Karya
sastra, tampaknya menjadi hal yang takkan hilang dari peradaban, sepanjang
dunia ini diisi oleh makhluk hidup bernama manusia. Sebab melalui sastralah,
bagian-bagian sensitif dalam hidup ini dituangkan sebagai bentuk puisi, prosa,
ataupun drama. Sehingga akan memecah sekat antara satu manusia, dengan manusia
lain, yang pada akhirnya mereka saling peduli.
Times New
Roman, sebagai komunitas penulis (khususnya ranah sastra) telah membuka peluang
bagi para pemuda untuk bergabung di komunitas ini. Maka, terpilihlah
penulis-penulis muda berbakat dan berminat di bidang humaniora yang karyanya
sangat unik, dan tentu perlu wadah untuk pengembangan diri. Dengan begitu,
pikiran mereka akan semakin tajam, dan pena mereka akan semakin runcing
mengisahkan kehidupan.
Berikut,
daftar penulis muda terpilih yang berhak bergabung bersama TIMES NEW ROMAN Angkatan
Pertama beserta pandangan terkait karya mereka.
1.
Fika
Ilmi
Kumpulan
puisi tentang Indonesia terkesan jujur mewakili perasaan. Tetap memperhatikan
rima yang apik, tanpa harus menjadikannya sebagai suatu keharusan untuk ada di
tiap bait. Ada debur emosi yang kadang terlalu pecah tanpa dihayati lebih dalam
terlebih dahulu. Di beberapa larik, bunyi puisinya cenderung mengarah kepada
esai. Namun, sayangnya masih belum kuat disebut sebagai puisi esay.
2.
Fauzia
Nur Praptiwi
Cerpen
Mungkinkah Kau Tahu? ditulis dengan kalimat-kalimat mengalir, menerangkan
kesedihan yang dialami kedua tokoh. Perluasan alur melalui jalinan surat tampak
menarik untuk ditelusuri mengapa tokoh perempuan begitu pesimis pada perasaan
yang ia miliki. Metafor-metafor segar menjadi nilai tambah dalam cerpen ini.
Penulis cukup mapan untuk memainkan bahasa figuratif. Sehingga di beberapa
kalimat, terkesan prismatis maknanya (bisa memancarkan banyak makna).
Pengandaian dari aku mencintaimu dalam diam, tampak begitu istimewa pada
beberapa larik. Hanya saja, permainan tipografi dalam cerpen ini kurang
diperkuat. Sehingga butuh lebih cermat untuk menangkap; sampai di mana surat
ini berakhir? Karena tidak ada perbedaan font ataupun paragraf yang lebih
ditarik ke dalam.
3.
Clara
Tulisan
ringkas tentang keistimewaan Abu Bakar cocok untuk dibaca oleh mereka yang haus
akan tausiyah singkat. Penulis mampu menarik gejala kausalitas mengapa Abu
Bakar yang dipilih? Lalu dikaitkan dengan satu hal inti yang menjadi pokok
bahasan; yaitu kesholihan. Hanya saja, gagasan tentang kesholihan ini yang
perlu diperluas kembali, agar tidak menjadi tulisan yang mentah di bagian
akhir.
4.
Qori
Puisi
Narasi Kehidupan kaya akan makna-makna filosofis, tentu karena didukung dengan
tema utama; yaitu kehidupan. Kondensasi/pemadatan isi puisinya sangat didukung
oleh alur yang apik. Rima-rima yang konsisten membuat puisi ini apik dan asik
untuk dibaca. Hanya saja ada pilihan kata yang salah penempatan. Kata-kata yang
sebetulnya punya nilai rasa yang 'keren', tapi salah habitat. Kata-kata seperti
dedikasi dan skenario akan menjadi salah habitat begitu masuk ke dalam puisi.
Puisi ini juga belum memunculkan kekuatan di baris akhir sebagai penentu membekas
tidaknya puisi ini.
5.
Yumar
Puisi
singkat, yang kadang justru saya suka. Apalagi jika larik akhirnya membekas.
Puisi untuk bintang sebetulnya punya kedalaman filosofis yang cukup baik.
Keterkaitan antara bintang, dan kepemilikannya, lalu rasa kerinduan dan emosi
menyalahkan tampak menggelitik untuk ditelusuri. Meskipun malah menjadi sesuatu
yang mentah karena puisi ini terlanjur dipatahkan oleh alur yang liar.
6.
Lilis
Risnawati
Jika puisi
adalah ungkapan jiwa, puisi karya Lilis mewakili istilah itu dengan baik.
