mimpi-mimpiku

Selasa, 21 Juni 2016

KONSPIRASI 2049




Remang, mataku berkunang, cahaya menjauh. Hilang. Kuingat-ingat kembali, sudah berapa cambukan mendarat di punggungku. Mungkin 50,_atau mungkin juga 59.

***

Kau tahu?? Sejak tahun 2049, kota ini telah kehilangan pesonanya. Menara angkuh yang melambangkan romantisisme itu telah ambruk. Bahkan bangkai besinya telah lama terkubur di dalam kerak bumi, sebagian dicuri imigran gelap. Di kota ini kau takkan pernah temui peradaban. Semua infrastruktur telah hangus terbakar, membelah diri menjadi bongkahan hitam dan gelap. Pepohonan kering, hanya tinggal batang, yang diam-diam mencoba bertahan dari serangan matahari di musim panas. Para model dunia gelagapan, sekarang fashion bukan lagi hal penting, menyusul tragedi yang menimpa Paris, tanggal 9 September 2049.
“Ini konspirasi paling mematikan sepanjang sejarah peradaban manusia!” Kalimat itu diucapkan dengan berapi-api oleh presiden Amerika. Ia sendiri yang memimpin penyelidikan kasus di Paris. Sebab negara-negara Eropa lain masih shock dengan bunyi ledakan beruntun yang memecah langit Eropa.
Semua berawal ketika dunia ini tak lagi jujur membuat kisah hidupnya.  Amarah, kebencian, duka, dendam, adalah seringai yang melatari kehidupan ini. Atau paling tidak, kehidupanku. Aku benci Paris, karena itulah aku mengebomnya. Atau lebih tepatnya meletakkan titik-titik benda eksplosif yang tersebar ke seluruh penjuru kota ini. Mula-mula aku menjual marshmallow secara gratis dalam waktu dua hari. Bom itu akan bersarang di lambung mereka, atau tertinggal di kloset, di mana saja yang penting tersebar. Seperti dalam permainan mineswepper. Setelah itu, kubiarkan bom waktunya bekerja. Dan hasilnya tepat sasaran. Kudengar dari siaran di kota New York, Paris hangus diguncang bom. Beruntung, aku sudah pulang ke negara asal. Sebab, aku sudah tahu, bahwa kota itu akan mengalami kekacauan.
Kau tahu? Mengapa aku mengebom kota itu? Kota yang begitu penting bagi Perancis. Itu karena aku ini psikopat. Di negeriku, sangat banyak orang-orang yang memilih hidup sebagai psikopat. Karena kau tak mesti merasa bersalah jika membunuh orang. Tapi mengapa Paris yang menjadi korbannya? Itu karena ia mengusirku. Ia mengusirku sebelum aku menemukan anakku yang hilang di taman bermain. Kejadiannya empat tahun yang silam. Saat itu, orang-orang di sana tak ada yang bisa berbahasa Inggris. Mereka justru menudingku gila, dan pengganggu. Sangat tidak ramah. Sampai akhirnya, aku dideportasi. Semenjak kejadian itu, aku menjadi kehilangan akal.
Aku bisa bernafas lega. Dan telah siap dengan sejumlah pasport beragam negara tujuan. Agar aku bisa melompat-lompat dari satu negara ke negara lain, sampai mentok, ditangkap, diadili, dan dieksekusi. Lagipula, para intel itu takkan berburu teroris di Amerika, mereka akan memburunya ke Afghanistan, Yaman, Iraq, atau Pakistan. Yang jelas, aku puas sekali sudah membuat negeriku sendiri bingung mencari tahu siapa pelaku teroris sebenarnya? Sebab, semua ini begitu spontanitas, tanpa rencana, bukan bagian konspirasi seperti yang pernah terjadi pada tragedi WTC. Sehingga, para agen konspirasi sibuk mencari celah untuk memfitnah umat muslim. Di lain sisi, mereka harus mengungkap kebenaran, bukan menuding satu pihak.
Tujuh bulan berlalu.. Paris masih sunyi. Kosong. Seperti kota kematian. Aku tak percaya kota itu benar-benar menjadi sepi. Penyelidikan terus berlangsung, meskipun buntu.
Kepolisian Perancis nyaris gila menangani kasus ini. Tapi FBI tak pernah lelah mencari. Mereka terus mengumpulkan bukti-bukti, mengintai jejak dan keanehan yang terjadi. Hingga didapati fakta mengerikan; bahwa bom itu berasal dari marshmallow yang tersebar di 87.563 titik di kota Paris dan sekitarnya. Mampu meledakkan dirinya secara bersamaan dengan jarak semburan 30 meter.
