkau dan Tuhanmu pergilah. Kami ikut di belakangmu.
Akan tetapi, ketiga pasukan tersebut adalah kaum Muhajirin, Rasulullah ingin mendengar pendapat dari Kaum Anshar. Sa’ad bin Mu’adh (pemimpin kaum Anshar), yang disabdakan oleh Rasulullah; “inilah seseorang yang karena kematiannya, singgasana Allah berguncang!”. Sa’ad berkata; “Wahai Rasulullah, Allah mengutusmu kepada kami dengan kebenaran. Dan kami mengimaninya. Kami mengikutimu. Engkau perintahkan kami, kami mematuhimu. Engkau larang kami, kami meninggalkannya. Wahai Rasul.. Wahai Rasul.. Kami telah bersumpah dan berikrar kepadamu bahwa kami akan berada di sisimu bagaimanapun situasinya. Dan demi Allah.. bahkan jika engkau melintasi samudra.. kami akan tetap berada di belakangmu.
Karena keteguhan iman para sahabat, akhirnya Rasulullah memutuskan untuk perang melawan musuh-musuh Islam.
313 pasukan, 2 kuda, dan 70 unta melawan 1.300 pasukan, 200 kuda, dan 1000 unta. Where is balance here?? Dan dalam perang ini, pasukan muslim tidak siap. Mereka memang datang ke sini bukan untuk tujuan perang. Sehingga persenjataan yang mereka bawa tidak seberapa. Tapi keteguhan iman yang telah menariknya dari kepasrahan, dan tekad kuat menolong agama Allah. 
Pasukan muslim mendirikan tenda dan beristirahat, sebelum menghadapi pertempuran. Allah SWT menurunkan hujan yang deras demi memberikan ketenangan dan kenyenyakan tidur bagi para kaum muslimin. 
Menjelang perang, Rasulullah tidak henti-hentinya berdoa, menengadahkan tangan tinggi-tinggi.
“Ya Allah.. jika tidak Engkau menangkan pasukan ini.. maka, tidak ada lagi yang akan menyembahMu, ya Allah..”
Ya.. siapa lagi, pasukan muslim yang tersisa? Jika ke-313 pasukan tersebut syahid di perang badar. Sebab, mereka adalah umat-umat pilihan.
Abu Bakar berusaha menenangkan Rasul.
“Ya Rasul.. percayalah.. bahwa Ia tidak akan mengingkari janjiNya padamu”
Dan tibalah.. pertempuran yang disaksikan langit dan bumi. Pertempuran yang bersejarah bagi umat Islam. Seribu malaikat turun menolong pasukan muslim. 
Pasukan muslim terbagi ke dalam dua pleton. Pleton Anshar dipimpin oleh Sa’ad bin Mu’adh, dan pleton Muhajirin dipimpin oleh Ali. Dan Mushab bin Umair memegang panji. Zubair dan Miqdad menunggangi kuda yang akan berhadapan dengan 200 kuda milik pasukan Quraisy.
Di pertempuran ini, Bilal berhasil membalas dendamnya pada majikannya, Umayah bin Khalaf yang pernah menyiksanya sewaktu dulu ia masih menjadi budak Umayah. Di pertempuran ini, 70 pasukan Quraisy terbunuh, dan 70 pasukan Quraisy ditahan, sementara dari kubu pasukan muslim hanya 14 yang syahid. Benar-benar di luar logika perang. Tapi Allah SWT telah membuktikan janjinya. Bahwa yang haq akan membungkam yang batil. Bahwa selamanya, keburukan takkan mampu menundukkan kuasa langit. Pertempuran Badar telah menjadi saksi sejarah betapa kuasa Allah begitu nyata, dan kemenangan Islam akan berpihak kepada mereka yang benar-benar dekat dengan Rabb-Nya. Seandainya dulu, pasukan muslim kalah melawan pasukan Quraisy, kan adakah Islam saat ini? Bersyukurlah dengan cahaya iman yang telah diberikan oleh Allah SWT.




