mimpi-mimpiku

Senin, 29 Januari 2018

Penulis-Penulis Pilihan TIMES NEW ROMAN




Karya sastra, tampaknya menjadi hal yang takkan hilang dari peradaban, sepanjang dunia ini diisi oleh makhluk hidup bernama manusia. Sebab melalui sastralah, bagian-bagian sensitif dalam hidup ini dituangkan sebagai bentuk puisi, prosa, ataupun drama. Sehingga akan memecah sekat antara satu manusia, dengan manusia lain, yang pada akhirnya mereka saling peduli.
Times New Roman, sebagai komunitas penulis (khususnya ranah sastra) telah membuka peluang bagi para pemuda untuk bergabung di komunitas ini. Maka, terpilihlah penulis-penulis muda berbakat dan berminat di bidang humaniora yang karyanya sangat unik, dan tentu perlu wadah untuk pengembangan diri. Dengan begitu, pikiran mereka akan semakin tajam, dan pena mereka akan semakin runcing mengisahkan kehidupan.
Berikut, daftar penulis muda terpilih yang berhak bergabung bersama TIMES NEW ROMAN Angkatan Pertama beserta pandangan terkait karya mereka.

1.       Fika Ilmi
Kumpulan puisi tentang Indonesia terkesan jujur mewakili perasaan. Tetap memperhatikan rima yang apik, tanpa harus menjadikannya sebagai suatu keharusan untuk ada di tiap bait. Ada debur emosi yang kadang terlalu pecah tanpa dihayati lebih dalam terlebih dahulu. Di beberapa larik, bunyi puisinya cenderung mengarah kepada esai. Namun, sayangnya masih belum kuat disebut sebagai puisi esay.
2.       Fauzia Nur Praptiwi
Cerpen Mungkinkah Kau Tahu? ditulis dengan kalimat-kalimat mengalir, menerangkan kesedihan yang dialami kedua tokoh. Perluasan alur melalui jalinan surat tampak menarik untuk ditelusuri mengapa tokoh perempuan begitu pesimis pada perasaan yang ia miliki. Metafor-metafor segar menjadi nilai tambah dalam cerpen ini. Penulis cukup mapan untuk memainkan bahasa figuratif. Sehingga di beberapa kalimat, terkesan prismatis maknanya (bisa memancarkan banyak makna). Pengandaian dari aku mencintaimu dalam diam, tampak begitu istimewa pada beberapa larik. Hanya saja, permainan tipografi dalam cerpen ini kurang diperkuat. Sehingga butuh lebih cermat untuk menangkap; sampai di mana surat ini berakhir? Karena tidak ada perbedaan font ataupun paragraf yang lebih ditarik ke dalam.
3.       Clara
Tulisan ringkas tentang keistimewaan Abu Bakar cocok untuk dibaca oleh mereka yang haus akan tausiyah singkat. Penulis mampu menarik gejala kausalitas mengapa Abu Bakar yang dipilih? Lalu dikaitkan dengan satu hal inti yang menjadi pokok bahasan; yaitu kesholihan. Hanya saja, gagasan tentang kesholihan ini yang perlu diperluas kembali, agar tidak menjadi tulisan yang mentah di bagian akhir.
4.       Qori
Puisi Narasi Kehidupan kaya akan makna-makna filosofis, tentu karena didukung dengan tema utama; yaitu kehidupan. Kondensasi/pemadatan isi puisinya sangat didukung oleh alur yang apik. Rima-rima yang konsisten membuat puisi ini apik dan asik untuk dibaca. Hanya saja ada pilihan kata yang salah penempatan. Kata-kata yang sebetulnya punya nilai rasa yang 'keren', tapi salah habitat. Kata-kata seperti dedikasi dan skenario akan menjadi salah habitat begitu masuk ke dalam puisi. Puisi ini juga belum memunculkan kekuatan di baris akhir sebagai penentu membekas tidaknya puisi ini.
5.       Yumar
Puisi singkat, yang kadang justru saya suka. Apalagi jika larik akhirnya membekas. Puisi untuk bintang sebetulnya punya kedalaman filosofis yang cukup baik. Keterkaitan antara bintang, dan kepemilikannya, lalu rasa kerinduan dan emosi menyalahkan tampak menggelitik untuk ditelusuri. Meskipun malah menjadi sesuatu yang mentah karena puisi ini terlanjur dipatahkan oleh alur yang liar.
6.       Lilis Risnawati
Jika puisi adalah ungkapan jiwa, puisi karya Lilis mewakili istilah itu dengan baik. Pilihan katanya sederhana. Bahasa figuratif tidak terlalu banyak, akan tetapi dia bisa menyajikan nada puisi yang asik untuk dibaca. Kedalaman makna ada di dalam puisi ini. Sehingga tepat dikatakan sebagai puisi yang jujur.  Meskipun masih belum punya nilai estetis yang memukau sebagai sebuah sajak, tapi puisi ini patut diapresiasi karena menunjukkan konsistensi dan karakter yang kuat. Dengan kesederhanaan dan kedalaman maknanya.
7.       Hafsha Hurat F.
Sajak Asam Lambung punya daya imaji yang tinggi. Bahasanya cenderung naratif, tanpa harus memaksakan deretan kata menjadi estetis. Puisi ini kaya akan tema. Kejernihan berpikir tentang jiwa dan quran menjadikan puisi ini punya nilai sufisme yang menarik, dibalut dengan pengandaian asam lambung.
8.       Aprilia
Puisi-puisi Aprilia ringkas, padat, dan penuh perulangan bunyi. Tema-tema yang diangkat lumayan berat. Walaupun belum menjurus pada premis-premis tertentu yang sifatnya orisinil. Sehingga masih pada persoalan-persoalan klise. Akan tetapi, keindahan dan kepaduan antarlarik menjadi nilai jual dalam pusi-puisinya.
9.       A .Zaeni
Membaca puisinya, seperti membaca syair yang berisi nasihat. Ungkapan jiwa yang coba dieksplorasi mengarah ke sufisme. Puisi religi yang ditutup dengan baris akhir penentu berkesan atau tidaknya puisi karya Zaeni. Dan pada akhirnya memang berkesan. Meski perlu lebih banyak sebaran makna-makna konotatif untuk mendukung ekspresi jiwa yang lebih mendalam. Selain itu, perlu kiranya untuk memperhatikan tipografi dan lebih berhati-hati dalam pengungkapan larik yang hanya terdiri dari satu kata, karena menimbulkan nada/tone yang kadang tidak selaras dengan konteks suasana yang ingin dibangun.
10.   Muadz
Puisi naratif dengan judul “Maaf” katanya lirih disajikan dengan apik, tersusun, dan menciptakan efek penasaran pada pembaca. Kematangan alur sebetulnya sudah dibangun dengan baik dalam puisi ini. Hanya saja, bagian-bagian akhir justru mematahkan kematangan alur tersebut, karena tidak adanya jawaban dari “mengapa hatinya gundah gulana”. Jika memang ingin membiarkan pembaca menafsirkan sendiri alasannya, pengakhiran dari puisi naratif ini justru meruntuhkan bagian awal, yang mana pembaca masuk ke dalam suasana batin tokoh pencerita. Penggunaan kata ulang sebagian tetiba di bait akhir juga terkesan menggangu bunyi puisi naratif ini.
11.   Retno Wijayanti
Ungkapan jiwa akan cinta dan syiar Islam menjadi hal yang dieksplorasi dalam puisi karya Retno berjudul Syiar adalah cinta. Menampilkan sesuatu yang jujur, sugestif, asosiatif, terjalin dari bait tiap bait yang disusun dengan sabar oleh penulis. Sehingga menimbulkan kejernihan alur. Muatannya menggugah. Hanya saja, pengulangan ungkapan penggugah itu yang membuat kondensasi puisi ini jadi menurun. Malah kekuatan makna pada bait-bait akhir mulai lepas. Butuh untuk dipadatkan lagi, agar puisi ini tidak berakhir hanya sebagai kalimat-kalimat penggugah, akan tetapi juga kejujuran dan kedalaman makna.
12.   Marini Razanah
Cerpen jarak memiliki kekuatan pada judul. Pas menurut saya. Penceritaannya juga baik, mengalir, tanpa harus ribet menggunakan kalimat estetis. Cerpen ini bertemakan cinta remaja dengan garapan alur yang menyerupai kisah-kisah teenlit pada umumnya. Sampai di sini saya pikir, tak masalah lah, toh nuansanya beda. Namun, hal yang menjadi masalah adalah ketika jalinan alur yang kompleks dimuat dalam cerita pendek. Cerpen ini jadi semacam adaptasi novel dengan alur yang tak dipotong sedikitpun. Terlalu kompleks alurnya. Alur kompleks ini bukan habitatnya di cerpen, melainkan di novel.
13.   Rio Rolando
Puisinya ringkas, namun kaya akan metafor-metafor segar. Begitu apik diurai, dan tidak terkesan dibuat-buat. Meskipun secara kedalaman makna masih kurang mewakili jiwa, akan tetapi penulis berhasil menyajikan jalinan kata yang berkelas. Nadanya pas, pilihan katanya juga pas, ada keberanian pula dalam memainkan bahasa figuratif.
14.   Dina Rosanty
Gaya pengungkapan puisi yang menurut saya tidak lazim, ada dalam puisi “Masalah, Aku merindukanmu.” Terkesan seperti dialog untuk menasihati. Ada keunikan tersendiri yang sebetulnya bisa diolah lebih menarik jika tetap memperhatikan unsur estetika dan kedalaman makna. Pemilihan sudut pandang untuk menilai masalah dengan cara lain, tampak menjadikan puisi ini tidak lagi kaya akan pengungkapan jiwa. Semestinya bisa mengeksplorasi dunia personal penyair “mengapa merindukan masalah”, agar hubungan dengan judulnya juga lebih ngena.
15.   Annisa NJ
Daya imaji hikayat bunga dan kupu-kupu patut diacungi jempol. Kisah yang diangkat antara kupu-kupu bersayap patah dan bunga tak bersari sangat mewakili kondisi yang muram. Personifikasi yang bertebaran menjadikan kisah ini hidup, bukan sebagai fabel, melainkan prosa dramatis yang sanggup menyihir pembaca. Gaya penulisannya baik, mengalir, dan penuh kata-kata bernilai estetika tinggi. Hanya saja, eksplorasi cerita kurang kuat, sehingga penyelesaian cerita ini tampak kurang matang, dan berakhir dengan sesuatu yang kurang berbekas. Seperti ada alur yang belum usai, atau kejelasan yang tidak menemui titik temunya. Sepertinya bagian akhir dari hikayat ini perlu dirombak ulang.
16.   O Jaya P
Puisi Masih Ada Kehijauan mengungkap sesuatu yang  kelihatannya berangkat dari rasa gelisah. Kejujuran penyair akan menguatkan kedalaman makna pada sajaknya. Itu pula yang terpancar dari puisi ini. Ada sisi realitas dan harapan yang coba dituangkan oleh penyair. Singkatnya, penyair jujur mengungkapkan apa yang perlu diungkapkan. Hanya saja, eksekusinya kurang berjalan lancar. Di mulai dari judul yang belum padat, sampai kepada perpindahan bentuk dari puisi kritik lingkungan, yang kemudian mengarah pada sufisme (kedekatan pada Tuhan). Itu yang agak mengganggu ketika membacanya, memberi kesan “kok, jadi ginih?”. Tapi kejujuran penulis patut diapresiasi.
17.   Nurul Izzah
Puisi Senja Datang Tepat Waktu cukup berani untuk memainkan bahasa-bahasa figuratif. Menjadikan antara satu nomina dengan nomina lain saling bertubrukan sebagai bentuk pengandaian yang terjalin dengan cukup baik. Hanya saja, perubahan emosi dan dinamika bunyi dalam puisi ini terkesan spontan, sehingga mengurangi kekuatan karakter dan kejujuran dari apa yang ingin diungkapkan. Sebab pada dasarnya, puisi bukan sekadar deretan kata yang penuh estetis, melainkan kejujuran penyair dalam mencurahkan jiwanya. Emosi itu yang belum tertuang dalam puisi ini.
18.   Devie Saufa
Satu hal mengesankan dari puisi karya Devie Saufa, yakni judulnya itu sendiri, yang memberikan metafor segar pada gabungan kata Radar Syukur. Sebuah kedalaman filosofis yang coba ia tuangkan dari aktivitas pemahamannya mengenai rasa syukur. Kemudian muncul sebagai nasihat yang mengalir, memperhatikan alur, dan penempatan anafora yang pas. Puisi ini barangkali akan lebih hidup dan berkesan jika memainkan tone/nada yang lebih puitis, memperhatikan bagaimana larik tiap larik punya kekhasan yang sesuai, yang lebih diterima sebagai bentuk puisi.

