mimpi-mimpiku

Selasa, 21 Juni 2016

Laman BINEKA (Bahasa Indonesia Era Komunikasi ASEAN) Sebagai Media Pembelajaran BIPA

(diajukan sebagai karya tulis ilmiah dalam seleksi Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Bahasa dan Seni UNJ)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Era Masyarakat Ekonomi ASEAN telah bergulir sejak tahun 2015. Negara-negara ASEAN bekerjasama sekaligus bersaing untuk meningkatkan kemajuan di bidang ekonomi. Tenaga kerja Indonesia harus siap menghadapi persaingan global. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia berpotensi besar menjadi pusat strategis pengembangan ekonomi ASEAN. Hal tersebut dilatarbelakangi dua hal, yaitu Sumber Daya Alam (SDA), dan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut World Bank (1994), sumber daya alam Indonesia meliputi minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km. Terkait SDM, tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dengan jumlah angkatan kerja (usia 15-64 tahun) mencapai 70% dari total penduduk.
Dalam menjawab tantangan tersebut, selain meningkatkan kualitas SDM, negara harus mampu memperkuat diplomasi kebahasaan. Diplomasi kebahasaan dalam kajian hubungan internasional termasuk dalam kategori diplomasi kebudayaan. Diplomasi kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha suatu negara dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan dalam percaturan masyarakat internasional, di bidang sosial, ekonomi, dan kebahasaan.[1]
Dalam upaya menjawab tantangan MEA, perlu adanya kekuatan untuk membangun usaha mandiri berbasis teknologi, dengan target pasaran mancanegara, minimal regional ASEAN. Salah satu bentuk usaha berbasis teknologi yang sesuai di era Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah penyediaan sarana digital pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Perlu diketahui, di dalam negeri saat ini tercatat tidak kurang dari 45 lembaga yang telah mengajarkan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di lembaga-lembaga kursus. Sementara itu di luar negeri, pengajaran BIPA telah dilakukan oleh sekitar 36 negara di dunia dengan jumlah lembaga tidak kurang dari 130 buah, yang terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI, dan lembaga-lembaga kursus.[2]
Di era MEA, Bahasa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bahasa pengantar dalam lintas komunikasi antarnegara ASEAN. Pakar bahasa dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Suhartono, menilai Bahasa Indonesai berpotensi menjadi Bahasa ASEAN pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dia mengatakan bahwa ada dua bahasa yang berpotensi menjadi Bahasa ASEAN, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu. Namun, ia meyakini Bahasa Indonesia lebih berpotensi daripada Bahasa Melayu, karena setidaknya ada empat argumentasi yang ilmiah, meski pemerintah masih perlu melakukan diplomasi.
Keempat argumentasi itu adalah Bahasa Indonesia itu sudah banyak dipelajari pada banyak negara, mudah dikuasai, laju perkembangannya fantastis, dan sebagaian kosa kata Indonesia juga ada di dalam bahasa negara-negara ASEAN. Bedanya, distribusi Bahasa Indonesia tidak merata seperti Bahasa Melayu yang ada di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan, namun Bahasa Indonesia di Indonesia sendiri sudah mencapai 60 persen pengguna di tingkat ASEAN.[3]
Setiap tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia, tentu harus mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik, dan mengenal kebudayaan Indonesia. Meskipun pemerintah tidak menerapkan kebijakan ketat terkait politik kebahasaan, akan tetapi, setiap warga negara asing harus mengaktualisasi diri bahwa mereka adalah tenaga kerja yang berdayasaing global.
Selain itu, dalam pasal 44 UU No. 24 Tahun 2009, pemerintah juga melakukan upaya penginternasionalan bahasa Indonesia. Hal ini semakin menambah potensi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pasal tersebut berbunyi;
1.    Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
2.    Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan realitas itulah, negara seharusnya menerapkan kebijakan khusus bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Setiap WNA yang ingin bekerja di Indonesia wajib mahir berbahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pergeseran bahasa Indonesia akibat pengunaan bahasa asing. Selain itu, untuk meningkatkan daya efektifitas penyeleksian tenaga kerja asing. Maka, hanya WNA dengan level kualitas di atas rata-rata saja, yang dapat bekerja di Indonesia, dan memperoleh posisi penting.
Beranjak dari permasalahan tersebut, pemerintah harus meningkatkan profesionalitas dan efektifitas pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Negara juga dituntut untuk mengakomodasi pengajaran yang murah, mudah, dan praktis. Bentuk realisasi dari pengajaran yang murah, mudah, dan praktis adalah inovasi pembelajaran BIPA, dengan upaya konkret penyediaan media pembelajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing melalui media laman (website).