~Teosofi Freemasonry~


Dari judulnya agak berat ya sob?? Tapi tenang ajah .. saya nulisnya dalam bentuk bahasa informal yang rada bloggy. Walaupun tulisan ini lahir dari aktivitas ngedengerin ceramahnya ustad Akmal Syafril di malam Ramadhan ke-24 di Mesjid Labschool. You know laah.. ustad Akmal dengan segala intelektualitasnya cenderung ngasih pemahaman yang butuh daya jangka berpikir tinggi. Kalo nggak tau dasar temanya, agak ribet buat nangkep kata-kata ustad Akmal. Apalagi kalo kata-katanya berbahasa Inggris.. Zzzz 
Freemason? sebuah organisasi yang diprakarsia bangsa Yahudi, dan memiliki pengaruh besar terhadap tatanan kehidupan di dunia ini. Walaupun organisasi ini bentukan Yahudi, tapi nggak semua anggotanya adalah orang Yahudi, non-Yahudi pun ada, atau Yahudi kelas 2 (Ngaku Yahudi, tapi bukan dari ras Yahudi).
Di manapun agen freemason berada, tujuannya jelas: “menghapus pemisah antar manusia” Dan maksud dari kata pemisah itu adalah: agama. Waaw?? Can you imagine?? Life without religion?? Organisasi ini bukan semata-mata organisasi rahasia. Soalnya semua orang juga tau lah yaa.. organisasi ini ADA. Tapiiii.. organisasi ini punya rahasia. Yeah.. they have secrets. Bahkan, ketika dlu ada buku karangan PH Steven yang sedikit/banyak ngasih tau kita soal Freemason, buku itu langsung ludes di pasaran. Why?? Cause freemason don’t want everybody know them well.
Organisasi ini nggak mengklaim dirinya Yahudi, Islam, etc.. bagi mereka, semua agama sama (plural). Tapi ada agama di atas agama (yang derajatnya lebih tinggi), yaitu kebenaran. Jadi, agama-agama lain selevel di bawah kebenaran. There is no religion higher the truth. 
Terus, siapa yang menopang gerakan freemason?? Yaitu para tokoh-tokoh teosofi (teo: tuhan, sofi: kebijaksanaan). Dan para tokoh-tokoh teosofi banyak menebar kerusakan di Indonesia (lebih tepatnya di Pulau Jawa). Ggrrr... Teosofi identik dengan lambang Ular. Bagi kepercayaan umat nasrani/yahudi, ular merupakan perwujudan dari iblis di surga. Sebab iblis yang menggoda hawa berwujud ular. Dalam logo teosofi, terdapat gambar ular melingkar, memakan ekornya. Terdapat bintang daud, salib, dan .. satu lagi saya lupa apa namanya..
Teori orang-orang barat, para teosof-ers, yang agak membingungkan adalah mengenai kaitan agama dan pengetahuan. Menurut nalar mereka, buah yang ditawarkan iblis kepada Adam dan Hawa adalah buah pengetahuan. Jadi, seolah-olah Tuhan nggak mau kalau manusia berpengetahuan. Karena semakin banyak yang dia tahu, maka semakin jauh dari agama. Seolah-olah agama melarang kita untuk tahu. Dan agama dianggap sebagai sumber kefanatikan, kebodohan, ketidaklogisan dan sebangsanya. Jika ada pilihan, lebih memilih pintar? Atau beragama. Maka para agen freemason lebih memilih pintar. Dan udah fix! Mereka adalah para haters agama.
Teori evolusi yang dikembangkan pemikir barat, merupakan rancangan luar biasa untuk menjauhkan manusia dari agama. So.. mereka hobi banget ngotak-atik istilah evolusi. Mereka beranggapan yang hadir saat ini lebih baik dari yang lebih dulu hadir. Atau.. ujung selalu lebih baik dari pangkalnya. Dan kulit putih lebih baik dari kulit hitam. Tapi anehnya, kalo udah bicara soal tiga agama samawi. Teori ini dirombak. Jadii.. walaupun Islam lebih muda dari agama-agama sebelumnya, tetep ajah Islam nggak dianggap lebih baik.. huhu.. 
Terus?? Apa sih?? Kerusakan yang udah diperbuat freemason di negeri kita?? Yang paling jelas adalah.. Indonesia nggak bisa lepas dari kebatinan. Dari hal-hal magis, animisme, dinamisme, dan kawan-kawannya. As we know.. freemason itu dekat dengan julukan penyembah setan. 
Ada banyak tokoh-tokoh teosofi di Indonesia, yang sangat berpengaruh. Bahkan lahirnya pancasila tidak lepas dari pengaruh teosofi, yang menjadikan Pancasila terasa multitafsir. Pancasila tidak bisa menjelaskan siapa dirinya sendiri?? Tergantung golongan mana yang menafsirkan. Apalagi, lima dasar ini hasil bentukan figur-figur yang dulu mengenyam pendidikan di Sekolah Belanda. Pengaruh barat begitu kental di akar pemikiran mereka. Kalau kita mengklasifikasikan dua hal, perjuangan bangsa ini untuk merdeka, terdiri dari dua hal: lewat perjuangan bersenjata (yang diwakili golongan ulama; para jihadis), dan perjuangan diplomasi (yang diwakili kaum berdasi.. yang katanya lebih cerdas). Ya.. jelas cerdas! Karena mereka berpendidikan lebih tinggi. Dan pendidikan itu di bawah pengaruh para penjajah. Dan perlu kita tahu nih.. ketika penjajah datang.. terjadilah apa yang dimaksud dengan deIslamisasi. Weew.. tadinya kita Islam banget lho.. tapi dijauhkan lewat program yang dilancarkan kaum zindiq. Apakah selamanya kita takluk pada kendali pikiran yang membuat kita berpikir ulang; to be the real muslim??