(ditulis oleh Heri ST/Penulis Times New Roman)


sumber gambar: www.sewarga.com



Rabu, 15 Februari 2017

Sastra dan Islam

Sastra; adalah sebuah ungkapan realita kehidupan. Potret dari suatu kenyataan, yang digubah dalam bentuk cerita/puisi/drama,_dalam penceritaannya inilah, tergantung pada idealisme pengarang. Sastra, adalah mesin persebaran pengaruh. Distribusi pemikiran dari satu tokoh ke tokoh lain, dan kepada khalayak pembaca. Sebab itulah, lekra dan manifes kebudayaan sempat berseteru. Karena ada unsur benturan budaya di dalamnya. Benturan idealisme. Golongan kanan dan golongan kiri. Ada unsur perang dingin di dalamnya.
Kebanyakan sastrawan, memiliki kecenderungan berpikir filosofis. Inilah modal penting untuk membuka cakrawala pemikiran. Karakter bakat yang mendukung bernama intellection, naluri menyendiri untuk menemukan konsep-konsep berpikir. Contoh sederhana, mengapa hujan itu tajam seumpama jarum-jarum yang berjatuhan. Lalu dengan filosofi liar, sang pegiat sastra akan membuat cerita tentang rasa sakit karena cinta, membuat hujan ini terasa tajam menikam dada.
Inti dari filosofi yang dibuat adalah tentang bagaimana analogi kehidupan diseret masuk ke dalam analogi kata, metafor-metafor segar, dan mungkin serangkaian gaya bahasa yang ada. Semua bermodalkan kemampuan berpikir filosofis. Makna terdalam yang ada pada suatu peristiwa. Filosofi hujan yang tajam itu baru potongan kata. Belum menjurus pada satu dimensi cerita secara keseluruhan. Misalnya dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis, makna terdalam dari ide cerita tersebut kental dengan konsep teologi Islam. Berawal dari konsep teologi itu, sampai diolah ke dalam bentuk prosa, (jujur) bukan main susahnya.
Lantas, bagaimana Islam menempatkan diri dalam sastra. Bagaimana sastra dan Islam bersatu membangun kekuatan melawan dampak benturan budaya. Meskipun dalam perkembangannya, sangat sulit membendung hegemoni sastra berhaluan porno, atau penanaman ideologi nyeleneh, dan penyesatan akidah. Kita pernah disuguhkan oleh panasnya pertarungan antara Taufik Ismail, yang cenderung berhaluan Islam, dengan aktivis liberalisme sastra; Ayu Utami. Dan pada akhirnya, novel vulgar sekaliber Saman tetap menjadi barang legal untuk dibaca publik. Untungnya novel ini memang berkelas.
Setidaknya, ada dua hal yang menjadikan sastra, berbahaya bagi konsumsi publik non idealis (mereka yang tak punya prinsip hidup jelas/yang masih bisa diutak-atik ideologinya). Pertama, sastra lahir dari pemikiran filosofis. Kedua, sastra menyelipkan unsur idealisme di dalamnya. Selama sang sastrawan adalah pemilik akal yang jernih, setidaknya dia akan berpikir ulang untuk membuat karya-karya non-esensial bagi perkembangan dunia. Hal inilah yang kemudian mengubah gaya penulisan puisi WS Rendra untuk selamanya, semenjak sosok Rendra menjadi tipe sastrawan religius dan nasionalis. Pikiran jernih, yang menentukan ide cerita, konsep-konsep berpikir yang di luar dari jalur nyeleneh. Karena itulah saya masih berpikir, kalau buat tulisan sekelas Harry Potter, atau Percy Jackson, kontribusi apa yang bisa saya berikan pada dunia, di luar dari segmen hiburan dan pemantik imajinasi. Tentu, pengarang fantasi takkan pernah meraih nobel lewat karya super idealis, sementara kemiskinan berada di sampingnya. Inilah barangkali yang membuat, karya sastra negara-negara berkembang lebih jujur, daripada negara-negara kaya di luar sana.
Setiap karya sastra, harusnya memiliki unsur idealisme di dalamnya. Walaupun tidak semua penulis punya maksud dan tujuan khusus dalam penulisan karya. Bolehlah, sekali-kali kita merasa sok pintar membongkar ideologi dalam novel atheis, ayat-ayat cinta, atau parasit lajang. Dalam atheis, dari judulnya sudah berasa kesan horor. Tapi narasi-narasi di dalamnya, juga cuplikan dialog pada adegan-adegan diskusi ketuhanan lebih menjurus pada pencerdasan. Penggambaran tentang bobroknyapemikiran ‘beriman untuk tidak meyakini Tuhan’. Bagaimanapun, novel ini dibuat tahun 1950-an, berarti di era itu, gejala penyesatan akidah sudah sangat merajalela. Beruntung ada sosok AK. Mihardja yang berjuang dengan penanya.
Kita beralih ke yang lebih kekinian. Ayat-Ayat Cinta. Yang jelas, novel ini seperti penyeimbang dengan maraknya karya-karya yang tidak sejalan dengan Islam. Sehingga AAC muncul sebagai alat reparasi ideologi Islam. Di awal, sudah menceritakan tentang dahsyatnya Al-Qur’an. Jelas sekali, muatan dakwah bertaburan dalam novel ini. Citra Islam dibangun lewat karakter tokoh utama. Walaupun akhirnya, idealisme dalam novel ini dijegal dalam filmnya sendiri. Sebab film AAC tidak memiliki spirit dakwah yang sama. Paling tidak, novel ini menjelaskan Islam secara lebih terbuka, langsung, tidak samar-samar dan terlalu filosofis seperti novel Khotbah Di Atas Bukit.
Untuk parasit lajang, saya sarankan, bagi anda yang belum punya pemahaman tentang makna hidup, jangan baca kumpulan esai ini dulu. Apalagi bagian-bagian akhir. Tentang sejumlah pertanyaan sang penulis yang pada intinya menjerumus ke arah; tidak mensyukuri hidup. Seorang yang tahu sepak terjang Ayu Utami, tentu sadar, ke mana arah ideologi itu di bawa dalam setiap detail karyanya.
Inti dari tulisan ini adalah, dari dua hal pokok di atas, sangat penting bagi siapapun yang ingin memperjuangkan idealismenya untuk bermain di ranah sastra. Jika novel 5 cm menjadi pelopor gaya hidup hiking, novel Dealova membuat kesan keren pada anak basket, dan novel Laskar Pelangi melahirkan gelora para pejuang pendidikan, maka kita juga butuh karya – karya yang mengklarifikasi kedatangan Islam di Indonesia, membongkar kasus pembantaian muslim Bosnia, atau tragedi mengerikan Mavi Marmara, pembelaan atas tuduhan Islam intoleran, perkembangan Islam di Eropa, dan apa saja,_yang harus dunia tahu. Ada banyak kisah dan kebenaran yang perlu dibongkar, dan setahu saya, sastra lebih jujur dalam mengungkap kebenaran itu, daripada surat kabar harian.