Pemilihan media laman dikarenakan pembelajaran ini harus dikenal luas, universal, dan mampu menjangkau lapisan masyarakat dunia (terutama masyarakat ASEAN). Media laman ini juga mendukung usaha berbasis teknologi, dengan adanya unsur komersil dalam penyediaan sarana pembelajaran BIPA. Di samping itu, media ini menjadi alat untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui penginternasionalan bahasa Indonesia.
Laman BINEKA berisi empat konten utama, yaitu; pengajaran fonologi bahasa Indonesia, percakapan bahasa Indonesia, afiksasi bahasa Indonesia, dan wawasan kebudayaan Indonesia. Pemilihan empat konten ini berdasarkan analisis Grabe (1986), bahwa  masalah pembelajaran bahasa asing muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistik dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa target. Pembelajar harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari bahasa target, jika ingin menguasai bahasa target itu. Walaupun demikian bisa saja terjadi seorang pembelajar yang sudah memiliki kompetensi secukupnya dalam bahasa target tetapi masih menghadapi kesulitan memahami teks tertentu karena kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target. Oleh karena itu pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target sangat dibutuhkan oleh pembelajar untuk melengkapi kompetensi gramatikal dan leksikal mengenai bahasa target.
Pembelajaran BIPA sendiri memiliki tujuan membentuk peserta didik berkemampuan berbahasa secara wajar. Dalam pengertian yang lebih luas, kewajaran ini terkait dengan hal-hal lain, termasuk di dalamnya budaya yang senantiasa melekat dalam substansi bahasa.[4] Karena itu di samping persoalan karakteristik personal pembelajar, persoalan budaya juga ikut terlibat dalam penciptaan pembelajaran BIPA.  Terlebih lagi, jika pembelajaran BIPA diselenggarakan di Indonesia, maka pertimbangan dari segi sosiokultural menjadi semakin penting. Dikatakan demikian, karena pertimbangan tersebut sekaligus akan menjadi wahana dan kebutuhan pembelajar dalam berkomunikasi secara langsung dan faktual.   
Pembelajaran BIPA sebagai sebuah program, tentu memiliki pijakan yang jelas sebagaimana tampak pada prinsip dasar pembelajaran pada umumnya. Demikian pula, sebagai bentuk pembelajaran bahasa sudah semestinya juga mendasarkan pada kaidah konseptual pembelajaran bahasa asing yang menjadi landasan pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori bahasa dan teori pembelajaran bahasa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka, media yang diperlukan untuk mengantarkan warga negara asing pada pengenalan bahasa dan budaya Indonesia yaitu melalui Dapur BINEKA (Bahasa Indonesia Era Komunikasi ASEAN). Dapur BINEKA merupakan media pembelajaran BIPA yang mudah, murah, praktis, dan berbasis teknologi bagi peserta didik di level pemula (elementary). Media ini dapat menjadi representasi dari upaya peningkatan kualitas penutur asing dalam berbahasa Indonesia, dan upaya pengenalan budaya Indonesia di level mancanegara. Selain itu, Dapur BINEKA merupakan media usaha berbasis teknologi (technopreneur). Dalam hal ini, memanfaatkan media laman (website), yang dapat diakses oleh masyarakat dunia, para pemelajar bahasa Indonesia.
Media pembelajaran Dapur BINEKA memuat 4 konten utama, yaitu pengajaran fonologi bahasa Indonesia, percakapan bahasa Indonesia, tata bahasa, dan wawasan kebudayaan Indonesia. Dengan pembelajaran tersebut, WNA dapat mengerti teknis pelafalan bahasa Indonesia, tata bahasa Indonesia, leksikon, dan pemahaman budaya Indonesia sebagai bagian integral dari pembelajaran  bahasa Indonesia. 
Gagasan terkait wirausaha berbasis teknologi ini merupakan pengembangan dari gagasan-gagasan yang telah ada, berdasarkan analisis permasalahan kebijakan politik kebahasaan Indonesia, kebutuhan praktis pembelajaran BIPA, kemudahan dan efisiensi teknis pembelajaran, dan akselerasi persiapan bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Penelitian-penelitian yang menjadi pijakan dalam referensi keilmiahan antara lain; Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar oleh Imam Suyitno, Artikel Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik oleh Anneke Heritaningsih, Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial oleh Widodo H.S., dan beberapa penelitian lainnya.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana usaha berbasis teknologi dapat menjawab tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
2.    Bagaimana “Laman Dapur-BINEKA - Bahasa Indonesia Era Komunikasi ASEAN“ menjadi media  pendukung bagi pembelajaran BIPA di era Masyarakat Ekonomi ASEAN?
C.  Tujuan
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan:
1.    Menyediakan media pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA),
2.    Meningkatkan daya saing bangsa melalui usaha berbasis teknologi, dan  penginternasionalan Bahasa Indonesia.