Senin, 16 November 2015

Lima Pemuda yang Lahir dari Sebuah Lorong



di lorong itu
dua kilometer dari kesunyian malam
kelak kau temui lima pemuda yang akan menopang bumi
hingga gravitasi tak lagi punya nama
pemuda pertama adalah yang mengikat bumi dalam serat mega
pada titik lapis cakrawala yang paling langit
pemuda kedua adalah yang mengganjal poros bumi
hingga tak kau lihat lagi pergantian siang dan malam
pemuda ketiga adalah yang memutus orbit
hingga keadaan benar-benar diam
pemuda keempat adalah yang mengerahkan massa
menuju satu titik untuk menggoyangkan bumi
pemuda kelima adalah yang menyeru pada apa yang dia mau
lalu dunia ini seperti bandul yang bergoyang
saat waktu menunjukkan pukul dua belas siang




Jumat, 06 November 2015

Gun Ownership in America



Assalamu’alaikum Wr. Wb.
The honorable adjudicators
The honorable time keeper
And all of you here..
Good Afternoon ladies and gentleman..
First of all, I give thanks for always kept in Allah SWT, who favouring me well condition. So, I can stand here to deliver my speech.
Before deliver my speech, let me introduce my self. My name is Heri Samtani. I’m Indonesian Language and Literature Student, Faculty of Language and Art, in State University of Jakarta.
Today, I feel so glad, I get the chance to speak. In English.
Have you ever seen or played Grand Theft Auto Game? Imagine! You are gangster. Yho thieve a car, have inside revolver, carry away peoples’ property, and don’t respect with other people’s soul. And then police will haunt you. Even, helicopter manovers on the sky of your head. Just want to catch you.
But, all of this will be more spectacular, if not only polices who makes you scared, but also, every civil in the city, cause they keep a gun.
This is.. real the Grand Theft Auto Game. This is.. real in America.
When you take your time to think this, perhaps, you will find the question; Why? Why America hand over the liberty to all citizens have the gun? America likes mother for the weapons. That was extremely mad. But, I agree with American federal laws, to point out that America is the superpower nation, has personal defense, and everybody will think twice, to make a trouble with America.
At least, I have three points arguments, why I agree with gun ownership in America. First, as self protection. Second, liberalism ideology level, and the last; to establish national defense force.
First, as self protection from the crime. Gun ownership make everyone to be careful. Careful from the crime, and careful to the crime.
Is it dangerous? I think no! A person is entitled to use a gun for self defense in the U.S., if necessary, but laws in every state establish when a person can use force to defend himself (or another), and whether a person can use a weapon. Someone who intends to carry or keep a gun for self defense purposes should follow state laws on gun ownership and carrying concealed weapons.
Based on US Constitution verse two, everybody have previllage to own the gun, to protect their self.
Beside it, there is brady bill (Constitution about using and controlling minigun by civil)
Second, why I agree with gun ownership in America? Because, America applys liberalism system. This is the reason why everybody want to feel free to own the gun. Everybody feel that they have previllage to own the gun, like they have previllage to have smartphone.
Let’s see the history fact, and compare with Japan. In Japan, gun ownership is limited by goverment. Monarchy’s surface influence government to act dictatorly. It has absolut power. Different with Japan, America lets citizen to have inside the gun. History and culture’s surface both of that country are compoted.
On the last of 18th century, America got away from misery, caused of colonization. It took a gun, and fight for freedom from England. America efort to far away  from suppression. It makes US Constitution verse two, with the purpose to establish local military man who ready to fight. On battle of the world One, America was succes to create two million people who’s eligible to raise the weapon.
Only one year. America ables to assemble military force. This is because, civil have had the skill to take up the weapon, and fight. So that, history and ideology influence American people to respect the freedom and individual previllage.
Third point, or the last of my argument. Gun ownership in America is defense system. Everybody in America are significant force, as civil, and military too.
There is 80 percent of American public who keep on the gun. It means, a third of American has and eligible to take up the gun. Doctrine of amphiby war, said that; aggressor needs amount of soldier triple than amount of soldier hold out.
Ok.. That was the description of my three points argument. As the conslusion, I emphasize once again that I agree with the federal laws in America, that allows people have inside the gun. In my opinion, this federal laws can push the criminal case that happened in every side of America. Cause everyone feel that all of citizen have self protection. Second, this is part of ideology consequences, and history impact. As liberal nation, America uphold the human right and liberty of gun ownership. And the last.. By gun ownership, America can establish soldiers are ready to fight fastly, like battle of world one. Overall, we need more research to know the evident of this contoversial problem. We should compare each federation country with different laws, and know development of criminal case in that country. We just need to respect the different culture, history’s surface, ideology, and type of citizen. All of this influence the laws.
Doesn’t matter America will keep this laws, or take the other way, but the last of my opinion, this laws have inside the power, for the future, can change the world. We just didn’t know.. when this world far away from the piece.
As the close statements, I invite you to remember.. the words have ever said by George S. Patton; “A good plan, violently executed now is better than a perfect plan executed next week.”

Ok.. I think enough,
Thanks for your attention, I’m sorry for my mistakes.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Selasa, 15 September 2015

Dakwah, Cinta, dan Kepasrahan


Oleh : Heri Samtani
(Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNJ)


dakwah adalah cinta
dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu ...