Pilihan katanya sederhana. Bahasa figuratif tidak terlalu banyak, akan tetapi
dia bisa menyajikan nada puisi yang asik untuk dibaca. Kedalaman makna ada di
dalam puisi ini. Sehingga tepat dikatakan sebagai puisi yang jujur. Meskipun masih belum punya nilai estetis yang
memukau sebagai sebuah sajak, tapi puisi ini patut diapresiasi karena
menunjukkan konsistensi dan karakter yang kuat. Dengan kesederhanaan dan
kedalaman maknanya.
7.
Hafsha
Hurat F.
Sajak Asam
Lambung punya daya imaji yang tinggi. Bahasanya cenderung naratif, tanpa harus
memaksakan deretan kata menjadi estetis. Puisi ini kaya akan tema. Kejernihan
berpikir tentang jiwa dan quran menjadikan puisi ini punya nilai sufisme yang
menarik, dibalut dengan pengandaian asam lambung.
8.
Aprilia
Puisi-puisi
Aprilia ringkas, padat, dan penuh perulangan bunyi. Tema-tema yang diangkat
lumayan berat. Walaupun belum menjurus pada premis-premis tertentu yang
sifatnya orisinil. Sehingga masih pada persoalan-persoalan klise. Akan tetapi,
keindahan dan kepaduan antarlarik menjadi nilai jual dalam pusi-puisinya.
9.
A
.Zaeni
Membaca
puisinya, seperti membaca syair yang berisi nasihat. Ungkapan jiwa yang coba
dieksplorasi mengarah ke sufisme. Puisi religi yang ditutup dengan baris akhir
penentu berkesan atau tidaknya puisi karya Zaeni. Dan pada akhirnya memang
berkesan. Meski perlu lebih banyak sebaran makna-makna konotatif untuk
mendukung ekspresi jiwa yang lebih mendalam. Selain itu, perlu kiranya untuk
memperhatikan tipografi dan lebih berhati-hati dalam pengungkapan larik yang
hanya terdiri dari satu kata, karena menimbulkan nada/tone yang kadang tidak
selaras dengan konteks suasana yang ingin dibangun.
10.
Muadz
Puisi
naratif dengan judul “Maaf” katanya lirih disajikan dengan apik, tersusun, dan
menciptakan efek penasaran pada pembaca. Kematangan alur sebetulnya sudah
dibangun dengan baik dalam puisi ini. Hanya saja, bagian-bagian akhir justru
mematahkan kematangan alur tersebut, karena tidak adanya jawaban dari “mengapa
hatinya gundah gulana”. Jika memang ingin membiarkan pembaca menafsirkan
sendiri alasannya, pengakhiran dari puisi naratif ini justru meruntuhkan bagian
awal, yang mana pembaca masuk ke dalam suasana batin tokoh pencerita.
Penggunaan kata ulang sebagian tetiba
di bait akhir juga terkesan menggangu bunyi puisi naratif ini.
11.
Retno
Wijayanti
Ungkapan
jiwa akan cinta dan syiar Islam menjadi hal yang dieksplorasi dalam puisi karya
Retno berjudul Syiar adalah cinta. Menampilkan sesuatu yang jujur, sugestif,
asosiatif, terjalin dari bait tiap bait yang disusun dengan sabar oleh penulis.
Sehingga menimbulkan kejernihan alur. Muatannya menggugah. Hanya saja,
pengulangan ungkapan penggugah itu yang membuat kondensasi puisi ini jadi
menurun. Malah kekuatan makna pada bait-bait akhir mulai lepas. Butuh untuk
dipadatkan lagi, agar puisi ini tidak berakhir hanya sebagai kalimat-kalimat
penggugah, akan tetapi juga kejujuran dan kedalaman makna.
12.
Marini
Razanah
Cerpen
jarak memiliki kekuatan pada judul. Pas menurut saya. Penceritaannya juga baik,
mengalir, tanpa harus ribet menggunakan kalimat estetis. Cerpen ini bertemakan
cinta remaja dengan garapan alur yang menyerupai kisah-kisah teenlit pada umumnya. Sampai di sini
saya pikir, tak masalah lah, toh nuansanya
beda. Namun, hal yang menjadi masalah adalah ketika jalinan alur yang kompleks
dimuat dalam cerita pendek. Cerpen ini jadi semacam adaptasi novel dengan alur
yang tak dipotong sedikitpun. Terlalu kompleks alurnya. Alur kompleks ini bukan
habitatnya di cerpen, melainkan di novel.
