(diajukan sebagai karya tulis ilmiah dalam seleksi Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Bahasa dan Seni UNJ)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era Masyarakat Ekonomi ASEAN telah bergulir sejak
tahun 2015. Negara-negara ASEAN bekerjasama sekaligus bersaing untuk
meningkatkan kemajuan di bidang ekonomi. Tenaga kerja Indonesia harus siap
menghadapi persaingan global. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia berpotensi
besar menjadi pusat strategis pengembangan ekonomi ASEAN. Hal tersebut
dilatarbelakangi dua hal, yaitu Sumber Daya Alam (SDA), dan Sumber Daya Manusia
(SDM). Menurut World Bank (1994), sumber daya alam Indonesia meliputi
minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara,
emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar
10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan
sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km.
Terkait SDM, tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dengan
jumlah angkatan kerja (usia 15-64 tahun) mencapai 70% dari total penduduk.
Dalam menjawab tantangan tersebut, selain meningkatkan kualitas SDM, negara
harus mampu memperkuat diplomasi kebahasaan. Diplomasi kebahasaan dalam kajian
hubungan internasional termasuk dalam kategori diplomasi kebudayaan. Diplomasi
kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha suatu negara dalam memperjuangkan
kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan dalam percaturan masyarakat
internasional, di bidang sosial, ekonomi, dan kebahasaan.
Dalam upaya menjawab tantangan MEA, perlu adanya kekuatan untuk membangun
usaha mandiri berbasis teknologi, dengan target pasaran mancanegara, minimal
regional ASEAN. Salah satu bentuk usaha berbasis teknologi yang sesuai
di era Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah penyediaan sarana digital pembelajaran
Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Perlu
diketahui, di dalam negeri saat ini tercatat tidak
kurang dari 45 lembaga yang telah mengajarkan Bahasa Indonesia bagi Penutur
Asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di lembaga-lembaga kursus.
Sementara itu di luar negeri, pengajaran BIPA telah dilakukan oleh sekitar 36
negara di dunia dengan jumlah lembaga tidak kurang dari 130 buah, yang terdiri
atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI, dan lembaga-lembaga
kursus.
Di era MEA, Bahasa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bahasa
pengantar dalam lintas komunikasi antarnegara ASEAN. Pakar bahasa dari
Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Suhartono, menilai Bahasa Indonesai
berpotensi menjadi Bahasa ASEAN pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dia
mengatakan bahwa ada dua bahasa yang berpotensi menjadi Bahasa ASEAN, yakni
Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu. Namun, ia
meyakini Bahasa Indonesia lebih berpotensi daripada Bahasa Melayu, karena
setidaknya ada empat argumentasi yang ilmiah, meski pemerintah masih perlu
melakukan diplomasi.
Keempat
argumentasi itu adalah Bahasa Indonesia itu sudah banyak dipelajari pada banyak
negara, mudah dikuasai, laju perkembangannya fantastis, dan sebagaian kosa kata
Indonesia juga ada di dalam bahasa negara-negara ASEAN. Bedanya, distribusi
Bahasa Indonesia tidak merata seperti Bahasa Melayu yang ada di Malaysia,
Brunei Darussalam, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan, namun Bahasa
Indonesia di Indonesia sendiri sudah mencapai 60 persen pengguna di tingkat
ASEAN.
Setiap tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia, tentu
harus mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik, dan mengenal kebudayaan
Indonesia. Meskipun pemerintah tidak menerapkan kebijakan ketat terkait politik
kebahasaan, akan tetapi, setiap warga negara asing harus mengaktualisasi diri
bahwa mereka adalah tenaga kerja yang berdayasaing global.
Selain itu, dalam pasal 44 UU No.
24 Tahun 2009, pemerintah juga melakukan upaya penginternasionalan bahasa
Indonesia. Hal ini semakin menambah potensi penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pasal tersebut berbunyi;
1. Pemerintah
meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
2. Peningkatan
fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Berdasarkan realitas itulah, negara seharusnya menerapkan kebijakan khusus
bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Setiap WNA yang ingin
bekerja di Indonesia wajib mahir berbahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya pergeseran bahasa Indonesia akibat pengunaan bahasa asing.