Begitu kata KH. Rahmat Abdullah dalam tulisannya seputar dakwah. Selayaknya cinta, diri ini berserah padanya.  Perasaan itu akan menghinggapi setiap jengkal hidup seorang da’i. Segala yang ia miliki akan dikorbankan untuk dakwah, untuk umat. Segalanya. Tenaga, pikiran, waktu, uang, dan apapun yang ada di dalam dirinya. Bahkan, ketika dakwah menuntut nyawanya, ia mesti siap menjual barang satu-satunya itu, demi menolong agama Allah. 
Teringat ketika pertama kali membuka buku fiqih dakwah. Kutipan yang paling menancap dalam benak saya adalah tentang sekelompok tahanan Mesir yang dipenjara oleh rezim tiran.

Ya Naqib (pemimpin grup), bagaimana nasib kita bila mereka lemparkan kita ke sarang srigala lapar atau lubang busuk tanpa kehidupan? Dengan mantap Musthafa Masyhur menjawab; “Mereka dapat membuang kita ke tempat manapun yang kita takuti, namun ketahuilah mereka takkan mampu membuang kita ke tempat yang tak ada Allah.”

Lalu, apa yang sebenarnya membuat seseorang menyusuri jalan berkerikil tajam dan tak jelas ujungnya ini? Sementara, ada miliaran orang yang memilih jalan lain, bahkan menebar duri, atau terang-terangan membangun portal; memusuhi dakwah. Dan mengapa? Segolongan orang nekat mengabdikan diri untuk menebar kebaikan, dan membungkam keburukan? Sementara telah banyak kisah mengerikan yang menjadi catatan pilu para syuhada di jalan dakwah. Mengapa, pada akhirnya, jalan ini membuat kita sama-sama meyakini, bahwa Islam itu nyata. 

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru pada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang makhruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(Al-Imran: 104)

Dakwah, ibarat sebuah pesan darurat yang mesti diteruskan  ke setiap penjuru. Minimal, ke orang-orang terdekat yang ada di daftar kontak kita. Tanpa dakwah, risalah Islam hanya akan menjadi dokumen pribadi yang tersimpan di berangkas Rasulullah, dan cinta yang termuat di dalamnya takkan pernah sampai menyentuh hati-hati manusia di muka bumi. Para pendakwah, adalah orang-orang yang menyampaikan pesan itu, memberitahu kabar baik, dan kabar buruk dengan sisipan hikmah di dalamnya. Sehingga, bersamaan dengan itu, ikut masuk cahaya surgawi yang menghangatkan jiwa. 
Eksistensi agama Islam, tidak lepas dari peranan dakwah. Jika di masa-masa awal risalah, agama ini hanya eksis di bumi Arab, kini merambah ke segala penjuru dunia, termasuk di bumi katulistiwa; Indonesia. Celupan Islam yang hari ini kita rasakan, adalah bagian dari akumulasi usaha yang dilakukan oleh para pendahulu, untuk terus menebar agama Islam ke belahan dunia lain. Melintasi benua, mengarungi samudra, dan menyebrang pulau-pulau yang terhampar.