D.  Manfaat
Manfaat Teoritis
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis untuk menambah wawasan pengetahuan terkait model pembelajaran BIPA, serta memberikan sumbangan pemikiran yang bersifat futuristik, untuk persiapan menghadapi persaingan global. Selain itu, diharapkan dapat menjadi landasan berpikir untuk pengadaan media pembelajaran BIPA lewat laman (website), dan menjadi penggerak untuk upaya penginternasionalan Bahasa Indonesia.
Manfaat Praktis
Bagi Pemerintah
1.    Membantu penyediaan media pendukung bagi pembelajaran BIPA
2.    Sebagai upaya pemertahanan, pelindungan, dan penginternasionalan bahasa Indonesia
3.    Membantu penyeleksian tenaga kerja asing, dan mencegah terjadinya keketatan persaingan kerja
Bagi Warga Negara Indonesia
1.    Melindungi warga negara Indonesia dari ancaman persaingan bebas
2.    Meningkatkan kemudahan berbahasa lintas negara di ASEAN sebagai dampak dari penginternasionalan bahasa Indonesia
Bagi Warga Negara Asing
1. Meningkatkan kemahiran warga negara asing dalam menggunakan bahasa Indonesia
2. Mengakomodasi warga negara asing untuk mempelajari bahasa Indonesia yang mudah, murah, dan praktis
3. Memudahkan warga negara asing dalam mencari pekerjaan, menyesuaikan diri, serta memahami kultur negara Indonesia
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah metode  studi pustaka.
Adapun langkah-langkah konkret yang dilakukan dalam upaya memecahkan permasalahan dalam penelitian ini, antara lain:
1.      Mengetahui konsep pembuatan laman yang tepat dalam upaya menyediakan layanan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
2.      Memahami dan mempelajari model pembelajaran BIPA
3.      Mematangkan konsep technopreneur dan mencari celah untuk mendapatkan keuntungan lewat usaha berbasis teknologi
4.      Bekerjasama dengan asosiasi BIPA dalam menyusun kerangka pembelajaran, dan mempublikasikannya
5.      Merancang dan melancarkan strategi dalam upaya penginternasionalan bahasa Indonesia

BAB II
TELAAH PUSTAKA
Media Belajar
Media berasal  dari bahasa latin medius yang secara bahasa berarti; perantara atau pengantar. Menurut Ibrahim, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan sehingga terjadi interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional tertentu. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan keamanan peserta didik, sehingga dapat mendorong terciptanya proses pada dirinya.
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima.[5] Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi.