***




Mencari A Moment Like This

Bagi anda, penggemar American Idol, pasti tahu lagu hits A Moment Like This, sebagai lagu kemenangan milik Kelly Clarkson (Sang jawara American Idol musim pertama). Kalau versi Indonesia, lagu Karena Cinta-nya Joy Tobing.
Sebuah lagu kemenangan, ditandai dengan lirik yang kuat, menggugah, dan memorable. Dalam A Moment Like This, mengisahkan satu momen yang dinanti banyak orang sepanjang hidupnya. A moment like this adalah satu momen yang selalu dicari selamanya. Satu momen yang membuatmu merasa seperti pemilik kebahagian sempurna. Pada level-level tertentu, engkau akan merasa sebagai orang paling bahagia di dunia ini. Momen paling berkesan ketika dunia ini seakan-akan kau miliki.
A Moment Like This. Seperti halnya yang dialami Adele saat meraih 6 piala grammy award, atau pengalaman Malala berpidato di gedung putih, juga pada para juara olimpiade internasional, atau kejuaraan-kejuaraan level menengah, menjadi lulusan terbaik, menjadi mawapres, sampai juara lomba tingkat lokal. Sang jawara adalah pemilik A Moment Like This tersebut. Mereka yang berhak merasakan letupan emosi kala naik di atas podium, atau sekadar berjalan menuju panggung apresiasi.
A Moment Like This adalah suatu rangkaian detik yang tak ternilai harganya. Momen ini sangat mahal, harus dibayar dengan kerja keras. Dengan keteguhan, semangat bulat, dan bahkan, a moment like this bisa jadi adalah hasil perjuangan-perjuangan gagal yang kita lakukan berkali-kali. Maka hanya yang giat berjuanglah, yang berhak merasakan A Moment Like This.
Setiap orang punya standar A Moment Like This yang berbeda-beda. Penyanyi sekelas Anggun tentu takkan cukup merasakan momen paling dinanti hanya dengan menyabet Panasonic Award. Begitupun penulis sekelas Nicholas Sparks, takkan cukup hanya dengan menyaksikan karyanya diterbitkan. Track Record A Moment Like This yang pernah didapatkan, sangat menentukan standar A Moment Like This yang ditunggu, yang dicari, dan diburu. Semakin tinggi, maka tingkat perjuangannya semakin besar. Orang-orang yang sepanjang hidupnya, tak pernah berpikir tentang A Moment Like This, memilih untuk hidup dengan sederhana tanpa pernah merasakan betapa letupan emosi itu sangat memorable. Itulah kenapa dalam lirik a moment like this dikatakatan; some people wait for a life time / some people search forever. Bukan all people wait for a life time.
Mencari momen ini; berarti bermimpi dan berjuang. Maka, mulailah dengan mimpi, dan berjuanglah, sampai engkau temukan A Moment Like This yang kau cari. Setelah merasakannya, maka keinginanmu untuk berjuang di pencarian-pencarian selanjutnya akan lebih besar.  Selamat mencari A Moment Like This versimu.




Selasa, 21 Juni 2016

KONSPIRASI 2049




Remang, mataku berkunang, cahaya menjauh. Hilang. Kuingat-ingat kembali, sudah berapa cambukan mendarat di punggungku. Mungkin 50,_atau mungkin juga 59.