Sebagai orang yang beriman, tentu bukan hal yang benar jika kita menyimpan pengetahuan dan kebenaran itu sendiri. Tanpa ada rasa peduli terhadap orang-orang yang hari ini, belum mengenal Rabb-nya. Banyak orang yang berpendapat; tidak usah kita bersusah payah menggiring orang lain untuk mentauhidkan Allah secara utuh, biarkan saja dia menemukan hidayahnya sendiri. Bukankah, hati-hati mereka berada di bawah kuasa Allah? Pemikiran semacam ini perlu diluruskan. Sejatinya, jalan menuju hidayah itu memang telah terpampang nyata di hadapan manusia. Akan tetapi, seringkali hati mereka ditutupi kesombongan dan lekas berpaling dari jalan yang benar. Maka, perlu ada orang-orang berjiwa mulia yang membersamai mereka di jalan menuju hidayah itu. Orang-orang yang dikatakan Salim A. Fillah sebagai orang-orang yang memetik cinta dari langit, lalu menebarkannya di bumi. Ya, cinta itu ada di langit, sementara umat berada di muka bumi. Butuh, perantara yang menghubungkan langit kepada bumi. Orang-orang yang di dalam hatinya, tersingkap cinta dari langit, lalu ia sematkan cinta itu ke hati manusia yang belum menemukan jalan lurus menuju cintanya Allah. 
Menyerahkan diri di jalan dakwah, berarti siap dengan segala konsekuensinya. Sebab dakwah memintamu untuk pasrah, meminta segalanya yang kau miliki, dan menghisap energimu. Dakwah bukan sekadar menyampaikan. Tapi menuntut hati yang tertawan oleh rasa cinta pada agama Allah, kemudian menghubungkan cinta itu dengan setiap langkah yang diambil. Dakwah akan efektif, jika hati kita senantiasa terpaut pada Allah SWT. Berusaha agar koneksi itu senantiasa terhubung. Agar, objek dakwah lebih menerima segala hal yang kita sampaikan. Kesadaran itulah yang menjadikan dasar penting bagi saya ketika baru mengenal apa sebenarnya dakwah? Dan bagaimana, berdakwah di lingkungan pergaulan kampus? Lingkungan di mana segala macam pertentangan ideologi berkembang, bertubrukan, dan bersaing untuk menjadi yang paling banyak diikuti.
Berada di lingkup kampus, membuat saya mengerti betapa pentingnya dakwah di ranah ini. Meskipun, saya baru mengenal dakwah di semester tiga akhir. Setelah sebelumnya, sibuk membenahi diri. Mereformasi keimanan, dan kurang begitu peduli dengan iman orang lain. Bagi saya, kampus merupakan tempat strategis untuk memproduksi kalangan intelektual dengan ragam bidang profesi, dan tentu saja, variasi ideologi. Sebab, di masa kuliah, mahasiswa dituntut untuk mengolah pikirannya, sehingga mampu bersaing dan menyampaikan argumen kritis. Tidak jarang, saking kritisnya, mahasiswa mulai kehilangan arah, dan lupa bahwa tidak selamanya segala hal bisa ditelusuri/dikritisi secara ekstrem. Sampai-sampai menanggalkan akidah demi bisa disebut sebagai mahasiswa kritis.
Kita tahu, bahwa mahasiswa menjadi ujung tombak perubahan zaman. Sebab mereka yang akan meneruskan tongkat estafet peradaban. Hal yang bersifat futuristik, ada di genggaman mereka, dan semua bidang vital, akan menjadi lahan garapan mereka. Seperti ekonomi, sosial, politik, hukum, dan lainnya, akan berada di bawah kendali para intelektual di negeri ini, yang tentu saja, berakar dari institusi perguruan tinggi. Pada akhirnya, dakwah harus tumbuh di setiap sudut kampus, dan menghisap segala keburukan yang ada, serta memberi keteduhan jiwa bagi para generasi penerus bangsa. Agar, bisa menekan pertumbuhan generasi intelektual yang lemah dari segi spiritual quotient. Dan kampus, harus mampu memproduksi generasi intelektual yang rabbani, dan memiliki fikrah Islami yang kuat.
Dalam surat Al-Alaq ayat 1 diterangkan;