Pengertian Technopreneurship
Technopreneurship dan entrepreneurship memiliki perbedaan mendasar. Webster Dictionary (2005) membedakan definisi enterpreneur dengan technopreneur dalam bidangnya yang lebih spesifik kearah teknologi tinggi. Bila enterpreneur   didefinisikan sebagai seseorang yang mengorganisasikan, memanajemen, dan mengambil resiko dari suatu bisnis atau suatu perusahaan, maka Webster Dictionary mendefinisikan Technopreneur sebagai seorang entrepreneur dimana bisnisnya melibatkan teknologi tinggi.
Technopreneurship adalah sebuah wirausaha/inkubator bisnis berbasis teknologi. Kombinasi wirausaha dan teknologi ini merupakan strategi inovatif untuk mengatasi masalah pengangguran intelektual yang semakin meningkat.
Technopreneurship menjadi wadah bagi mahasiswa dan pekerja, belajar membuat perusahaan.
Tujuan dari wirausaha ini adalah melahirkan perusahaan sukses yang mandiri, dan mampu menciptakan lapangan kerja melalui pemanfaatan teknologi. Sehingga, sesuai dengan perkembangan zaman, dan mampu bersaing di era global.
Menurut Dedeng Abdul Gani A, globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar dapat terus bertahan, perusahaan-perusahaan mengubah dari bisnis yang didasarkan pada sumber daya (resources-based business) menuju knowledge based business/company (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan. Ketika pencapaian utama perusahaan adalah sustainable competitive advantage atau pencapaian daya saing bisnis berkelanjutan, maka manajemen perusahaan akan didorong pada proses pencapaian dan pengembangan pengetahuan sebagai strategi bersaing perusahaan.[6]
Di era digital saat ini, penting sekali untuk membangun daya saing. Daya saing  didorong oleh perkembangan teknologi yang semakin canggih dan cepat, ketertinggalan dalam penguasaan teknologi akan berdampak pada kesulitan untuk memenangkan persaingan, baik itu di level negara atau organisasi. Persaingan antar negara ditandai dengan peningkatan skala produksi yang dapat dihasilkan, investasi langsung yang dating dari luar negeri dan peningkatan standar hidup masyarakat. Merujuk pada hasil pertemuan Word Economic Forum (WEP), keunggulan kompetitif negara dihasilkan oleh dua faktor utama yaitu kompetitif dalam pertumbuhan dan kompetitif pada mikroekonominya. keunggulan kompetitif ini dihasilkan oleh factor penguasaan teknologi, peran instutusi publik dan sumber daya makroekonomi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Di awal pembentukannya tahun 1967, Association of Shouteast Asia Nations (ASEAN) hanya berorientasi pada kerjasama regional di bidang politik, sebagai upaya menciptakan perdamaian dan keamanan global. Seiring berjalannya waktu, dalam rangka menjawab tantangan krisis ekonomi di tahun 1997, para pemimpin negara ASEAN kembali memformulasikan “ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpu pada 15 Desember 1997 yang menjadi tujuan jangka panjang ASEAN. Rencana jangka panjang ASEAN memuat 3 pilar, yaitu ASEAN Economic Community (AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN-MEA), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC).
Di tahun 2006, kerangka kerja MEA diperkuat dengan formulasi cetak biru yang berisi target dan waktu penyampaian MEA. Berdasarkan pertimbangan kepentingan menghadapi daya saing ASEAN di level global, diputuskan untuk mempercepat pembentukan MEA, dari 2020 menjadi 2015 (12th  ASEAN  Summit, Januari 2007).