Selain itu, untuk meningkatkan daya efektifitas penyeleksian tenaga kerja
asing. Maka, hanya WNA dengan level kualitas di atas rata-rata saja, yang dapat
bekerja di Indonesia, dan memperoleh posisi penting.
Beranjak dari permasalahan tersebut, pemerintah harus meningkatkan
profesionalitas dan efektifitas pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur
Asing. Negara juga dituntut untuk mengakomodasi pengajaran yang murah, mudah,
dan praktis. Bentuk realisasi dari pengajaran yang murah, mudah, dan praktis
adalah inovasi pembelajaran BIPA, dengan upaya konkret penyediaan media
pembelajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing melalui media laman (website).
Pemilihan
media laman dikarenakan pembelajaran ini harus dikenal luas, universal, dan
mampu menjangkau lapisan masyarakat dunia (terutama masyarakat ASEAN). Media
laman ini juga mendukung usaha berbasis teknologi, dengan adanya unsur komersil
dalam penyediaan sarana pembelajaran BIPA. Di samping itu, media ini menjadi
alat untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui penginternasionalan bahasa
Indonesia.
Laman BINEKA berisi empat konten utama, yaitu; pengajaran fonologi bahasa
Indonesia, percakapan bahasa Indonesia, afiksasi bahasa Indonesia, dan wawasan
kebudayaan Indonesia. Pemilihan empat konten ini berdasarkan analisis Grabe
(1986), bahwa masalah pembelajaran bahasa asing muncul sebagai akibat dari
perbedaan-perbedaan linguistik dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa
target. Pembelajar harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari
bahasa target, jika ingin menguasai bahasa target itu. Walaupun demikian bisa
saja terjadi seorang pembelajar yang sudah memiliki kompetensi secukupnya dalam
bahasa target tetapi masih menghadapi kesulitan memahami teks tertentu karena
kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target. Oleh karena itu
pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target sangat dibutuhkan oleh pembelajar
untuk melengkapi kompetensi gramatikal dan leksikal mengenai bahasa target.
Pembelajaran BIPA sendiri memiliki tujuan membentuk peserta didik
berkemampuan berbahasa secara wajar. Dalam pengertian yang lebih luas, kewajaran
ini terkait dengan hal-hal lain, termasuk di dalamnya budaya yang
senantiasa melekat dalam substansi bahasa.
Karena itu di samping persoalan karakteristik personal pembelajar,
persoalan budaya juga ikut terlibat dalam penciptaan pembelajaran BIPA.
Terlebih lagi, jika pembelajaran BIPA diselenggarakan di Indonesia,
maka pertimbangan dari segi sosiokultural menjadi semakin penting.
Dikatakan demikian, karena pertimbangan tersebut sekaligus akan menjadi wahana
dan kebutuhan pembelajar dalam berkomunikasi secara langsung dan
faktual.
Pembelajaran BIPA sebagai sebuah program, tentu memiliki pijakan yang jelas
sebagaimana tampak pada prinsip dasar pembelajaran pada umumnya. Demikian pula,
sebagai bentuk pembelajaran bahasa sudah semestinya juga mendasarkan pada
kaidah konseptual pembelajaran bahasa asing yang menjadi landasan
pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori
bahasa dan teori pembelajaran bahasa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka, media yang
diperlukan untuk mengantarkan warga negara asing pada pengenalan bahasa dan
budaya Indonesia yaitu melalui Dapur BINEKA (Bahasa Indonesia Era Komunikasi
ASEAN). Dapur BINEKA merupakan media pembelajaran BIPA yang mudah, murah,
praktis, dan berbasis teknologi bagi peserta didik di level pemula (elementary).
Media ini dapat menjadi representasi dari upaya peningkatan kualitas penutur asing
dalam berbahasa Indonesia, dan upaya pengenalan budaya Indonesia di level
mancanegara. Selain itu, Dapur BINEKA merupakan media usaha berbasis teknologi
(technopreneur). Dalam hal ini, memanfaatkan media laman (website),
yang dapat diakses oleh masyarakat dunia, para pemelajar bahasa Indonesia.