***

Kau tahu?? Sejak tahun 2049, kota ini telah kehilangan pesonanya. Menara angkuh yang melambangkan romantisisme itu telah ambruk. Bahkan bangkai besinya telah lama terkubur di dalam kerak bumi, sebagian dicuri imigran gelap. Di kota ini kau takkan pernah temui peradaban. Semua infrastruktur telah hangus terbakar, membelah diri menjadi bongkahan hitam dan gelap. Pepohonan kering, hanya tinggal batang, yang diam-diam mencoba bertahan dari serangan matahari di musim panas. Para model dunia gelagapan, sekarang fashion bukan lagi hal penting, menyusul tragedi yang menimpa Paris, tanggal 9 September 2049.
“Ini konspirasi paling mematikan sepanjang sejarah peradaban manusia!” Kalimat itu diucapkan dengan berapi-api oleh presiden Amerika. Ia sendiri yang memimpin penyelidikan kasus di Paris. Sebab negara-negara Eropa lain masih shock dengan bunyi ledakan beruntun yang memecah langit Eropa.
Semua berawal ketika dunia ini tak lagi jujur membuat kisah hidupnya.  Amarah, kebencian, duka, dendam, adalah seringai yang melatari kehidupan ini. Atau paling tidak, kehidupanku. Aku benci Paris, karena itulah aku mengebomnya. Atau lebih tepatnya meletakkan titik-titik benda eksplosif yang tersebar ke seluruh penjuru kota ini. Mula-mula aku menjual marshmallow secara gratis dalam waktu dua hari. Bom itu akan bersarang di lambung mereka, atau tertinggal di kloset, di mana saja yang penting tersebar. Seperti dalam permainan mineswepper. Setelah itu, kubiarkan bom waktunya bekerja. Dan hasilnya tepat sasaran. Kudengar dari siaran di kota New York, Paris hangus diguncang bom. Beruntung, aku sudah pulang ke negara asal. Sebab, aku sudah tahu, bahwa kota itu akan mengalami kekacauan.
Kau tahu? Mengapa aku mengebom kota itu? Kota yang begitu penting bagi Perancis. Itu karena aku ini psikopat. Di negeriku, sangat banyak orang-orang yang memilih hidup sebagai psikopat. Karena kau tak mesti merasa bersalah jika membunuh orang. Tapi mengapa Paris yang menjadi korbannya? Itu karena ia mengusirku. Ia mengusirku sebelum aku menemukan anakku yang hilang di taman bermain. Kejadiannya empat tahun yang silam. Saat itu, orang-orang di sana tak ada yang bisa berbahasa Inggris. Mereka justru menudingku gila, dan pengganggu. Sangat tidak ramah. Sampai akhirnya, aku dideportasi. Semenjak kejadian itu, aku menjadi kehilangan akal.
Aku bisa bernafas lega. Dan telah siap dengan sejumlah pasport beragam negara tujuan. Agar aku bisa melompat-lompat dari satu negara ke negara lain, sampai mentok, ditangkap, diadili, dan dieksekusi. Lagipula, para intel itu takkan berburu teroris di Amerika, mereka akan memburunya ke Afghanistan, Yaman, Iraq, atau Pakistan. Yang jelas, aku puas sekali sudah membuat negeriku sendiri bingung mencari tahu siapa pelaku teroris sebenarnya? Sebab, semua ini begitu spontanitas, tanpa rencana, bukan bagian konspirasi seperti yang pernah terjadi pada tragedi WTC. Sehingga, para agen konspirasi sibuk mencari celah untuk memfitnah umat muslim. Di lain sisi, mereka harus mengungkap kebenaran, bukan menuding satu pihak.
Tujuh bulan berlalu.. Paris masih sunyi. Kosong. Seperti kota kematian. Aku tak percaya kota itu benar-benar menjadi sepi. Penyelidikan terus berlangsung, meskipun buntu.
Kepolisian Perancis nyaris gila menangani kasus ini. Tapi FBI tak pernah lelah mencari. Mereka terus mengumpulkan bukti-bukti, mengintai jejak dan keanehan yang terjadi. Hingga didapati fakta mengerikan; bahwa bom itu berasal dari marshmallow yang tersebar di 87.563 titik di kota Paris dan sekitarnya. Mampu meledakkan dirinya secara bersamaan dengan jarak semburan 30 meter.
Sial! Mereka akan tahu siapa pelakunya! Kupastikan sekali lagi bahwa mereka mencari di Afghanistan.. Yaman.. dan Iraq.. Aku yakin, mereka akan berusaha mati-matian agar pelaku teror ini adalah muslim. Bagaimanapun caranya harus muslim. Kalaupun bukan muslim, ada benda-benda yang bisa direkayasa agar pelakunya terkesan muslim. Biasanya Amerika dan Perancis sudah bergandengan tangan dalam masalah ini. Tapi keadaan serba mendadak, spontanitas. Dan tentu saja, Perancis takkan terima, sebab lambang kemegahannya telah hancur berkeping-keping, sebab di sanalah pusat marshmallow durjana itu dijual. Baginya, lebih baik menemukan pelaku asli, daripada pelaku buatan, hasil konspirasi.
Tiga puluh menit setelah pemberitaan, tiga orang agen FBI menggerebek apartemenku. Kupikir, ini akan menjadi detik-detik yang dramatis, penuh dengan sorotan media. Mobil-mobil polisi yang parkir di depan gerbang, anjing pelacak, helicopter yang bermanuver di langit New York. Tapi semua berlalu begitu saja. Nyaris hening. Aku pasrah. Tanpa perlawanan. Sebab aku ini psikopat.
Di ruang investigasi, aku dihujani tatapan sinis. Setiap orang di ruangan ini, berhasrat untuk membunuhku. Di atap kepalaku ada cahaya yang nyaris redup. Ruangan ini sempit, tapi cahaya lampu tidak berhasil menjangkau setiap sudutnya.
“Apa benar? Pada tanggal 6 September 2049, anda berada di Kota Paris, Perancis?”
“Ya” jawabku ringan. Tak berniat untuk mengelak sedikitpun.
“Apa benar? Anda membagikan marshmallow secara gratis? Di taman dekat menara Eiffel?”
“Ya!”
“Mengapa anda melakukannya?!”
“Karena dengan cara itulah.. orang-orang mau mendekati turis yang tidak bisa berbahasa Perancis ini. Mereka mendadak melirikku. Aku hanya perlu berteriak gratuit guimauve.
“Dan mengapa anda meninggalkan bom di setiap marshmallow yang anda bagikan?!”
“Karena aku psikopat. Dan aku bebas berekspresi!”
“Tidak ada psikopat yang sanggup melakukan aksi radikal semacam ini. Bicaralah! Bahwa ada sekelompok orang yang bermain di belakangmu!”
Aku nyengir.
Buggh!
Seseorang meninjuku.
“Bagaimana kau bisa melakukan semua hal gila ini?”
“Semua hal gila gampang sekali dilakukan. Ini 2049. Sistem pertahanan negara kalah canggih dengan pelaku teror. CCTV, sensor, GPS Tracker, wireless push video, semua bisa dikibuli!”
Polisi dihadapanku geleng-geleng kepala.
“Kau bukan psikopat!” Ucapnya tajam.
Beberapa detik ia berbisik dengan rekannya. Salah seorang pergi ke luar.
“Apa tujuan anda?!”
“Tidak penting apa tujuanku!”
Buggh!
Ctaakk
Kali ini bonus pecutan di bagian punggung.
“Mengapa harus 9 September?”
“Karena kupikir.. itu adalah hari konspirasi internasional..”
“Ooh.. jadi ini adalah konspirasi? Ada operasi senyap di balik semua ini? Coba, terangkan pada kami!”
“Tidaak.. Tidak.., Aku memang seorang Amerika, tapi aku tidak suka berkonspirasi!”
“Bicara yang jujur!”
“Apa kau tidak belajar ilmu jiwa lewat sorotan mata? Atau mungkin.. kau polisi amatir?!”
“Kurang ajar!”
Buggh!
“Pecut dia! sampai kalian bosan!”
Ctakk... Ctakk...

***

Remang, mataku berkunang.. cahaya menjauh. Hilang.Kuingat-ingat kembali, sudah berapa cambukan mendarat di punggungku.
Mereka memaksaku berdiri, lalu melepas tubuhku ke kursi. Aku hampir sempoyangan. Sampai akhirnya salah seorang dari mereka berucap.
“Aku punya penawaran untukmu.”
Aku tak merespon, hanya berusaha menatap wajah yang mengajakku berbicara.
“Kau bisa saja lepas dari hukuman mati, dan mengasingkan diri ke negara lain.. asalkan..”
Kutatap matanya tajam. Dia tersenyum kecut.
Hening seketika.
“Katakan di pengadilan Perancis..!” Katanya kemudian. Aku menelan ludah. “Katakan.. bahwa kau adalah seorang muslim, dan bagian dari Al Qaidha..”
Aku tertegun, lalu perlahan-lahan tersenyum licik di antara darah dan keringat yang mengucur deras.