Sial! Mereka akan tahu siapa pelakunya! Kupastikan sekali lagi bahwa mereka mencari di Afghanistan.. Yaman.. dan Iraq.. Aku yakin, mereka akan berusaha mati-matian agar pelaku teror ini adalah muslim. Bagaimanapun caranya harus muslim. Kalaupun bukan muslim, ada benda-benda yang bisa direkayasa agar pelakunya terkesan muslim. Biasanya Amerika dan Perancis sudah bergandengan tangan dalam masalah ini. Tapi keadaan serba mendadak, spontanitas. Dan tentu saja, Perancis takkan terima, sebab lambang kemegahannya telah hancur berkeping-keping, sebab di sanalah pusat marshmallow durjana itu dijual. Baginya, lebih baik menemukan pelaku asli, daripada pelaku buatan, hasil konspirasi.
Tiga puluh menit setelah pemberitaan, tiga orang agen FBI menggerebek apartemenku. Kupikir, ini akan menjadi detik-detik yang dramatis, penuh dengan sorotan media. Mobil-mobil polisi yang parkir di depan gerbang, anjing pelacak, helicopter yang bermanuver di langit New York. Tapi semua berlalu begitu saja. Nyaris hening. Aku pasrah. Tanpa perlawanan. Sebab aku ini psikopat.
Di ruang investigasi, aku dihujani tatapan sinis. Setiap orang di ruangan ini, berhasrat untuk membunuhku. Di atap kepalaku ada cahaya yang nyaris redup. Ruangan ini sempit, tapi cahaya lampu tidak berhasil menjangkau setiap sudutnya.
“Apa benar? Pada tanggal 6 September 2049, anda berada di Kota Paris, Perancis?”
“Ya” jawabku ringan. Tak berniat untuk mengelak sedikitpun.
“Apa benar? Anda membagikan marshmallow secara gratis? Di taman dekat menara Eiffel?”
“Ya!”
“Mengapa anda melakukannya?!”
“Karena dengan cara itulah.. orang-orang mau mendekati turis yang tidak bisa berbahasa Perancis ini. Mereka mendadak melirikku. Aku hanya perlu berteriak gratuit guimauve.
“Dan mengapa anda meninggalkan bom di setiap marshmallow yang anda bagikan?!”
“Karena aku psikopat. Dan aku bebas berekspresi!”
“Tidak ada psikopat yang sanggup melakukan aksi radikal semacam ini. Bicaralah! Bahwa ada sekelompok orang yang bermain di belakangmu!”
Aku nyengir.
Buggh!
Seseorang meninjuku.
“Bagaimana kau bisa melakukan semua hal gila ini?”
“Semua hal gila gampang sekali dilakukan. Ini 2049. Sistem pertahanan negara kalah canggih dengan pelaku teror. CCTV, sensor, GPS Tracker, wireless push video, semua bisa dikibuli!”
Polisi dihadapanku geleng-geleng kepala.
“Kau bukan psikopat!” Ucapnya tajam.
Beberapa detik ia berbisik dengan rekannya. Salah seorang pergi ke luar.
“Apa tujuan anda?!”
“Tidak penting apa tujuanku!”
Buggh!
Ctaakk
Kali ini bonus pecutan di bagian punggung.
“Mengapa harus 9 September?”
“Karena kupikir.. itu adalah hari konspirasi internasional..”
“Ooh.. jadi ini adalah konspirasi? Ada operasi senyap di balik semua ini? Coba, terangkan pada kami!”
“Tidaak.. Tidak.., Aku memang seorang Amerika, tapi aku tidak suka berkonspirasi!”
“Bicara yang jujur!”
“Apa kau tidak belajar ilmu jiwa lewat sorotan mata? Atau mungkin.. kau polisi amatir?!”
“Kurang ajar!”
Buggh!
“Pecut dia! sampai kalian bosan!”
Ctakk... Ctakk...

***

Remang, mataku berkunang.. cahaya menjauh. Hilang.Kuingat-ingat kembali, sudah berapa cambukan mendarat di punggungku.
Mereka memaksaku berdiri, lalu melepas tubuhku ke kursi. Aku hampir sempoyangan. Sampai akhirnya salah seorang dari mereka berucap.
“Aku punya penawaran untukmu.”
Aku tak merespon, hanya berusaha menatap wajah yang mengajakku berbicara.
“Kau bisa saja lepas dari hukuman mati, dan mengasingkan diri ke negara lain.. asalkan..”
Kutatap matanya tajam. Dia tersenyum kecut.
Hening seketika.
“Katakan di pengadilan Perancis..!” Katanya kemudian. Aku menelan ludah. “Katakan.. bahwa kau adalah seorang muslim, dan bagian dari Al Qaidha..”
Aku tertegun, lalu perlahan-lahan tersenyum licik di antara darah dan keringat yang mengucur deras.

***






Tidak ada komentar:

Posting Komentar