Media pembelajaran Dapur BINEKA memuat 4 konten utama,
yaitu pengajaran fonologi bahasa Indonesia, percakapan bahasa Indonesia, tata
bahasa, dan wawasan kebudayaan Indonesia. Dengan pembelajaran tersebut, WNA
dapat mengerti teknis pelafalan bahasa Indonesia, tata bahasa Indonesia,
leksikon, dan pemahaman budaya Indonesia sebagai bagian integral dari
pembelajaran bahasa Indonesia.
Gagasan terkait
wirausaha berbasis teknologi ini merupakan pengembangan dari gagasan-gagasan
yang telah ada, berdasarkan analisis permasalahan kebijakan politik kebahasaan
Indonesia, kebutuhan praktis pembelajaran BIPA, kemudahan dan efisiensi teknis
pembelajaran, dan akselerasi persiapan bersaing di era Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Penelitian-penelitian yang menjadi pijakan dalam referensi keilmiahan
antara lain; Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing
(BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar oleh Imam Suyitno, Artikel
Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik oleh Anneke Heritaningsih, Pembelajaran Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial oleh Widodo H.S., dan beberapa
penelitian lainnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana usaha berbasis teknologi dapat menjawab tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
2. Bagaimana “Laman Dapur-BINEKA - Bahasa Indonesia
Era Komunikasi ASEAN“ menjadi media
pendukung bagi pembelajaran BIPA di era Masyarakat Ekonomi ASEAN?
C. Tujuan
Berdasarkan
identifikasi permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan:
1. Menyediakan media pembelajaran Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (BIPA),
2. Meningkatkan daya saing bangsa melalui usaha berbasis
teknologi, dan penginternasionalan Bahasa Indonesia.
D. Manfaat
Manfaat
Teoritis
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis untuk menambah wawasan
pengetahuan terkait model pembelajaran BIPA, serta memberikan sumbangan
pemikiran yang bersifat futuristik, untuk persiapan menghadapi persaingan
global. Selain itu, diharapkan dapat menjadi landasan berpikir untuk pengadaan
media pembelajaran BIPA lewat laman (website),
dan menjadi penggerak untuk upaya penginternasionalan Bahasa Indonesia.
Manfaat
Praktis
Bagi
Pemerintah
1. Membantu penyediaan media pendukung bagi pembelajaran
BIPA
2. Sebagai upaya pemertahanan, pelindungan, dan
penginternasionalan bahasa Indonesia
3. Membantu penyeleksian tenaga kerja asing, dan mencegah
terjadinya keketatan persaingan kerja
Bagi Warga Negara Indonesia
1. Melindungi warga negara Indonesia dari ancaman
persaingan bebas
2. Meningkatkan kemudahan berbahasa lintas negara di
ASEAN sebagai dampak dari penginternasionalan bahasa Indonesia
Bagi Warga Negara Asing
1. Meningkatkan
kemahiran warga negara asing dalam menggunakan bahasa Indonesia
2. Mengakomodasi warga
negara asing untuk mempelajari bahasa Indonesia yang mudah, murah, dan praktis
3. Memudahkan warga negara asing dalam mencari pekerjaan, menyesuaikan
diri, serta memahami kultur negara Indonesia
E. Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah metode studi pustaka.
Adapun langkah-langkah konkret yang dilakukan dalam upaya memecahkan
permasalahan dalam penelitian ini, antara lain:
1.
Mengetahui konsep pembuatan laman yang tepat
dalam upaya menyediakan layanan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur
asing
2.
Memahami dan mempelajari model pembelajaran
BIPA
3.
Mematangkan konsep technopreneur dan mencari celah untuk mendapatkan keuntungan lewat
usaha berbasis teknologi
4.
Bekerjasama dengan asosiasi BIPA dalam
menyusun kerangka pembelajaran, dan mempublikasikannya
5.
Merancang dan melancarkan strategi dalam upaya
penginternasionalan bahasa Indonesia
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Media
Belajar
Media berasal dari bahasa latin medius yang secara
bahasa berarti; perantara atau pengantar. Menurut Ibrahim, media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan sehingga
terjadi interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional
tertentu. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan keamanan peserta didik, sehingga
dapat mendorong terciptanya proses pada dirinya.
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata
medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya
komunikasi dari pengirim menuju penerima.
Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan
dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi
tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses
komunikasi.