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan

Bukan sekadar membaca, tapi membacanya dengan menyebut nama Allah. Penting sekali, dalam hal ini, mahasiswa memadukan antara hasrat menuntut ilmu, dengan tetap berpegangteguh pada tali agama Allah, agar tidak tersesat dalam tipu daya ilmu duniawi, yang kadang menggiring kita ke jurang kesesatan, dan mendadak menjadi orang yang membenci agamanya sendiri. Bahkan, secara tanpa sadar, berpikiran liberal, dan menjurus ke arah yang lebih berbahaya lagi, yaitu; meragukan eksistensi Tuhan.
Ada banyak variasi dakwah yang bisa diaplikasikan dalam upaya meneruskan risalah. Seperti dakwah bil qudwah, dakwah bil hikmah, dakwah tadwin, dakwah ilmy, dakwah bil hal, dakwah fardhiyah, dan sebangsanya. Bagi saya, variasi dakwah itu bukanlah daftar menu yang mesti kita pilih dan kita sesuaikan dengan budget dan porsi energi yang kita miliki. Akan tetapi, semuanya harus dikombinasikan. Sehingga membentuk kekuatan luar biasa dalam suatu pergerakan dakwah. Inilah yang disebut dengan totalitas dakwah. 
Dakwah bil qudwah, bisa dibilang sebagai dakwah yang dilakukan secara otomatis. Dakwah yang dikemas dalam ibadah. Dengan hanya membaca al-qur’an di pojok mesjid kampus, sudah menjadi sarana dakwah yang efektif. Meskipun dakwah lewat keteladanan sikap memang bukan dakwah yang luas jangkauannya (cenderung sulit menembus hati orang-orang yang masih jauh dari nilai-nilai keIslaman), Akan tetapi, lewat dakwah ini, mampu memotivasi saudara-saudara muslim lain yang menemani kita di jalan dakwah. 
Dakwah lewat hikmah, adalah yang paling berpeluang menembus hati objek dakwah. Berdakwah dengan hikmah, berarti harus siap menyuguhkan sisi lemah lembut dari agama Islam. Hal yang mampu membuat seseorang jatuh cinta pada agama ini. Saya biasa menghubungkan dakwah hikmah, dengan dakwah tadwin. Karena hikmah itu perlu disampaikan lewat cara yang kreatif dan tersebar ke segala lapisan. Apalagi, sekarang zamannya media. Anggap saja, objek dakwah kita adalah robot-robot yang separuh hidupnya ada di dunia maya. Dakwah tadwin saya ter-cover lewat pengabdian diri sebagai tim media centre di Forum Studi Islam Khidmatul Ummah FBS UNJ. Kontribusi yang saya berikan dalam bentuk pembuatan buletin Lebah-KU, desain kreatif dengan aplikasi photoshop, serta pembuatan video pendek inspiratif-Islami dengan brand TV-KU (Televisi Khidmatul Ummah). Banyaknya jumlah pengguna media sosial twitter, facebook, line, dan sebagainya membuat saya tergerak untuk terus menulis, dan memposting status bernilai dakwah. 
Imam Syafi’i pernah mengatakan; jika tidak ada orang berilmu yang mau berjuang dengan penanya, maka orang-orang zindiq akan menari-nari di atas mimbar.
Satu lagi yang mendukung gerakan dakwah adalah prestasi. Menjadikan prestasi sebagai kendaraan untuk berdakwah. Dalam hal ini, lahan perjuangan dalam dakwah yang paling minimal adalah dengan menstabilkan indeks prestasi di atas tiga koma. Dan sebisa mungkin, mampu menjadi mahasiswa berprestasi, minimal di jurusan sendiri, agar nantinya mampu menginspirasi banyak orang, dan menjadi figur yang patut diteladani. Bagi saya, di ranah kampus, dakwah prestasi adalah jalur yang paling efektif untuk berdakwah. Sebab, di sini merupakan kumpulan orang-orang yang mau berpikir, dan keunggulan seseorang dinilai dari catatan prestasinya sepanjang hidup. Cara yang saya lakukan untuk dakwah prestasi adalah dengan mengikuti beragam jenis lomba (terutama lomba menulis), serta berusaha menjangkau IPK di atas 3,75.
Selanjutnya dakwah sosial. Bagi saya, dakwah ini yang paling terasa berat. Sebab, kepekaan sosial kita benar-benar harus diuji. Seberapa cintanya diri ini pada umat. Apakah mampu untuk tidak nyenyak tidur karena memikirkan penderitaan rakyat kecil di negeri ini. Hal yang bisa saya lakukan hanya sebatas turun ke jalan, ikut aksi bersama tim pergerakan kampus. Meneriakkan ketidakadilan, dan kesengsaraan rakyat. Selain itu, dakwah bil hal saya secara langsung masih sebatas keresahan batin. Tiap kali pulang malam dari kampus, saya sering menyaksikan kengerian hidup anak jalanan di perempatan Slipi Petamburan. Pernah suatu ketika, ada seorang anak jalanan yang hendak mengamen di angkot yang saya tumpangi. Ia berteriak memanggil adiknya yang ketinggalan naik. Sang adik berlari, namun kecepatan relatif angkot telah mengalahkan langkah kecilnya. Sang kakak kesal, dan turun dengan cekatan di saat angkot masih melaju. Anak kecil itu raib dari pandangan saya, tergantikan oleh petak-petak cahaya yang menyoroti bagian belakang mobil. Dakwah saya.., tertahan hanya sampai batin. Atau jangan-jangan.. itu bukan bagian dari dakwah.