***






PROLOG NOVEL METAFORA SUNYI


Senja di Perbatasan Lhoknga




Lhoknga, 2017
Aku berlari. Bersama sepotong bayangan yang hitam pekat. Menelusuri riak sepi dalam lembayung senja. Kedua kakiku menghentak gundukan pasir putih di pantai Lampuuk. Melebur sunyi. Lewat jerit dan isak yang bersahutan. Di dadaku ada luka. Dan di nadiku ada dusta. Segenap kata takkan bisa meretak perih yang menikam sukmaku. Hanya kenangan berseliweran. Muncul bagai siluet yang mengiris permukaan tubuh. Menjadi bayang-bayang hitam yang melapisi raga. Lalu terdampar bagai daun kering dihempas gerombolan ombak.
Aku tersungkur. Cairan hangat melapisi mataku yang kecoklatan. Tetes demi tetes air mata bening itu berlompatan. Terhisap mengering, menembus cela-cela pori yang berlekatan. Kugenggam jilbab putih yang menggantung sampai ke dada. Kuremas dada yang sesak menimbun perih. Hatiku berteriak. Namun luluh oleh kesucian. Adakah luka pantas dicaci maki??
Aku masih tak mengerti. Mengapa aku berada di sini? Mengasingkan diri untuk menikmati kehancuran. Sementara di luar sana ada banyak orang yang mencintaiku. Aku tak mengerti, mengapa aku memilih untuk menumpahkan air mata di tempat ini, di atas gundukan pasir? Sementara ada banyak pundak yang dengan sukarela menjadi tumpuan kepedihanku. Dan aku tak mengerti,_mengapa aku mesti menangis?
Tiba-tiba saja seorang pria menyodorkan lembaran-lembaran kusam. Berisi catatan hidup, lengkap dengan dinamika tanggal yang berbeda. Aku tak bisa menutupi kumparan air mata. Sesekali kutatap langit gelap yang mendesakkan mendungnya. Di bawah terik senja yang memerah. Dan tiba-tiba saja lautan di hadapanku bagai riak darah yang menggelegak. Membawa harumnya nafas kematian. Menyilaukan lentera di balik punggung awan yang bergerak mengintai mentari. Dalam genang lautan, meliuk, mengantarkan sukma para pejuang. Dengan getar cinta pada kematian yang damai. Ditutup dengan selembar kafiyeh. Hingga senyum abadi mereka hanya tertancap dalam ingatan. Lalu pergi bersama hempasan cahaya yang terbenam di balik cakrawala.
Kicau murai bagai nyanyian kerinduan. Lirihnya menggantung di liang telinga. Mengalirkan gelombang longitudinal. Sunyi seketika. Begitu jemari yang halus membelai lembaran-lembaran cerita. Membaca sekilas. Penuh kebingungan. Tapi aku hafal tulisan tangan itu. Begitu familiar di mataku. Hanya kegelisahan kembali mengurai batin. Ingin rasanya kuhempas lembaran-lembaran itu. Melemparnya ke tengah lautan. Membiarkan lembaran itu dicabik-cabik gerombolan ombak pesisir. Atau meremasnya, membentuk bola-bola. Lalu menimpuki lautan dengan bola-bola kertas itu. Melempar sekuat tenaga, agar bersamanya, ikut terbuang rasa penat yang sejak tadi menikam batinku. Tapi aku tahu, aku terlalu lemah untuk melakukannya.
Lembaran itu berantakan, tapi sistematis tumpukannya. Di dalamnya ada sebuah foto medium close up. Foto itu tampak hidup dan berteriak ingin bercerita, sebelum senja menutup kelamnya. Dan mendung semakin menggelap. Mengantarkan burung-burung pulang ke sarangnya. Mengantarkan cerita pada satu titik akhir. Hingga keabadian hanyalah impian kosong. Semua akan berakhir. Semua akan menuju pada titik-titik yang baru. Pada cerita yang baru.
Kabar itu melintas dengan cepat. Hadir bagai kilatan petir yang menyambar jantung harapan. Segenap jiwaku terasa mati. Dipecut nasib. Impian itu hangus terbakar. Apa yang selama ini kutakuti, ia hadir. Bagai mimpi buruk. Ia meletup-letup. Kemudian meledak. Mendiaspora.
Ingin sekali rasanya aku berteriak. Mengalahkan deru ombak yang membentur karang. Meneriaki keangkuhan diri, dan mencaci maki kebodohan ini. Aku ingin tenggelam, menghisap kedalaman lautan. Hingga air mata ini terhimpun bersama air laut. Tidak lagi sebagai titik-titik jenuh yang menyisakan jejak di pipi. Dan kutegaskan, bahwa aku baik-baik saja.
Seandainya aku adalah zat cair bervolume tetap. Aku ingin terik mentari ini lebih panas memanggang tubuhku. Menguapkan diri. Membumbungku terbang ke angkasa. Meski tubuh ini tak lagi utuh. Paling tidak aku tak lagi menapaki bumi. Begitu lebih baik.
Kutatap langit yang kuning keemasan. Mencari sketsa wajahmu dalam serat mega yang bergerak dibelai angin senja. Tanpa sadar, aku terlihat bodoh dengan semua ketidakmungkinan ini. Aku seperti berharap ada pelangi tanpa cahaya yang membias.
Di jemariku masih mengerat lembaran-lembaran itu. Perlahan aku beranjak. Berdiri. Pria di sampingku menjauh. Meninggalkanku dalam ritme gerak yang teratur. Telapak kakinya membentuk jejak cekungan di pasir yang halus. Aku ingin berteriak jangan pergi! Tapi bibirku kelu. Ia berlalu. Dan aku mulai sendirian di tempat ini.
Aku duduk di bongkahan batang fillicium yang menua. Terserak kaku di atas pasir. Aku mengeja deretan huruf yang menghiasi cover lembaran tersebut. Dari bibirku keluar suara; metafora sunyi: sebuah catatan yang termakhtub di dalam hati.


***

Laman BINEKA (Bahasa Indonesia Era Komunikasi ASEAN) Sebagai Media Pembelajaran BIPA