Pengertian Technopreneurship
Technopreneurship dan entrepreneurship memiliki perbedaan mendasar. Webster Dictionary (2005) membedakan
definisi enterpreneur dengan technopreneur dalam bidangnya yang lebih spesifik
kearah teknologi tinggi. Bila enterpreneur
didefinisikan sebagai seseorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan
mengambil resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan, maka Webster
Dictionary mendefinisikan Technopreneur sebagai seorang entrepreneur
dimana bisnisnya melibatkan teknologi tinggi.
Technopreneurship adalah sebuah
wirausaha/inkubator bisnis berbasis teknologi. Kombinasi wirausaha dan
teknologi ini merupakan strategi inovatif untuk mengatasi masalah pengangguran
intelektual yang semakin meningkat.
Technopreneurship
menjadi wadah bagi mahasiswa dan
pekerja, belajar membuat perusahaan.
Tujuan
dari wirausaha ini adalah melahirkan perusahaan sukses yang mandiri, dan mampu
menciptakan lapangan kerja melalui pemanfaatan teknologi. Sehingga, sesuai
dengan perkembangan zaman, dan mampu bersaing di era global.
Menurut
Dedeng Abdul Gani A, globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat
pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan
bisnisnya. Agar dapat terus bertahan, perusahaan-perusahaan mengubah dari
bisnis yang didasarkan pada sumber daya (resources-based
business) menuju knowledge based
business/company (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik
utama ilmu pengetahuan. Ketika pencapaian utama perusahaan adalah sustainable competitive advantage atau
pencapaian daya saing bisnis berkelanjutan, maka manajemen perusahaan akan
didorong pada proses pencapaian dan pengembangan pengetahuan sebagai strategi
bersaing perusahaan.
Di era digital saat ini, penting sekali untuk membangun daya saing. Daya saing didorong oleh
perkembangan teknologi yang semakin canggih dan cepat, ketertinggalan dalam
penguasaan teknologi akan berdampak pada kesulitan untuk memenangkan
persaingan, baik itu di level negara atau organisasi. Persaingan antar negara
ditandai dengan peningkatan skala produksi yang dapat dihasilkan, investasi
langsung yang dating dari luar negeri dan peningkatan standar hidup masyarakat.
Merujuk pada hasil pertemuan Word Economic
Forum (WEP), keunggulan kompetitif negara dihasilkan oleh dua faktor utama
yaitu kompetitif dalam pertumbuhan dan kompetitif pada mikroekonominya.
keunggulan kompetitif ini dihasilkan oleh factor penguasaan teknologi, peran
instutusi publik dan sumber daya makroekonomi.
Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015
Di awal
pembentukannya tahun 1967, Association of Shouteast Asia Nations (ASEAN)
hanya berorientasi pada kerjasama regional di bidang politik, sebagai upaya
menciptakan perdamaian dan keamanan global. Seiring berjalannya waktu, dalam
rangka menjawab tantangan krisis ekonomi di tahun 1997, para pemimpin negara
ASEAN kembali memformulasikan “ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpu pada 15
Desember 1997 yang menjadi tujuan jangka panjang ASEAN. Rencana jangka panjang
ASEAN memuat 3 pilar, yaitu ASEAN Economic Community (AEC atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN-MEA), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN
Socio-cultural Community (ASCC).
Di tahun
2006, kerangka kerja MEA diperkuat dengan formulasi cetak biru yang berisi
target dan waktu penyampaian MEA. Berdasarkan pertimbangan kepentingan
menghadapi daya saing ASEAN di level global, diputuskan untuk mempercepat
pembentukan MEA, dari 2020 menjadi 2015 (12th ASEAN Summit,
Januari 2007).
Wacana
bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 dan 19 pada 2011 lalu, ternyata tidak menjadi
prioritas pembahasan, indikasi tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya
keputusan yang menyinggung hal tersebut.
Pada KTT
ASEAN ke-18 dan 19 di Jakarta, dengan bangga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menggunakan bahasa Indonesia, termasuk saat menjawab pertanyaan dari wartawan
asing.
Hal ini juga merupakan itikad politik presiden untuk mempromosikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa yang dapat digunakan pada forum pertemuan ASEAN.