13.
Rio
Rolando
Puisinya
ringkas, namun kaya akan metafor-metafor segar. Begitu apik diurai, dan tidak
terkesan dibuat-buat. Meskipun secara kedalaman makna masih kurang mewakili
jiwa, akan tetapi penulis berhasil menyajikan jalinan kata yang berkelas.
Nadanya pas, pilihan katanya juga pas, ada keberanian pula dalam memainkan bahasa
figuratif.
14.
Dina
Rosanty
Gaya
pengungkapan puisi yang menurut saya tidak lazim, ada dalam puisi “Masalah, Aku
merindukanmu.” Terkesan seperti dialog untuk menasihati. Ada keunikan
tersendiri yang sebetulnya bisa diolah lebih menarik jika tetap memperhatikan
unsur estetika dan kedalaman makna. Pemilihan sudut pandang untuk menilai
masalah dengan cara lain, tampak menjadikan puisi ini tidak lagi kaya akan
pengungkapan jiwa. Semestinya bisa mengeksplorasi dunia personal penyair
“mengapa merindukan masalah”, agar hubungan dengan judulnya juga lebih ngena.
15.
Annisa
NJ
Daya imaji
hikayat bunga dan kupu-kupu patut diacungi jempol. Kisah yang diangkat antara
kupu-kupu bersayap patah dan bunga tak bersari sangat mewakili kondisi yang
muram. Personifikasi yang bertebaran menjadikan kisah ini hidup, bukan sebagai
fabel, melainkan prosa dramatis yang sanggup menyihir pembaca. Gaya
penulisannya baik, mengalir, dan penuh kata-kata bernilai estetika tinggi.
Hanya saja, eksplorasi cerita kurang kuat, sehingga penyelesaian cerita ini
tampak kurang matang, dan berakhir dengan sesuatu yang kurang berbekas. Seperti
ada alur yang belum usai, atau kejelasan yang tidak menemui titik temunya.
Sepertinya bagian akhir dari hikayat ini perlu dirombak ulang.
16.
O
Jaya P
Puisi
Masih Ada Kehijauan mengungkap sesuatu yang
kelihatannya berangkat dari rasa gelisah. Kejujuran penyair akan
menguatkan kedalaman makna pada sajaknya. Itu pula yang terpancar dari puisi
ini. Ada sisi realitas dan harapan yang coba dituangkan oleh penyair. Singkatnya,
penyair jujur mengungkapkan apa yang perlu diungkapkan. Hanya saja, eksekusinya
kurang berjalan lancar. Di mulai dari judul yang belum padat, sampai kepada
perpindahan bentuk dari puisi kritik lingkungan, yang kemudian mengarah pada
sufisme (kedekatan pada Tuhan). Itu yang agak mengganggu ketika membacanya,
memberi kesan “kok, jadi ginih?”. Tapi kejujuran penulis patut diapresiasi.
17.
Nurul
Izzah
Puisi Senja Datang Tepat Waktu cukup berani
untuk memainkan bahasa-bahasa figuratif. Menjadikan antara satu nomina dengan
nomina lain saling bertubrukan sebagai bentuk pengandaian yang terjalin dengan
cukup baik. Hanya saja, perubahan emosi dan dinamika bunyi dalam puisi ini
terkesan spontan, sehingga mengurangi kekuatan karakter dan kejujuran dari apa
yang ingin diungkapkan. Sebab pada dasarnya, puisi bukan sekadar deretan kata
yang penuh estetis, melainkan kejujuran penyair dalam mencurahkan jiwanya.
Emosi itu yang belum tertuang dalam puisi ini.
18.
Devie
Saufa
Satu hal
mengesankan dari puisi karya Devie Saufa, yakni judulnya itu sendiri, yang memberikan
metafor segar pada gabungan kata Radar
Syukur. Sebuah kedalaman filosofis yang coba ia tuangkan dari aktivitas pemahamannya
mengenai rasa syukur. Kemudian muncul sebagai nasihat yang mengalir,
memperhatikan alur, dan penempatan anafora yang pas. Puisi ini barangkali akan lebih
hidup dan berkesan jika memainkan tone/nada
yang lebih puitis, memperhatikan bagaimana larik tiap larik punya kekhasan yang
sesuai, yang lebih diterima sebagai bentuk puisi.
(ditulis
oleh Heri ST/Penulis Times New Roman)
sumber gambar: www.sewarga.com