Wacana bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 dan 19 pada 2011 lalu, ternyata tidak menjadi prioritas pembahasan, indikasi tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya keputusan yang menyinggung hal tersebut.
Pada KTT ASEAN ke-18 dan 19 di Jakarta, dengan bangga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan bahasa Indonesia, termasuk saat menjawab pertanyaan dari wartawan asing.[7] Hal ini juga merupakan itikad politik presiden untuk mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dapat digunakan pada forum pertemuan ASEAN.
Tantangan politik kebahasaan dalam MEA juga bersumber dari realitas keberadaan bahasa Melayu. Tidak dapat dipungkiri bahasa Melayu adalah anggota terpenting dari kerabat bahasa Austronesia yang memiliki batasan luas, diluncurkan dari peradaban Asia Timur pada sepuluh ribu tahun yang lalu. Bahasa Austronesia purba terbentuk di pulau asalnya di Taiwan. Para penutur bermigrasi ke arah selatan melalui Filipina. Sampai akhirnya mendiami sepuluh ribu pulau di Asia Tenggara.[8]
Pengajaran BIPA
Pembelajaran BIPA memiliki karakteristik dan norma pedagogik yang berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia pada penutur asli. Perbedaan tersebut terjadi karena (a) pelajar BIPA pada umumnya telah memiliki jangkauan dan target hasil pembelajaran secara tegas, (b) dilihat dari tingkat pendidikannya, pada umumnya pelajar BIPA adalah orang-orang terpelajar, (c) para pelajar BIPA memiliki gaya belajar yang khas dan kadang-kadang didominasi oleh latar belakang budaya, (d) sebagian besar pelajar BIPA memiliki minat, dan motivasi yang tinggi terhadap bahasa Indonesia, (e) para pelajar BIPA memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, dan (f) karena perbedaan sistem bahasa, menyebabkan pelajar BIPA banyak menghadapi kesulitan terutama dalam masalah pelafalan dan penulisan.[9]
Metode pengajaran BIPA bervariasi, dari satu masa ke masa yang lain, dari satu negara ke negara yang lain, dan bahkan dari satu pengajar ke pengajar yang lain. Di negara seperti Amerika, minat pada bahasa Indonesia bermula pada saat negara itu merasakan adanya kebutuhan untuk keterlibatan internasional pada perang dunia II. Amerika merasakan ketertinggalan mereka dalam kancah politik internasional, sehingga digaungkanlah pengajaran bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia.
Awalnya, metode pengajaran bersifat struktural, meskipun dalam materi ajar mencerminkan metode audio-lingualisme dalam berbagai versi. Pada awal 70an, muncul metode komunikatif yang dianggap tidak banyak mempengaruhi pengembangan pembelajaran BIPA. Metode pangajaran yang beragam, jug mempengaruhi bahan ajar dalam proses pembelajaran. Selama ini, pembelajaran BIPA masih bertumpu pada buku yang disesuaikan dengan kebijakan negara/universitas penyedia pembelajaran BIPA.
Pengajaran BIPA di institusi formal sangat beragam. Ada yang intensif (25 jam seminggu), semi intensif (10 jam seminggu), dan tidak intensif (5 jam seminggu). Pengajaran intensif sudah diterapkan oleh Program Falcon di Cornell atau Program militer di Monterey. Sementara pengajaran tidak intensif ada di Universitas Hawaii.

           BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

1.    Usaha Berbasis Teknologi
Tahun 2015, menjadi era awal penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN, di mana negara-negara ASEAN melakukan kerjasama regional di bidang ekonomi, dan tenaga kerja asing bebas mencari kerja di kawasan ASEAN. Hal ini mengacu pada ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpu pada 15 Desember 1997, diikuti dengan akselerasi MEA pada ASEAN SUMMIT ke-12 di Kuala Lumpur Malaysia.
Negara Indonesia berpotensi menjadi pusat strategis operasi ekonomi ASEAN, dengan SDA yang melimpah, dan SDM yang berusia produktif. Berdasarkan data BKKBN, tahun 2020, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dengan jumlah angkatan kerja mencapai 70% dari total penduduk.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka negara harus meningkatkan daya saing bangsa. Peningkatan daya saing bangsa harus didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan teknologi dapat dilakukan melalui usaha lewat media laman (website). Dengan mengandalkan konten yang menarik, mutakhir, serta  diperlukan oleh warga dunia, maka, usaha berbasis teknologi tersebut dapat dikembangkan. Secara analisis futuristik, usaha yang mengandalkan basis kemajuan teknologi, adalah usaha yang mampu bertahan di era perdagangan bebas.
Pemanfaatan media ini menjadi strategi untuk mengembangkan usaha berbasis teknologi (technopreneurship). Demi terciptanya lapangan kerja, serta menuntaskan masalah pengangguran intelektual. Melalui technopreneurship ini, kegiatan wirausaha akan dikemas dengan mengandalkan kecanggihan teknologi. Sehingga dapat memperluas jangkauan konsumen, memperkecil biaya opreasional, serta mempermudah kegiatan wirausaha.
Mengacu pada konten, bagaimana sebuah laman dapat diminati warga dunia? Maka, jawabannya adalah konten tersebut harus sesuatu yang dibutuhkan di era saat ini. Berdasarkan fakta banyaknya lembaga penyedia pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing, sudah seharusnya bangsa Indonesia menyediakan layanan berbasis web untuk memudahkan warga asing belajar bahasa Indonesia.
Di lihat dari kacamata perspektif keuntungan dalam berbisnis, usaha melalui laman pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing memiliki beberapa kelebihan. Pertama, nilai kurs mata uang Indonesia yang cenderung lebih rendah jika dikonversi ke mata uang negara lain, dan kedua, pendanaan yang rendah karena nilai praktis sebuah laman.
Pemasukan usaha dari laman ini berupa iklan, tes/ujian kemahiran berbahasa Indonesia, dan penjualan modul pembelajaran BIPA. Setiap warga negara asing yang ingin mengunduh modul tersebut, harus membayar biaya terlebih dahulu. Biaya tersebut sejumlah US$ 50 - US$ 70. Biaya untuk tes yaitu US$ 65. Untuk pemasangan iklan, biayanya antara US$ 350 - US$ 6000.
Dengan penetapan biaya-biaya tersebut, tentu laman ini tidak hanya memberikan jasa, akan tetapi, dapat menjadi sumber usaha yang menguntungkan, dan sesuai dengan zaman.
2.        Penginternasionalan Bahasa Indonesia
Pengajaran BIPA memerlukan  media belajar yang berimbang, kreatif, dan dapat mengakselerasi kemahiran WNA dalam berbahasa Indonesia. Media belajar yang sesuai untuk penutur asing tingkat dasar/pemula di antaranya melalui laman (website), dengan model tampilan audio-visual, teks, dan rekaman suara.
Melalui media laman ini, siswa dapat meningkatkan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia. Memperluas wawasan seputar budaya Indonesia, demi meminimalkan terjadinya kesenjangan budaya. Siswa juga mampu mengulang-ulang pembelajaran, sampai benar-benar dimengerti. Mulai dari teknis melafalkan alfabet bahasa Indonesia, pembelajaran tata bahasa, memperkaya kosakata, meningkatkan kemampuan menyimak, serta pengenalan wawasan budaya Indonesia, menjadikan media laman dapur BINEKA ini sebagai pegangan dalam menguasai bahasa Indonesia.
Penggunaan media laman dapur BINEKA sangat mudah dan praktis, mendukung pembelajaran secara autodidak, ramah lingkungan, bilingual (dilengkapi terjemahan dalam bahasa Inggris), dan tentunya dapat membantu pemerintah dalam upaya pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, termasuk menciptakan dominasi kekuatan diplomasi bahasa yang seutuhnya. Sebab Indonesia memiliki potensi sebagai pusat kegiatan ekonomi ASEAN, dan bahasa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi bahasa pengantar di era percaturan ekonomi ASEAN.
Penginternasionalan bahasa Indonesia ini juga menjadi bukti bahwa bangsa kita mampu bersaing, dan diminati warga dunia. Efek yang ditimbulkan dari banyaknya  orang asing yang belajar bahasa Indonesia, tentu akan meningkatkan kepopuleran budaya Indonesia, dan menjadikan negara ini turut andil dalam diplomasi antarbangsa.