Tantangan politik kebahasaan dalam MEA juga bersumber
dari realitas keberadaan bahasa Melayu. Tidak dapat dipungkiri bahasa Melayu
adalah anggota terpenting dari kerabat bahasa Austronesia yang memiliki batasan
luas, diluncurkan dari peradaban Asia Timur pada sepuluh ribu tahun yang lalu.
Bahasa Austronesia purba terbentuk di pulau asalnya di Taiwan. Para penutur
bermigrasi ke arah selatan melalui Filipina. Sampai akhirnya mendiami sepuluh
ribu pulau di Asia Tenggara.
Pengajaran BIPA
Pembelajaran BIPA memiliki karakteristik dan norma pedagogik yang berbeda
dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada penutur asli. Perbedaan tersebut
terjadi karena (a) pelajar BIPA pada umumnya telah memiliki jangkauan dan
target hasil pembelajaran secara tegas, (b) dilihat dari tingkat pendidikannya,
pada umumnya pelajar BIPA adalah orang-orang terpelajar, (c) para pelajar BIPA
memiliki gaya belajar yang khas dan kadang-kadang didominasi oleh latar
belakang budaya, (d) sebagian besar pelajar BIPA memiliki minat, dan motivasi
yang tinggi terhadap bahasa Indonesia, (e) para pelajar BIPA memiliki latar
belakang keilmuan yang berbeda-beda, dan (f) karena perbedaan sistem bahasa,
menyebabkan pelajar BIPA banyak menghadapi kesulitan terutama dalam masalah pelafalan
dan penulisan.
Metode pengajaran BIPA bervariasi, dari satu masa ke masa yang lain, dari
satu negara ke negara yang lain, dan bahkan dari satu pengajar ke pengajar yang
lain. Di negara seperti Amerika, minat pada bahasa Indonesia bermula pada saat
negara itu merasakan adanya kebutuhan untuk keterlibatan internasional pada perang
dunia II. Amerika merasakan ketertinggalan mereka dalam kancah politik
internasional, sehingga digaungkanlah pengajaran bahasa asing, termasuk bahasa
Indonesia.
Awalnya, metode
pengajaran bersifat struktural, meskipun dalam materi ajar mencerminkan metode
audio-lingualisme dalam berbagai versi. Pada awal 70an, muncul metode
komunikatif yang dianggap tidak banyak mempengaruhi pengembangan pembelajaran
BIPA. Metode pangajaran yang beragam, jug mempengaruhi bahan ajar dalam proses
pembelajaran. Selama ini, pembelajaran BIPA masih bertumpu pada buku yang
disesuaikan dengan kebijakan negara/universitas penyedia pembelajaran BIPA.
Pengajaran BIPA di institusi formal sangat beragam. Ada yang intensif (25
jam seminggu), semi intensif (10 jam seminggu), dan tidak intensif (5 jam
seminggu). Pengajaran intensif sudah diterapkan oleh Program Falcon di Cornell
atau Program militer di Monterey. Sementara pengajaran tidak intensif ada di
Universitas Hawaii.
BAB III
ANALISIS
DAN SINTESIS
1. Usaha Berbasis Teknologi
Tahun 2015, menjadi era awal penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN, di mana
negara-negara ASEAN melakukan kerjasama regional di bidang ekonomi, dan tenaga
kerja asing bebas mencari kerja di kawasan ASEAN. Hal ini mengacu pada ASEAN
Vision 2020 di Kuala Lumpu pada 15 Desember 1997, diikuti dengan akselerasi MEA
pada ASEAN SUMMIT ke-12 di Kuala Lumpur Malaysia.
Negara Indonesia berpotensi menjadi pusat strategis operasi ekonomi ASEAN,
dengan SDA yang melimpah, dan SDM yang berusia produktif. Berdasarkan data
BKKBN, tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dengan jumlah
angkatan kerja mencapai 70% dari total penduduk.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka negara harus meningkatkan daya saing
bangsa. Peningkatan daya saing bangsa harus didukung oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan teknologi dapat dilakukan melalui usaha
lewat media laman (website). Dengan
mengandalkan konten yang menarik, mutakhir, serta diperlukan oleh warga dunia, maka, usaha
berbasis teknologi tersebut dapat dikembangkan. Secara analisis futuristik,
usaha yang mengandalkan basis kemajuan teknologi, adalah usaha yang mampu bertahan
di era perdagangan bebas.