Berikutnya, dakwah personal. Ini adalah dakwah favorit saya. Karena lebih terasa dari hati ke hatinya. Hasil yang didapat variatif. Kadang, membuat hati ini terharu, ketika melihat objek dakwah berubah menjadi lebih baik. Lebih tekun ibadahnya. Kadang, putus asa karena sulitnya menyematkan celupan Islam ke hati objek dakwah. Tidak jarang, saya menarik diri dari kehidupan personal, demi berjuang mengenalkan orang lain akan keindahan Islam yang belum sepenuhnya mereka rasakan.
Semua bentuk dakwah yang saya jalani, tentu tidak terlepas dari orang-orang yang membersamai. Para saudara di jalan Allah. Jujur, jika liburan datang, bagian tersulit dari menikmati liburan itu adalah rasa rindu ingin berkumpul bersama mereka. Para lokomotor dakwah di Fakultas Bahasa dan Seni UNJ. Seorang sahabat pernah membuatkan kami poster yang berisi tulisan; you never walk alone on DAKWAH. Saya tempel poster itu di lemari, dan memandangnya setiap kali rasa lelah menghampiri. Itulah, cara menyingkirkan rasa penat yang paling sederhana. Selain dari mendengar lagu bingkai kehidupan, atau mars pemuda Islam.
Satu hal penting yang tidak boleh saya tinggalkan sebagai pengemban dakwah adalah; belajar shirah (sejarah). Bagi saya, shirah merupakan kaca spion kita dalam berdakwah. Melirik sepintas ke belakang (flashback), untuk mengetahui strategi apa yang pas untuk dilancarkan. Memodernisasi shirah, menerjemahkannya dan menyesuaikannya dengan zaman. Sederhananya seperti ini, jika ada suatu persoalan, kita perlu melirik referensi shirah yang berkaitan dengan masalah tersebut, lalu diaplikasi dengan sedikit modifikasi agar sesuai dengan zaman saat ini. Misalkan, saya belajar tentang pentingnya berdakwah ke orang-orang penting/para pemegang kekuasaan, atau istilah gaulnya the MVP (the Most Valuable Person), dari kisah turunnya surat ‘Abasa. Perihal kedatangan Abdulllah Ibn Ummi Maktum ketika Rasulullah sedang berdakwah ke para pembesar Quraisy. Begitupun, dengan adanya sisipan dakwah yang strategis saat kita melantunkan Al-Qur’an dengan suara merdu. Ingat kembali, ketika dulu Umar bin Khattab terketuk untuk masuk Islam karena ayat-ayat Al-Qur’an berhasil menelusup masuk ke hatinya. Semua itu penting untuk sama-sama kita pelajari. Belum lengkap rasanya, jika seorang pendakwah belum pernah membaca habis buku shirah nabawiyah.
Kembali ke istilah totalitas dakwah. Entah mengapa, saya suka sekali dengan frase ini. Seolah, setiap detik dalam hidup adalah dakwah. Belajar di kelas, berorganisasi, bahkan sampai makan di kantin... ada sisipan dakwah yang kita pikirkan. Istilah sosialnya; memikirkan umat. Dan siapapun yang sedang memikirkan umat, tentu bukan simpul senyum yang tampil di wajahnya, melainkan lipatan di kening, yang menandakan betapa tugas kita belum selesai. 
Mungkin tidak berlebihan jika saya katakan, bahwa dakwah ini dibangun dari air mata, peluh, dan tubuh yang remuk kelelahan. Menyisakan lingkar mata yang hitam menandakan jam tidur yang tidak sesuai kehendak tubuh. Dakwah ini yang merenggut segalanya yang saya dan rekan-rekan saya miliki. Tapi bukan jalan dakwah namanya, kalau tidak ada keikhlasan untuk merelakan segalanya itu. Bukankah tujuan hidup kita adalah Allah?
Bosan? Lelah? Mengeluh? Ingin lari, dan futur? Seringkali saya rasakan. Tapi lekas-lekas saya teringat dengan tulisan KH. Rahmat Abdullah, bahwa kita mesti terus bergerak sampai kelelahan lelah mengikuti kita. Terus bertahan, sampai kefuturan futur menyertai kita. Lalu, bersamaan dengan itu saya ingat-ingat kembali mengapa dulu memilih jalan ini?
Ada satu hal yang biasa saya keluhkan di jalan dakwah, yaitu; mengapa Allah menghidupkan saya di zaman ini?. Zamannya para pemimpin dzalim. Zaman yang di dalamnya fitnah bertebaran. Menjadi pendakwah, berarti harus siap diolok-olok sebagai teroris, Islam fanatik, dan sebangsanya. Tidak jarang, saya mencukur bulu dagu untuk menyamarkan diri, agar terlihat lebih netral. Barangkali tiga puluh tahun yang akan datang, kita mesti membuat tato (tidak permanen) demi menembus pergaulan objek dakwah. Dakwah sekarang berhadapan dengan perang pemikiran. Perang yang tidak jelas siapa pemenang dan pecundangnya? Yang jelas, selagi para kaum zindiq bebas menebar kesesatan, berarti mereka tengah berada selevel di atas kita.
Lalu, kapan semua ini berakhir? Kapan para pendakwah menemukan muara perjuangannya? Tanya saya di sela-sela kefuturan yang mengigit. Dan saya jawab sendiri pertanyaan retoris itu. Akhir dari sebuah perjalanan dakwah bukan ketika turunnya surat Al-Maidah ayat 3. Akhir dari sebuah perjalanan dakwah bukan ketika Muhammad Al Fatih berhasil menaklukan konstantinopel. Bukan pula ketika fathuh Makkah. Ataupun ketika Islam berhasil menjadi agama terbesar kedua di Amerika. Akhir dari sebuah perjalanan dakwah adalah kemenangan ISLAM, atau mati sebagai syuhada. Mati ketika hati masih bertaut pada kesetiaan akan dakwah. Maka begitulah, saya dan para pejuang sejati, tidak akan berhenti di jalan ini sebelum semuanya berakhir. Sebelum panji-panji itu berkibar, atau selongsong peluru menembus ke dalam daging.