(diajukan sebagai karya tulis ilmiah dalam seleksi Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Bahasa dan Seni UNJ)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Era Masyarakat Ekonomi ASEAN telah bergulir sejak tahun 2015. Negara-negara ASEAN bekerjasama sekaligus bersaing untuk meningkatkan kemajuan di bidang ekonomi. Tenaga kerja Indonesia harus siap menghadapi persaingan global. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia berpotensi besar menjadi pusat strategis pengembangan ekonomi ASEAN. Hal tersebut dilatarbelakangi dua hal, yaitu Sumber Daya Alam (SDA), dan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut World Bank (1994), sumber daya alam Indonesia meliputi minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km. Terkait SDM, tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dengan jumlah angkatan kerja (usia 15-64 tahun) mencapai 70% dari total penduduk.
Dalam menjawab tantangan tersebut, selain meningkatkan kualitas SDM, negara harus mampu memperkuat diplomasi kebahasaan. Diplomasi kebahasaan dalam kajian hubungan internasional termasuk dalam kategori diplomasi kebudayaan. Diplomasi kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha suatu negara dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan dalam percaturan masyarakat internasional, di bidang sosial, ekonomi, dan kebahasaan.[1]
Dalam upaya menjawab tantangan MEA, perlu adanya kekuatan untuk membangun usaha mandiri berbasis teknologi, dengan target pasaran mancanegara, minimal regional ASEAN. Salah satu bentuk usaha berbasis teknologi yang sesuai di era Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah penyediaan sarana digital pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Perlu diketahui, di dalam negeri saat ini tercatat tidak kurang dari 45 lembaga yang telah mengajarkan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di lembaga-lembaga kursus. Sementara itu di luar negeri, pengajaran BIPA telah dilakukan oleh sekitar 36 negara di dunia dengan jumlah lembaga tidak kurang dari 130 buah, yang terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI, dan lembaga-lembaga kursus.[2]
Di era MEA, Bahasa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bahasa pengantar dalam lintas komunikasi antarnegara ASEAN. Pakar bahasa dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Suhartono, menilai Bahasa Indonesai berpotensi menjadi Bahasa ASEAN pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dia mengatakan bahwa ada dua bahasa yang berpotensi menjadi Bahasa ASEAN, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu. Namun, ia meyakini Bahasa Indonesia lebih berpotensi daripada Bahasa Melayu, karena setidaknya ada empat argumentasi yang ilmiah, meski pemerintah masih perlu melakukan diplomasi.
Keempat argumentasi itu adalah Bahasa Indonesia itu sudah banyak dipelajari pada banyak negara, mudah dikuasai, laju perkembangannya fantastis, dan sebagaian kosa kata Indonesia juga ada di dalam bahasa negara-negara ASEAN. Bedanya, distribusi Bahasa Indonesia tidak merata seperti Bahasa Melayu yang ada di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan, namun Bahasa Indonesia di Indonesia sendiri sudah mencapai 60 persen pengguna di tingkat ASEAN.[3]
Setiap tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia, tentu harus mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik, dan mengenal kebudayaan Indonesia. Meskipun pemerintah tidak menerapkan kebijakan ketat terkait politik kebahasaan, akan tetapi, setiap warga negara asing harus mengaktualisasi diri bahwa mereka adalah tenaga kerja yang berdayasaing global.
Selain itu, dalam pasal 44 UU No. 24 Tahun 2009, pemerintah juga melakukan upaya penginternasionalan bahasa Indonesia. Hal ini semakin menambah potensi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pasal tersebut berbunyi;
1.    Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
2.    Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan realitas itulah, negara seharusnya menerapkan kebijakan khusus bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Setiap WNA yang ingin bekerja di Indonesia wajib mahir berbahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pergeseran bahasa Indonesia akibat pengunaan bahasa asing. Selain itu, untuk meningkatkan daya efektifitas penyeleksian tenaga kerja asing. Maka, hanya WNA dengan level kualitas di atas rata-rata saja, yang dapat bekerja di Indonesia, dan memperoleh posisi penting.
Beranjak dari permasalahan tersebut, pemerintah harus meningkatkan profesionalitas dan efektifitas pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Negara juga dituntut untuk mengakomodasi pengajaran yang murah, mudah, dan praktis. Bentuk realisasi dari pengajaran yang murah, mudah, dan praktis adalah inovasi pembelajaran BIPA, dengan upaya konkret penyediaan media pembelajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing melalui media laman (website).
Pemilihan media laman dikarenakan pembelajaran ini harus dikenal luas, universal, dan mampu menjangkau lapisan masyarakat dunia (terutama masyarakat ASEAN). Media laman ini juga mendukung usaha berbasis teknologi, dengan adanya unsur komersil dalam penyediaan sarana pembelajaran BIPA. Di samping itu, media ini menjadi alat untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui penginternasionalan bahasa Indonesia.
Laman BINEKA berisi empat konten utama, yaitu; pengajaran fonologi bahasa Indonesia, percakapan bahasa Indonesia, afiksasi bahasa Indonesia, dan wawasan kebudayaan Indonesia. Pemilihan empat konten ini berdasarkan analisis Grabe (1986), bahwa  masalah pembelajaran bahasa asing muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistik dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa target. Pembelajar harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari bahasa target, jika ingin menguasai bahasa target itu. Walaupun demikian bisa saja terjadi seorang pembelajar yang sudah memiliki kompetensi secukupnya dalam bahasa target tetapi masih menghadapi kesulitan memahami teks tertentu karena kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target. Oleh karena itu pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target sangat dibutuhkan oleh pembelajar untuk melengkapi kompetensi gramatikal dan leksikal mengenai bahasa target.
Pembelajaran BIPA sendiri memiliki tujuan membentuk peserta didik berkemampuan berbahasa secara wajar. Dalam pengertian yang lebih luas, kewajaran ini terkait dengan hal-hal lain, termasuk di dalamnya budaya yang senantiasa melekat dalam substansi bahasa.[4] Karena itu di samping persoalan karakteristik personal pembelajar, persoalan budaya juga ikut terlibat dalam penciptaan pembelajaran BIPA.  Terlebih lagi, jika pembelajaran BIPA diselenggarakan di Indonesia, maka pertimbangan dari segi sosiokultural menjadi semakin penting. Dikatakan demikian, karena pertimbangan tersebut sekaligus akan menjadi wahana dan kebutuhan pembelajar dalam berkomunikasi secara langsung dan faktual.   
Pembelajaran BIPA sebagai sebuah program, tentu memiliki pijakan yang jelas sebagaimana tampak pada prinsip dasar pembelajaran pada umumnya. Demikian pula, sebagai bentuk pembelajaran bahasa sudah semestinya juga mendasarkan pada kaidah konseptual pembelajaran bahasa asing yang menjadi landasan pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori bahasa dan teori pembelajaran bahasa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka, media yang diperlukan untuk mengantarkan warga negara asing pada pengenalan bahasa dan budaya Indonesia yaitu melalui Dapur BINEKA (Bahasa Indonesia Era Komunikasi ASEAN). Dapur BINEKA merupakan media pembelajaran BIPA yang mudah, murah, praktis, dan berbasis teknologi bagi peserta didik di level pemula (elementary). Media ini dapat menjadi representasi dari upaya peningkatan kualitas penutur asing dalam berbahasa Indonesia, dan upaya pengenalan budaya Indonesia di level mancanegara. Selain itu, Dapur BINEKA merupakan media usaha berbasis teknologi (technopreneur). Dalam hal ini, memanfaatkan media laman (website), yang dapat diakses oleh masyarakat dunia, para pemelajar bahasa Indonesia.
Media pembelajaran Dapur BINEKA memuat 4 konten utama, yaitu pengajaran fonologi bahasa Indonesia, percakapan bahasa Indonesia, tata bahasa, dan wawasan kebudayaan Indonesia. Dengan pembelajaran tersebut, WNA dapat mengerti teknis pelafalan bahasa Indonesia, tata bahasa Indonesia, leksikon, dan pemahaman budaya Indonesia sebagai bagian integral dari pembelajaran  bahasa Indonesia. 
Gagasan terkait wirausaha berbasis teknologi ini merupakan pengembangan dari gagasan-gagasan yang telah ada, berdasarkan analisis permasalahan kebijakan politik kebahasaan Indonesia, kebutuhan praktis pembelajaran BIPA, kemudahan dan efisiensi teknis pembelajaran, dan akselerasi persiapan bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Penelitian-penelitian yang menjadi pijakan dalam referensi keilmiahan antara lain; Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar oleh Imam Suyitno, Artikel Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik oleh Anneke Heritaningsih, Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial oleh Widodo H.S., dan beberapa penelitian lainnya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana usaha berbasis teknologi dapat menjawab tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
2.    Bagaimana “Laman Dapur-BINEKA - Bahasa Indonesia Era Komunikasi ASEAN“ menjadi media  pendukung bagi pembelajaran BIPA di era Masyarakat Ekonomi ASEAN?
C.  Tujuan
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan:
1.    Menyediakan media pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA),
2.    Meningkatkan daya saing bangsa melalui usaha berbasis teknologi, dan  penginternasionalan Bahasa Indonesia.

D.  Manfaat
Manfaat Teoritis
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis untuk menambah wawasan pengetahuan terkait model pembelajaran BIPA, serta memberikan sumbangan pemikiran yang bersifat futuristik, untuk persiapan menghadapi persaingan global. Selain itu, diharapkan dapat menjadi landasan berpikir untuk pengadaan media pembelajaran BIPA lewat laman (website), dan menjadi penggerak untuk upaya penginternasionalan Bahasa Indonesia.
Manfaat Praktis
Bagi Pemerintah
1.    Membantu penyediaan media pendukung bagi pembelajaran BIPA
2.    Sebagai upaya pemertahanan, pelindungan, dan penginternasionalan bahasa Indonesia
3.    Membantu penyeleksian tenaga kerja asing, dan mencegah terjadinya keketatan persaingan kerja
Bagi Warga Negara Indonesia
1.    Melindungi warga negara Indonesia dari ancaman persaingan bebas
2.    Meningkatkan kemudahan berbahasa lintas negara di ASEAN sebagai dampak dari penginternasionalan bahasa Indonesia
Bagi Warga Negara Asing
1. Meningkatkan kemahiran warga negara asing dalam menggunakan bahasa Indonesia
2. Mengakomodasi warga negara asing untuk mempelajari bahasa Indonesia yang mudah, murah, dan praktis
3. Memudahkan warga negara asing dalam mencari pekerjaan, menyesuaikan diri, serta memahami kultur negara Indonesia
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah metode  studi pustaka.
Adapun langkah-langkah konkret yang dilakukan dalam upaya memecahkan permasalahan dalam penelitian ini, antara lain:
1.      Mengetahui konsep pembuatan laman yang tepat dalam upaya menyediakan layanan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
2.      Memahami dan mempelajari model pembelajaran BIPA
3.      Mematangkan konsep technopreneur dan mencari celah untuk mendapatkan keuntungan lewat usaha berbasis teknologi
4.      Bekerjasama dengan asosiasi BIPA dalam menyusun kerangka pembelajaran, dan mempublikasikannya
5.      Merancang dan melancarkan strategi dalam upaya penginternasionalan bahasa Indonesia

BAB II
TELAAH PUSTAKA
Media Belajar
Media berasal  dari bahasa latin medius yang secara bahasa berarti; perantara atau pengantar. Menurut Ibrahim, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan sehingga terjadi interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional tertentu. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan keamanan peserta didik, sehingga dapat mendorong terciptanya proses pada dirinya.
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima.[5] Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi.