Pemanfaatan media ini menjadi strategi untuk mengembangkan usaha berbasis
teknologi (technopreneurship). Demi
terciptanya lapangan kerja, serta menuntaskan masalah pengangguran intelektual.
Melalui technopreneurship ini,
kegiatan wirausaha akan dikemas dengan mengandalkan kecanggihan teknologi.
Sehingga dapat memperluas jangkauan konsumen, memperkecil biaya opreasional,
serta mempermudah kegiatan wirausaha.
Mengacu pada konten, bagaimana sebuah laman dapat diminati warga dunia?
Maka, jawabannya adalah konten tersebut harus sesuatu yang dibutuhkan di era
saat ini. Berdasarkan fakta banyaknya lembaga penyedia pembelajaran bahasa
Indonesia bagi penutur asing, sudah seharusnya bangsa Indonesia menyediakan
layanan berbasis web untuk memudahkan
warga asing belajar bahasa Indonesia.
Di lihat dari kacamata perspektif keuntungan dalam berbisnis, usaha melalui
laman pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing memiliki beberapa
kelebihan. Pertama, nilai kurs mata uang Indonesia yang cenderung lebih rendah
jika dikonversi ke mata uang negara lain, dan kedua, pendanaan yang rendah
karena nilai praktis sebuah laman.
Pemasukan usaha dari laman ini berupa iklan, tes/ujian kemahiran berbahasa
Indonesia, dan penjualan modul pembelajaran BIPA. Setiap warga negara asing yang
ingin mengunduh modul tersebut, harus membayar biaya terlebih dahulu. Biaya
tersebut sejumlah US$ 50 - US$ 70. Biaya untuk tes yaitu US$ 65. Untuk
pemasangan iklan, biayanya antara US$ 350 - US$ 6000.
Dengan penetapan biaya-biaya tersebut, tentu laman ini tidak hanya
memberikan jasa, akan tetapi, dapat menjadi sumber usaha yang menguntungkan,
dan sesuai dengan zaman.
2.
Penginternasionalan
Bahasa Indonesia
Pengajaran BIPA memerlukan media belajar yang berimbang, kreatif, dan
dapat mengakselerasi kemahiran WNA dalam berbahasa Indonesia. Media belajar
yang sesuai untuk penutur asing tingkat dasar/pemula di antaranya melalui laman
(website), dengan model tampilan
audio-visual, teks, dan rekaman suara.
Melalui media laman ini, siswa dapat meningkatkan kemahirannya dalam
berbahasa Indonesia. Memperluas wawasan seputar budaya Indonesia, demi
meminimalkan terjadinya kesenjangan budaya. Siswa juga mampu mengulang-ulang
pembelajaran, sampai benar-benar dimengerti. Mulai dari teknis melafalkan
alfabet bahasa Indonesia, pembelajaran tata bahasa, memperkaya kosakata,
meningkatkan kemampuan menyimak, serta pengenalan wawasan budaya Indonesia,
menjadikan media laman dapur BINEKA ini sebagai pegangan dalam menguasai bahasa
Indonesia.
Penggunaan media laman dapur BINEKA sangat mudah dan praktis, mendukung
pembelajaran secara autodidak, ramah lingkungan, bilingual (dilengkapi
terjemahan dalam bahasa Inggris), dan tentunya dapat membantu pemerintah dalam
upaya pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, termasuk
menciptakan dominasi kekuatan diplomasi bahasa yang seutuhnya. Sebab Indonesia
memiliki potensi sebagai pusat kegiatan ekonomi ASEAN, dan bahasa Indonesia
memiliki peluang untuk menjadi bahasa pengantar di era percaturan ekonomi
ASEAN.
Penginternasionalan bahasa Indonesia ini juga menjadi bukti bahwa bangsa
kita mampu bersaing, dan diminati warga dunia. Efek yang ditimbulkan dari
banyaknya orang asing yang belajar
bahasa Indonesia, tentu akan meningkatkan kepopuleran budaya Indonesia, dan
menjadikan negara ini turut andil dalam diplomasi antarbangsa.