 “Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meinggalkannya.”
(HR. Ibn Hisyam)

***

Kamis, 16 April 2015

Pembredelan Media Islam, Radikalisme Semu, dan Tirani Minoritas

Bagai disambar petir! dan ditikam sudut sempit sebuah bedil!
Begitulah perasaan yang menerkam hati segenap umat Islam Indonesia, ketika BNPT dan Kemkominfo bergandengan tangan membredel situs media Islam. Sebuah tindakan yang memutus arus semangat reformasi, serta menghidupkan kembali era orde baru yang membelenggu kebebasan pers. Hari-hari tirani telah bangkit dari kuburnya. Mencabik-cabik harga diri umat Islam. Dan seperti tak mau tunduk pada kekuasaan yang maha tirani, umat Islam bersatu. Menyuarakan aksi kontra pembredelan situs media Islam. Mereka geram, gregetan, bertanya-tanya, dan tentu; menghujat tokoh-tokoh yang main mata dalam proyek murahan ini lewat media sosial.
Hashtag #KembalikanMediaIslam muncul sebagai trending topic Indonesia di media sosial twitter. Menjadi bukti betapa tidak relanya rakyat Indonesia dengan kebijakan busuk ini. Meme comic berbau kritik bermunculan. Segenap orang mengenang kembali masa-masa dulu. Ketika jabatan Menkominfo masih dipegang oleh Tifatul Sembiring. Lalu, media arus utama (sekuler) bungkam. Bergerilya di balik ratap kesal umat muslim. Tokoh-tokoh sayap kiri menari-nari di atas mimbar. Mengepulkan nafas perjuangan yang telah hampir sampai pada klimaksnya. Ya.. melemahkan kekuatan Islam di Indonesia.
Tak terima diamputasi kebebasan persnya oleh BNPT, beberapa media Islam menggugat. Dalam ruang klarifikasi, ditemui beberapa alasan irasional BNPT terkait pemblokiran 19 situs media Islam. Tudingan radikalisme, domain .(dot) com, memelintir hadis, mengkritisi pemerintahan, propaganda jihad, dan alasan-alasan picik lainnya. BNPT seperti tergesa-gesa memelintir dalih untuk berkilah. Menjaring opini publik untuk memfitnah. Dan pada akhinya, menyulut emosi para konsumen media Islam.
Padahal, tudingan radikalisme merupakan sesuatu yang relatif kebenarannya. Perlu riset yang matang, dan data-data yang jelas sebagai penguat dugaan. Berbeda dengan situs pornografi yang memang jelas-jelas membunuh moral generasi bangsa. Siapapun akan diam-diam ketika membuka situs porno, dan leluasa membuka situs media Islam. Bahkan, jika kita mau berpikir jernih, situs diskusi online faith freedom Indonesia lebih layak untuk diblokir. Karena plek-plek-an melakukan penistaan agama. Tapi apa yang terjadi? Pemilik kekuasaan justru lebih tertarik mengamini nafsu musuh-musuh Islam. Untuk menghentikan arus peradaban agama ini. Agama yang dituding sebagai penebar teror. Oleh mereka yang iri dengan rasionalitas Islam.
Setidaknya, ada tujuh alasan mengapa Media Islam dianggap berbahaya bagi mereka yang dengki terhadap perkembangan Islam. Pertama, Media Islamlah yang selama ini getol menyuarakan konflik di Timur Tengah, atau di mana saja tempat umat muslim ditindas. Kedua, media Islam tidak pernah lelah menyerang ideologi hasil import dari barat; sekulerisme, pluralisme, liberalisme, dan sebangsanya. Ideologi yang telah membentangkan jarak umat muslim Indonesia pada ajaran Islam yang hakiki. Ketiga, sudah menjadi kredo mengekal, bagi media yang independen (bukan kaki tangan pemerintahan) mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang dinilai melanggar portal syariat Islam. Keempat, sudah menjadi rahasia umum, saat ini adalah era digital. Media menjadi lahan dakwah yang subur. Menjadi tempat menjelajahi hikmah kehidupan. Memblokir media Islam, sama dengan membatasi gerak para pengemban dakwah dalam menebar kebaikan. Kelima, media Islam telah menjadi sumber pengetahuan tentang keIslaman yang dianggap terpercaya. Hal ini, tentu menjadi ancaman bagi mereka yang sehari-harinya berpikir untuk menjauhkan umat Islam dari jangkauan ilmu. Keenam, Media Islam cukup produktif. Sebut saja, kiblat.net yang juga merambah di jalur media audio-visual. Ketujuh, eksistensi media Islam merupakan bentuk perlawanan dari propaganda yang setiap hari dilancarkan oleh media arus utama. Sampai-sampai, jutaan umat Islam Indonesia sarapan dengan  propaganda yang dilancarkan lewat surat kabar, televisi, dan media online. Jadi, jika hari ini umat Islam terpecah menjadi dua kubu; yang pro dengan pemblokiran 19 situs media Islam, dan yang kontra, adalah imbas dari kekuatan propaganda yang sejak lama dilancarkan oleh media sekuler. Inti dari propaganda itu adalah; menjauhkan umat Islam dari ajaran yang hakiki. Dan menebar virus Islamophobia.
Pada akhinya, ini bukan hanya soal pembredelan media Islam itu sendiri. Betapapun mereka berusaha sekuat tenaga mematikan dakwah media, nafas perjuangan media Islam akan tetap berhembus. Nadinya berdenyut, dan jantungnya berdetak. Sebab, ada kekuasaan yang jauh lebih tinggi di atas kekuasaan. Semua ini mengenai diri kita sendiri, yang tengah diuji. Seberapa reaktif diri kita menghadapi kasus ini. Dan mengerat tali ukhuwah untuk bersama-sama menjadi singa-singa Allah yang siap menerkam kezaliman. Membela harga diri Islam, dan siap menggali liang lahat untuk mengubur kekuasaan tirani minoritas yang mengancam.