Pengertian Technopreneurship
Technopreneurship dan entrepreneurship memiliki perbedaan mendasar. Webster Dictionary (2005) membedakan definisi enterpreneur dengan technopreneur dalam bidangnya yang lebih spesifik kearah teknologi tinggi. Bila enterpreneur   didefinisikan sebagai seseorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan mengambil resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan, maka Webster Dictionary mendefinisikan Technopreneur sebagai seorang entrepreneur dimana bisnisnya melibatkan teknologi tinggi.
Technopreneurship adalah sebuah wirausaha/inkubator bisnis berbasis teknologi. Kombinasi wirausaha dan teknologi ini merupakan strategi inovatif untuk mengatasi masalah pengangguran intelektual yang semakin meningkat.
Technopreneurship menjadi wadah bagi mahasiswa dan pekerja, belajar membuat perusahaan.
Tujuan dari wirausaha ini adalah melahirkan perusahaan sukses yang mandiri, dan mampu menciptakan lapangan kerja melalui pemanfaatan teknologi. Sehingga, sesuai dengan perkembangan zaman, dan mampu bersaing di era global.
Menurut Dedeng Abdul Gani A, globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar dapat terus bertahan, perusahaan-perusahaan mengubah dari bisnis yang didasarkan pada sumber daya (resources-based business) menuju knowledge based business/company (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan. Ketika pencapaian utama perusahaan adalah sustainable competitive advantage atau pencapaian daya saing bisnis berkelanjutan, maka manajemen perusahaan akan didorong pada proses pencapaian dan pengembangan pengetahuan sebagai strategi bersaing perusahaan.[6]
Di era digital saat ini, penting sekali untuk membangun daya saing. Daya saing  didorong oleh perkembangan teknologi yang semakin canggih dan cepat, ketertinggalan dalam penguasaan teknologi akan berdampak pada kesulitan untuk memenangkan persaingan, baik itu di level negara atau organisasi. Persaingan antar negara ditandai dengan peningkatan skala produksi yang dapat dihasilkan, investasi langsung yang dating dari luar negeri dan peningkatan standar hidup masyarakat. Merujuk pada hasil pertemuan Word Economic Forum (WEP), keunggulan kompetitif negara dihasilkan oleh dua faktor utama yaitu kompetitif dalam pertumbuhan dan kompetitif pada mikroekonominya. keunggulan kompetitif ini dihasilkan oleh factor penguasaan teknologi, peran instutusi publik dan sumber daya makroekonomi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Di awal pembentukannya tahun 1967, Association of Shouteast Asia Nations (ASEAN) hanya berorientasi pada kerjasama regional di bidang politik, sebagai upaya menciptakan perdamaian dan keamanan global. Seiring berjalannya waktu, dalam rangka menjawab tantangan krisis ekonomi di tahun 1997, para pemimpin negara ASEAN kembali memformulasikan “ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpu pada 15 Desember 1997 yang menjadi tujuan jangka panjang ASEAN. Rencana jangka panjang ASEAN memuat 3 pilar, yaitu ASEAN Economic Community (AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN-MEA), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC).
Di tahun 2006, kerangka kerja MEA diperkuat dengan formulasi cetak biru yang berisi target dan waktu penyampaian MEA. Berdasarkan pertimbangan kepentingan menghadapi daya saing ASEAN di level global, diputuskan untuk mempercepat pembentukan MEA, dari 2020 menjadi 2015 (12th  ASEAN  Summit, Januari 2007).
Wacana bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 dan 19 pada 2011 lalu, ternyata tidak menjadi prioritas pembahasan, indikasi tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya keputusan yang menyinggung hal tersebut.
Pada KTT ASEAN ke-18 dan 19 di Jakarta, dengan bangga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan bahasa Indonesia, termasuk saat menjawab pertanyaan dari wartawan asing.[7] Hal ini juga merupakan itikad politik presiden untuk mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dapat digunakan pada forum pertemuan ASEAN.
Tantangan politik kebahasaan dalam MEA juga bersumber dari realitas keberadaan bahasa Melayu. Tidak dapat dipungkiri bahasa Melayu adalah anggota terpenting dari kerabat bahasa Austronesia yang memiliki batasan luas, diluncurkan dari peradaban Asia Timur pada sepuluh ribu tahun yang lalu. Bahasa Austronesia purba terbentuk di pulau asalnya di Taiwan. Para penutur bermigrasi ke arah selatan melalui Filipina. Sampai akhirnya mendiami sepuluh ribu pulau di Asia Tenggara.[8]
Pengajaran BIPA
Pembelajaran BIPA memiliki karakteristik dan norma pedagogik yang berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada penutur asli. Perbedaan tersebut terjadi karena (a) pelajar BIPA pada umumnya telah memiliki jangkauan dan target hasil pembelajaran secara tegas, (b) dilihat dari tingkat pendidikannya, pada umumnya pelajar BIPA adalah orang-orang terpelajar, (c) para pelajar BIPA memiliki gaya belajar yang khas dan kadang-kadang didominasi oleh latar belakang budaya, (d) sebagian besar pelajar BIPA memiliki minat, dan motivasi yang tinggi terhadap bahasa Indonesia, (e) para pelajar BIPA memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, dan (f) karena perbedaan sistem bahasa, menyebabkan pelajar BIPA banyak menghadapi kesulitan terutama dalam masalah pelafalan dan penulisan.[9]
Metode pengajaran BIPA bervariasi, dari satu masa ke masa yang lain, dari satu negara ke negara yang lain, dan bahkan dari satu pengajar ke pengajar yang lain. Di negara seperti Amerika, minat pada bahasa Indonesia bermula pada saat negara itu merasakan adanya kebutuhan untuk keterlibatan internasional pada perang dunia II. Amerika merasakan ketertinggalan mereka dalam kancah politik internasional, sehingga digaungkanlah pengajaran bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia.
Awalnya, metode pengajaran bersifat struktural, meskipun dalam materi ajar mencerminkan metode audio-lingualisme dalam berbagai versi. Pada awal 70an, muncul metode komunikatif yang dianggap tidak banyak mempengaruhi pengembangan pembelajaran BIPA. Metode pangajaran yang beragam, jug mempengaruhi bahan ajar dalam proses pembelajaran. Selama ini, pembelajaran BIPA masih bertumpu pada buku yang disesuaikan dengan kebijakan negara/universitas penyedia pembelajaran BIPA.
Pengajaran BIPA di institusi formal sangat beragam. Ada yang intensif (25 jam seminggu), semi intensif (10 jam seminggu), dan tidak intensif (5 jam seminggu). Pengajaran intensif sudah diterapkan oleh Program Falcon di Cornell atau Program militer di Monterey. Sementara pengajaran tidak intensif ada di Universitas Hawaii.

           BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

1.    Usaha Berbasis Teknologi
Tahun 2015, menjadi era awal penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN, di mana negara-negara ASEAN melakukan kerjasama regional di bidang ekonomi, dan tenaga kerja asing bebas mencari kerja di kawasan ASEAN. Hal ini mengacu pada ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpu pada 15 Desember 1997, diikuti dengan akselerasi MEA pada ASEAN SUMMIT ke-12 di Kuala Lumpur Malaysia.
Negara Indonesia berpotensi menjadi pusat strategis operasi ekonomi ASEAN, dengan SDA yang melimpah, dan SDM yang berusia produktif. Berdasarkan data BKKBN, tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 70% dari total penduduk.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka negara harus meningkatkan daya saing bangsa. Peningkatan daya saing bangsa harus didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan teknologi dapat dilakukan melalui usaha lewat media laman (website). Dengan mengandalkan konten yang menarik, mutakhir, serta  diperlukan oleh warga dunia, maka, usaha berbasis teknologi tersebut dapat dikembangkan. Secara analisis futuristik, usaha yang mengandalkan basis kemajuan teknologi, adalah usaha yang mampu bertahan di era perdagangan bebas.
Pemanfaatan media ini menjadi strategi untuk mengembangkan usaha berbasis teknologi (technopreneurship). Demi terciptanya lapangan kerja, serta menuntaskan masalah pengangguran intelektual. Melalui technopreneurship ini, kegiatan wirausaha akan dikemas dengan mengandalkan kecanggihan teknologi. Sehingga dapat memperluas jangkauan konsumen, memperkecil biaya opreasional, serta mempermudah kegiatan wirausaha.
Mengacu pada konten, bagaimana sebuah laman dapat diminati warga dunia? Maka, jawabannya adalah konten tersebut harus sesuatu yang dibutuhkan di era saat ini. Berdasarkan fakta banyaknya lembaga penyedia pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing, sudah seharusnya bangsa Indonesia menyediakan layanan berbasis web untuk memudahkan warga asing belajar bahasa Indonesia.
Di lihat dari kacamata perspektif keuntungan dalam berbisnis, usaha melalui laman pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing memiliki beberapa kelebihan. Pertama, nilai kurs mata uang Indonesia yang cenderung lebih rendah jika dikonversi ke mata uang negara lain, dan kedua, pendanaan yang rendah karena nilai praktis sebuah laman.
Pemasukan usaha dari laman ini berupa iklan, tes/ujian kemahiran berbahasa Indonesia, dan penjualan modul pembelajaran BIPA. Setiap warga negara asing yang ingin mengunduh modul tersebut, harus membayar biaya terlebih dahulu. Biaya tersebut sejumlah US$ 50 - US$ 70. Biaya untuk tes yaitu US$ 65. Untuk pemasangan iklan, biayanya antara US$ 350 - US$ 6000.
Dengan penetapan biaya-biaya tersebut, tentu laman ini tidak hanya memberikan jasa, akan tetapi, dapat menjadi sumber usaha yang menguntungkan, dan sesuai dengan zaman.
2.        Penginternasionalan Bahasa Indonesia
Pengajaran BIPA memerlukan  media belajar yang berimbang, kreatif, dan dapat mengakselerasi kemahiran WNA dalam berbahasa Indonesia. Media belajar yang sesuai untuk penutur asing tingkat dasar/pemula di antaranya melalui laman (website), dengan model tampilan audio-visual, teks, dan rekaman suara.
Melalui media laman ini, siswa dapat meningkatkan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia. Memperluas wawasan seputar budaya Indonesia, demi meminimalkan terjadinya kesenjangan budaya. Siswa juga mampu mengulang-ulang pembelajaran, sampai benar-benar dimengerti. Mulai dari teknis melafalkan alfabet bahasa Indonesia, pembelajaran tata bahasa, memperkaya kosakata, meningkatkan kemampuan menyimak, serta pengenalan wawasan budaya Indonesia, menjadikan media laman dapur BINEKA ini sebagai pegangan dalam menguasai bahasa Indonesia.
Penggunaan media laman dapur BINEKA sangat mudah dan praktis, mendukung pembelajaran secara autodidak, ramah lingkungan, bilingual (dilengkapi terjemahan dalam bahasa Inggris), dan tentunya dapat membantu pemerintah dalam upaya pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, termasuk menciptakan dominasi kekuatan diplomasi bahasa yang seutuhnya. Sebab Indonesia memiliki potensi sebagai pusat kegiatan ekonomi ASEAN, dan bahasa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi bahasa pengantar di era percaturan ekonomi ASEAN.
Penginternasionalan bahasa Indonesia ini juga menjadi bukti bahwa bangsa kita mampu bersaing, dan diminati warga dunia. Efek yang ditimbulkan dari banyaknya  orang asing yang belajar bahasa Indonesia, tentu akan meningkatkan kepopuleran budaya Indonesia, dan menjadikan negara ini turut andil dalam diplomasi antarbangsa.

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.    Simpulan
Kebijakan politik kebahasaan menjadi landasan penting bagi negara Indonesia untuk lepas landas di era perdagangan bebas ASEAN. Demi menjawab tantangan itulah, usaha berbasis teknologi (technopreneurship) perlu dikembangkan. Sebagai bagian dari peningkatan daya saing bangsa. Selain itu, pengajaran BIPA juga perlu diperhatikan, menjadi ujung tombak bagi pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, serta pengatur stabilitas persaingan tenaga kerja.
Bentuk usaha berbasis teknologi yang dikembangkan yaitu laman pembelajaran BIPA.  Di lihat dari kacamata perspektif keuntungan dalam berbisnis, usaha melalui laman pembelajaran BIPA ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, nilai kurs mata uang Indonesia yang cenderung lebih rendah jika dikonversi ke mata uang negara lain, dan kedua, pendanaan yang rendah karena nilai praktis sebuah laman. Dari keuntungan-keuntungan itulah, media laman ini memiliki peluang untuk bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pembelajaran BIPA dapat dilakukan dengan media laman dapur BINEKA yang bersifat murah, mudah, dan praktis. Dengan mengandalkan 4 konten utama, yaitu penguasaan fonologi bahasa Indonesia, tata bahasa, percakapan, dan wawasan budaya Indonesia.
Media laman dapur BINEKA menjadi solusi dari tantangan MEA 2015, serta konsekuensi dari usaha pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, dengan adanya kerjasama yang menguntungkan dua pihak, baik pemerintah, maupun warga negara asing, serta meningkatkan daya saing bangsa di tengah persaingan global yang semakin ketat.
2.    Rekomendasi
Media laman dapur BINEKA ini dapat terus dikembangkan menjadi lebih kompleks. Disesuaikan dengan kebutuhan para siswa asing dalam mempelajari Bahasa Indonesia. Ke depannya, media pembelajaran BIPA ini diujicoba efektifitasnya, dan dievaluasi, sampai benar-benar matang, dan dapat dipatenkan. Lalu dilakukan sosialisasi, dan penerapan ke institusi-institusi penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing.
Untuk jangka panjang, laman dapur BINEKA dapat dikembangkan menjadi lebih kompleks, tidak hanya bersifat bilingual, tetapi juga multilingual. Diharapkan dapat mengakomodasi warga negara asing (ASEAN) dengan beragam bahasa. Maka, diharapkan ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah, asosiasi BIPA, dan pakar IT.



DAFTAR PUSTAKA
_____. 2015. Buku Panduan Gelar Wicara Internasionalisasi Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
_____. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Arsyad, Azhar, M.A. 2011. Media belajar. Yogyakarta PT. Raja Grafindo Persada
Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Djardjowidjojo, Soenjono. 2003. Rampai Bahasa, Pendidikan, dan Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Heritaningsih, Anneke. 2011. Artikel Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik. UK Petra: BIPA FS
HS, Widodo. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial. CIS BIPA-UM
Karmin, Y. 2008. Artikel Mengembangkan Kurikulum BIPA yang Ramah Terhadap Pelajar. Universitas Sanata Dharma
W.M. Rivers. 1981. Teaching Foreign-Language Skills, 2d ed. Chicago: University of   Chicago Press
Santyasa, Wayan I. 2007. Media Pembelajaran. Bali: Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha       
Suyitno, Imam. 2007. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar. Jakarta: Jurnal Wacana Vol. 9
Tulus dan Wahyuni. 2007. Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Jakarta: Ombak
Winantya, R. dkk. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Persaingan Global. Jakarta: Gramedia
Zulfikar, Achmad. 2015. Bahasa Indonesia Sebagai Embrio Bahasa ASEAN. Yogyakarta: Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.




[1] Tulus dan Wahyuni, Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia, Jakarta, Ombak, 2007, Hlm. 19

[2] _______, Buku Panduan Gelar Wicara Internasionalisasi Bahasa Indonesia. Jakarta, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2015, Hlm. 14
[3] Edi M, Bahasa Indonesia Berpotensi Jadi Bahasa ASEAN, diakses dari http://www.antaranews.com/berita/538821/bahasa-indonesia-berpotensi-jadi-bahasa-asean, pada tanggal 25 Maret 2016
[4] Rivers, W. M, Teaching Foreign-Language Skills, 2d ed, Chicago, University of   Chicago Press, 1981, Hlm. 34
[5] Wayan I Santyasa, Media Pembelajaran. Bali: Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha, 2007: 4
[6] diakses dari http://www.sjm.sch.id/p/pengertian-technopreneurship.html, pada tanggal 27 Maret 2016
[8] James Collins, Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, Hlm. 1
[9] Imam Suyitno, Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar, Jakarta: Jurnal Wacana Vol. 9, 2007, Hlm. 64