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Simpulan
Kebijakan politik kebahasaan menjadi landasan penting
bagi negara Indonesia untuk lepas landas di era perdagangan bebas ASEAN. Demi
menjawab tantangan itulah, usaha berbasis teknologi (technopreneurship) perlu dikembangkan. Sebagai bagian dari
peningkatan daya saing bangsa. Selain itu, pengajaran BIPA juga perlu
diperhatikan, menjadi ujung tombak bagi pelindungan dan penginternasionalan
bahasa Indonesia, serta pengatur stabilitas persaingan tenaga kerja.
Bentuk usaha berbasis teknologi yang dikembangkan
yaitu laman pembelajaran BIPA. Di lihat
dari kacamata perspektif keuntungan dalam berbisnis, usaha melalui laman
pembelajaran BIPA ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, nilai kurs mata
uang Indonesia yang cenderung lebih rendah jika dikonversi ke mata uang negara
lain, dan kedua, pendanaan yang rendah karena nilai praktis sebuah laman. Dari
keuntungan-keuntungan itulah, media laman ini memiliki peluang untuk bersaing
di era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pembelajaran BIPA dapat dilakukan dengan media laman
dapur BINEKA yang bersifat murah, mudah, dan praktis. Dengan mengandalkan 4
konten utama, yaitu penguasaan fonologi bahasa Indonesia, tata bahasa,
percakapan, dan wawasan budaya Indonesia.
Media laman dapur BINEKA menjadi solusi dari tantangan
MEA 2015, serta konsekuensi dari usaha pelindungan dan penginternasionalan
bahasa Indonesia, dengan adanya kerjasama yang menguntungkan dua pihak, baik
pemerintah, maupun warga negara asing, serta meningkatkan daya saing bangsa di
tengah persaingan global yang semakin ketat.
2. Rekomendasi
Media laman dapur BINEKA ini dapat terus dikembangkan
menjadi lebih kompleks. Disesuaikan dengan kebutuhan para siswa asing dalam
mempelajari Bahasa Indonesia. Ke depannya, media pembelajaran BIPA ini diujicoba
efektifitasnya, dan dievaluasi, sampai benar-benar matang, dan dapat
dipatenkan. Lalu dilakukan sosialisasi, dan penerapan ke institusi-institusi
penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing.
Untuk
jangka panjang, laman dapur BINEKA dapat dikembangkan menjadi lebih kompleks,
tidak hanya bersifat bilingual, tetapi juga multilingual. Diharapkan dapat
mengakomodasi warga negara asing (ASEAN) dengan beragam bahasa. Maka, diharapkan
ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah, asosiasi BIPA, dan pakar IT.
DAFTAR PUSTAKA
_____. 2015. Buku Panduan Gelar
Wicara Internasionalisasi Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
_____. 2011. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa
Arsyad, Azhar, M.A. 2011. Media belajar. Yogyakarta PT. Raja
Grafindo Persada
Collins,
James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Djardjowidjojo, Soenjono. 2003. Rampai
Bahasa, Pendidikan, dan Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Heritaningsih, Anneke. 2011. Artikel
Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik. UK Petra: BIPA FS
HS, Widodo. 2012. Pembelajaran
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial. CIS BIPA-UM
Karmin, Y. 2008. Artikel
Mengembangkan Kurikulum BIPA yang Ramah Terhadap Pelajar. Universitas
Sanata Dharma
Santyasa,
Wayan I. 2007. Media Pembelajaran. Bali: Jurnal Universitas Pendidikan
Ganesha
Suyitno, Imam. 2007. Pengembangan
Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil
Analisis Kebutuhan Belajar. Jakarta: Jurnal Wacana Vol. 9
Tulus dan Wahyuni. 2007. Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi
bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Jakarta: Ombak
Winantya, R. dkk. 2008. Masyarakat
Ekonomi ASEAN: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Persaingan Global.
Jakarta: Gramedia
Zulfikar, Achmad. 2015. Bahasa
Indonesia Sebagai Embrio Bahasa ASEAN. Yogyakarta: Jurnal Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
James Collins, Bahasa
Melayu Bahasa Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, Hlm. 1
Imam Suyitno, Pengembangan Bahan Ajar
Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis
Kebutuhan Belajar, Jakarta: Jurnal Wacana Vol. 9, 2007, Hlm. 64