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.    Simpulan
Kebijakan politik kebahasaan menjadi landasan penting bagi negara Indonesia untuk lepas landas di era perdagangan bebas ASEAN. Demi menjawab tantangan itulah, usaha berbasis teknologi (technopreneurship) perlu dikembangkan. Sebagai bagian dari peningkatan daya saing bangsa. Selain itu, pengajaran BIPA juga perlu diperhatikan, menjadi ujung tombak bagi pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, serta pengatur stabilitas persaingan tenaga kerja.
Bentuk usaha berbasis teknologi yang dikembangkan yaitu laman pembelajaran BIPA.  Di lihat dari kacamata perspektif keuntungan dalam berbisnis, usaha melalui laman pembelajaran BIPA ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, nilai kurs mata uang Indonesia yang cenderung lebih rendah jika dikonversi ke mata uang negara lain, dan kedua, pendanaan yang rendah karena nilai praktis sebuah laman. Dari keuntungan-keuntungan itulah, media laman ini memiliki peluang untuk bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pembelajaran BIPA dapat dilakukan dengan media laman dapur BINEKA yang bersifat murah, mudah, dan praktis. Dengan mengandalkan 4 konten utama, yaitu penguasaan fonologi bahasa Indonesia, tata bahasa, percakapan, dan wawasan budaya Indonesia.
Media laman dapur BINEKA menjadi solusi dari tantangan MEA 2015, serta konsekuensi dari usaha pelindungan dan penginternasionalan bahasa Indonesia, dengan adanya kerjasama yang menguntungkan dua pihak, baik pemerintah, maupun warga negara asing, serta meningkatkan daya saing bangsa di tengah persaingan global yang semakin ketat.
2.    Rekomendasi
Media laman dapur BINEKA ini dapat terus dikembangkan menjadi lebih kompleks. Disesuaikan dengan kebutuhan para siswa asing dalam mempelajari Bahasa Indonesia. Ke depannya, media pembelajaran BIPA ini diujicoba efektifitasnya, dan dievaluasi, sampai benar-benar matang, dan dapat dipatenkan. Lalu dilakukan sosialisasi, dan penerapan ke institusi-institusi penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing.
Untuk jangka panjang, laman dapur BINEKA dapat dikembangkan menjadi lebih kompleks, tidak hanya bersifat bilingual, tetapi juga multilingual. Diharapkan dapat mengakomodasi warga negara asing (ASEAN) dengan beragam bahasa. Maka, diharapkan ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah, asosiasi BIPA, dan pakar IT.



DAFTAR PUSTAKA
_____. 2015. Buku Panduan Gelar Wicara Internasionalisasi Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
_____. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Arsyad, Azhar, M.A. 2011. Media belajar. Yogyakarta PT. Raja Grafindo Persada
Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Djardjowidjojo, Soenjono. 2003. Rampai Bahasa, Pendidikan, dan Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Heritaningsih, Anneke. 2011. Artikel Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik. UK Petra: BIPA FS
HS, Widodo. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial. CIS BIPA-UM
Karmin, Y. 2008. Artikel Mengembangkan Kurikulum BIPA yang Ramah Terhadap Pelajar. Universitas Sanata Dharma
W.M. Rivers. 1981. Teaching Foreign-Language Skills, 2d ed. Chicago: University of   Chicago Press
Santyasa, Wayan I. 2007. Media Pembelajaran. Bali: Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha       
Suyitno, Imam. 2007. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar. Jakarta: Jurnal Wacana Vol. 9
Tulus dan Wahyuni. 2007. Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Jakarta: Ombak
Winantya, R. dkk. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Persaingan Global. Jakarta: Gramedia
Zulfikar, Achmad. 2015. Bahasa Indonesia Sebagai Embrio Bahasa ASEAN. Yogyakarta: Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.




[1] Tulus dan Wahyuni, Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia, Jakarta, Ombak, 2007, Hlm. 19

[2] _______, Buku Panduan Gelar Wicara Internasionalisasi Bahasa Indonesia. Jakarta, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2015, Hlm. 14
[3] Edi M, Bahasa Indonesia Berpotensi Jadi Bahasa ASEAN, diakses dari http://www.antaranews.com/berita/538821/bahasa-indonesia-berpotensi-jadi-bahasa-asean, pada tanggal 25 Maret 2016
[4] Rivers, W. M, Teaching Foreign-Language Skills, 2d ed, Chicago, University of   Chicago Press, 1981, Hlm. 34
[5] Wayan I Santyasa, Media Pembelajaran. Bali: Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha, 2007: 4
[6] diakses dari http://www.sjm.sch.id/p/pengertian-technopreneurship.html, pada tanggal 27 Maret 2016
[8] James Collins, Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, Hlm. 1
[9] Imam Suyitno, Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar, Jakarta: Jurnal Wacana Vol. 9, 2007, Hlm. 64

Tidak ada komentar:

Posting Komentar